Rian segera berlari ke arah Yuan. Dia melompat kemudian memeluk tubuh sang istri. Melindungi kepala Yuan menggunakan kedua telapak tangannya.
Keduanya pun akhirnya ambruk ke atas aspal. Mereka sempat bergulung beberapa kali, lalu berhenti tepat di depan lampu samping restoran Korea. Tak lama berselang terdengar dentum keras dari ujung jalan.Motor yang hampir menabrak Yuan kini menumbuk gapura. Saat mendengar suara keras itu Yuan langsung menangis histeris. Dia membayangkan bagaimana kondisinya jika benar-benar tertabrak motor tersebut."Sudah, nggak apa-apa. Aku ada di sini. Mengislah agar lebih lega. Tapi, ingatlah, Yuan. Aku selalu ada untukmu di sini.""A-aku takut, Mas. Hampir saja aku tertabrak. Jika saja Mas Rian nggak ...." Rian memotong ucapan Yuan."Sssttt, jangan bicara seperti itu. Sekarang semuanya sudah baik-baik saja." Rian membelai lembut rambut panjang sang istri.Mereka berdua perlahan bangkit. Rian"Mari kita bersenang-senang malam ini, Sayang!"Yuan langsung terbelalak ketika mendengar suara asing yang menyapa telinganya saat ini. Lelaki yang sedang mendekapnya kini melonggarkan pelukan. Yuan pun berhasil mendongak.Mata Yuan langsung membola karena mengetahui orang yang sedang mendekapnya. Dia adalah Burhan, mantan kekasih Yuan sekaligus mantan suami Riana. Yuan mendorong dada bidang Rian sekuat tenaga.Namun, tubuh Burhan layaknya batu karang. Saat Yuan berusaha mendorong tubuhnya menjauh, Rian tidak bergeser sedikit pun. Kondisi Yuan sekarang ini kacau karena ada sesuatu dalam dirinya terus bergolak."Lepaskan aku, Bajingan!" seru Yuan."Ayolah! Cuma malam ini! Toh, kamu sudah menjanda, kan?""Matamu! Aku sudah menikah dengan orang lain lagi!" Yuan mengangkat kakinya kemudian menginjak jempol kaki Burhan sekuat tenaga.Akhirnya Burhan melepaskan pelukannya. Yuan pun memanfaatkan kesempatan ini unt
"Maaf." Rian langsung memasukkan Yuan ke dalam bak mandi. Yuan menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Melihat tingkah Yuan membuat Rian menyeringai. Dia mencondongkan tubuh untuk mendekati Yuan. "Mundur! Kamu jangan ambil kesempatan, Brengsek!" umpat Yuan dengan tatapan tajam kepada Rian. Rian terkekeh, kemudian mengangkat lengan. Tiba-tiba dia menyentil dahi Yuan menggunakan jari tengahnya. Yuan pun mengaduh seraya mengusap jidat yang sedikit merah. "Apa yang ada dalam pikiranmu?" Rian menjauh dari Yuan kemudian melipat lengan di depan dada. "Kamu berendam saja dengan air hangat. Aku akan pergi sebentar ke apotek untuk membeli obat sakit kepala. Pasti setelah ini kamu akan merasa pusing karena efek dari obat perangsang." “Obat perangsang?” Yuan mengerutkan dahi ketika mendengar kalimat yang keluar dari bibir sang suami. “Hem, aku melihat Burhan memasukkan sesuatu ke dalam gelap kopi yang dia bawa, lalu menukarkannya dengan milikmu.” “Astaga! Bagaimana aku bisa tidak menya
Rian merasa sedang tertangkap basah. Dia menelan ludah kasar dan bersiap untuk mendapatkan caci maki dari sang istri. Rian hanya diam dan terus mengamati pergerakan Yuan selanjutnya. Akan tetapi, setelah menunggu selama beberapa detik, Yuan tidak lagi bergerak atau berbicara. Justru Yuan kembali mendengkur. Rian akhirnya bisa mengembuskan napas lega. "Ternyata cuma mengigau! Dasar!" Rian tersenyum kecut dan mulai merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Rian memiringkan tubuh dan menggunakan lengannya sebagai bantalan kepala. Lelaki itu menatap lembut sang istri. Rasa cintanya kepada Yuan semakin meledak-ledak karena sikap baik yang ditunjukkan olehnya hari ini. "Semoga ini pertanda baik. Tidurlah yang nyenyak, Sayang. Semoga besok tidak berubah pikiran, ya?" Rian tersenyum lembut, jemarinya membelai lembut puncak kepala Yuan, dan mulai memejamkan mata. Keduanya tidur bersebelahan tanpa ada kontak fisik. Rian berprinsip untuk tidak menyentuh Yuan dengan sengaja jika istrinya itu tidak
Setelah Yuan selesai mandi, kini giliran Rian untuk membersihkan diri. Begitu pintu kamar mandi tertutup, kaki Yuan seakan kehilangan tempatnya berpijak. Dia ambruk ke atas lantai karena kembali teringat kejadian beberapa waktu lalu. Perempuan itu sudah mengucapkan untuk berusaha membuka hati dan didengar langsung oleh Rian. Sekarang punggung Yuan bersandar pada salah satu sisi ranjang. Kakinya terus bergerak layaknya anak kecil yang sedang tantrum karena menginginkan sesuatu. Sesekali Yuan mengacak rambut frustrasi karena malu."Ah, anggap saja aku tidak mengatakan apa pun!" teriak Yuan sambil terus menggerakkan kaki secara tak beraturan.Yuan pun bergegas bangkit untuk menyiapkan pakaian Rian. Setelah selesai, dia langsung merias tipis wajahnya agar terlihat sedikit lebih segar dan tidak terlalu pucat. Tak lama berselang, Rian keluar dari kamar mandi.Yuan melongo melihat sang suami yang bertelanjang dada ketika keluar dari kamar mandi. K
"Mas, maaf mengganggu acara bulan madu kalian. Tapi ... sekarang ini bapak lagi dirawat di rumah sakit! Beliau terkena serangan jantung, Mas!" seru Riana di antara isak tangis.Kalimat yang keluar dari bibir Riana seakan membuat dunia Rian jungkir balik. Dia tidak mampu lagi mengucapkan kalimat lain. Lelaki itu hanya melongo karena masih belum percaya dengan apa yang diucapkan sang adik.Kesadaran serta kekuatan Rian baru bisa kembali ketika Yuan mengguncang lengannya. Rian menoleh ke arah sang istri dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Bibir Rian gemetar saat hendak menjawab pertanyaan Yuan."Ba-bapak masuk rumah sakit, Yuan.""Apa? Mana ponselnya, siapa yang menghubungi Mas Rian? Biar aku yang bicara!"Yuan mengambil alih ponsel Rian dari tangan sang suami. Ketika melirik layar ponsel yang menyala, tertulis nama Riana di sana. Yuan pun segera menempelkan benda pipih itu ke telinganya."Kamu lagi nggak bercanda, 'kan
Perempuan berambut pirang di depan Yuan menatapnya sinis. Dia mendekati Yuan, lalu mendorong bahunya. Rian pun berlari ke arah sang istri untuk mengajak Yuan pergi.Ketika Rian menarik lengan Yuan, perempuan itu mengibaskan lengannya. Yuan melipat lengan di depan dada sambil tersenyum sinis. Perempuan bule itu mengangkat lengan hendak menampar Yuan, tetapi dia bergegas menahan pergelangan tangannya."Hello, Miss. I heard everything clearly. May I help you solve your issues?" tanya Yuan sambil tersenyum miring.Perempuan itu mengibaskan lengannya seraya mengerutkan dahi karena mendengarkan ucapan Yuan yang dianggap omong kosong. Namun, Yuan dengan berani mengucapkan semua yang dia tahu dari percakapan sepasang kekasih itu."Kalian kehabisan uang, bukan? Tapi, lelaki bernama Mike ini malah menggunakan uang terakhir kalian untuk membeli tiket pesawat ke Surabaya." Yuan mengucapkan semuanya menggunakan bahasa Inggris.Mike dan kekas
"Bu, bangun!" seru Rian.Lelaki itu terus menepuk pelan pipi sang ibu. Namun, Drini tidak kunjung membuka mata. Mendengar teriakan sang kakak, akhirnya Riana pun terbangun.Riana perlahan beranjak dari sofa, kemudian berjalan mendekati sang kakak yang sedang menumpu tubuh ibunya. Riana mengambil minyak kayu putih dari atas meja, kemudian membuka tutupnya, dan membiarkan aroma terapi minyak tersebut dihirup oleh sang ibu.Drini perlahan menggeliat. Rian pun segera memindahkan sang ibu untuk berbaring di sebuah ranjang kosong khusus keluarga pasien. Rian dan Riana langsung mengembuskan napas lega ketika melihat Drini terbangun."Syukurlah, Bu. Ibu bikin kami panik!" Riana mengecup punggung tangan Drini seraya membuang napas lega."Sekarang ibu istirahat. Jangan memaksakan diri. Kita harus yakin kalau masa kritis bapak akan segera terlewati." Rian menutup tubuh ibunya menggunakan selimut sambil berusaha tersenyum lembut.
Anton menatap serius Rian yang ekspresi wajahnya tidak tertebak. Lelaki itu mencoba menebak apa syarat yang diajukan oleh sang putra. Anton berpikir jauh, mengingat Rian adalah putra yang suka membangkang."Bapak harus semangat sehat. Jangan bandel, turuti semua yang dikatakan dokter, cukup istirahat, dan ...." Rian menghitung jemarinya ketika mengucap itu semua.Belum selesai sang putra mengoceh, Anton tertawa kecil. Rian pun mengerutkan dahi ketika mendengar sang ayah terkekeh. Anton mengangkat tangannya yang sedikit gemetar untuk menepuk bahu sang putra."Kamu tenang saja. Bapak nggak akan mati sebelum kamu benar-benar jadi anak yang penurut.""Ooo ... jadi, Bapak mau aku ini jadi manusia pembangkang yang selalu bikin pusing biar nggak mati? Oke, kalau itu mau Bapak!" Rian melipat lengan di depan dada sambil menyipitkan matanya."Ya, nggak gitu juga konsepnya, wahai Kisanak!"Ayah dan anak itu akhirnya tertawa terb