Jack meminta staf toko untuk memasukkan semua pakaian Sofia ke dalam bagasi mobilnya.
Sepanjang perjalanan keduanya lebih banyak diam. Sofia hanya bengong menatap Jack saat pria itu menurunkan semua tumpukan kotak berisi pakaian Sofia tepat di depan pintu masuk rumahnya. "Ingat, mulai sekarang jangan pakai baju lama mu saat kita bersama." Selesai bicara Jack berlalu pergi. Meninggalkan Sofia yang tertegun menyaksikan kepergian pria itu. Sofia akhirnya memasukkan tumpukan kotak ke dalam rumah. Ia menatap ngeri saat melihat nominal setiap harga pakaian. Sofia bangkit perlahan dari tempat duduknya dan mengemasi pakaian ke dalam lemari. Hari ini toko tidak seramai hari-hari biasanya. Sofia merapikan etalase makanan ringan saat terdengar suara pintu masuk terbuka. "Selamat malam," sapa Sofia menoleh pada wanita tua yang berdiri di depan rak obat-obatan. Sofia menghampiri saat wanita itu memijat kepalanya. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" Wanita itu tersenyum. "Aku sakit kepala setelah pergi ke sebuah pesta. Aku butuh pereda nyeri untuk mengurangi sakit kepalaku." Sofia mengambil sebuah obat. Membacakan dosis beserta petunjuk pemakaian. Setelahnya ia mengambil sebotol air mineral. "Kau cantik sekali, Nona. Dan juga sabar. Aku tak pernah melihat mu di sini." Wanita tua itu memperhatikan Sofia yang membantu membuka botol air minum. "Saya masih baru bekerja di sini, Nyonya. Anda akan menemukan saya di setiap sif malam." "Mengapa harus begitu?" "Jadwal yang tersisa di lowongan pekerjaan hanya sif malam." Wanita tua itu mengangguk. "Kau belum menikah?" Sofia menunduk dengan sedih. Tapi ia harus bersikap profesional karena saat ini ia sedang bekerja. Jadi ia menunjukkan senyum saat berkata. "Sudah, Nyonya." "Suami dan anakmu tak keberatan jika kamu meninggalkan mereka setiap malam?" "Mereka tak bersamaku," gumam Sofia lirih. Wanita itu tampaknya paham. Ia mengeluarkan kartu nama dari dalam dompetnya. "Jika kau membutuhkan pekerjaan lain di siang hari, kau bisa menghubungiku." Sofia membaca sekilas. Amelia Warren. Pemilik sebuah butik di pusat kota. "Terima kasih Nyonya. Saya akan menghubungi anda dalam waktu dekat." "Baiklah, aku senang mendengarnya. Kau pekerja yang baik. Memiliki karyawan sepertimu pasti sangat menyenangkan." Usai membayar, Amelia segera berlalu pergi. Sofia mencatat nama Amelia Warren ke dalam ponselnya. Ia berpikir jika suatu hari ia pasti akan membutuhkannya. Upacara pernikahan dilangsungkan di rumah Jack Alistair. Sebuah rumah berukuran besar bergaya modern minimalis. Rumah dengan dominasi putih, abu dan hitam terkesan luas dan bersih. Di belakang rumah terdapat kolam renang dan taman yang dipergunakan untuk upacara pernikahan saat ini. Tak banyak undangan yang hadir. Hanya beberapa rekan bisnis dan bawahan Jack. Jack menunggu pengantin wanita yang tengah dirias. Jack Alistair tampil memukau dengan mengenakan setelan jas putih slim fit dengan model doubel breasted yang mengesankan klasik. Musik khas pernikahan mengalun. Semua yang hadir menoleh ke arah pintu samping taman. Tak lama muncul Sofia dalam balutan gaun pengantin dengan model fit di bagian atas tubuh dan melebar secara lembut dari pinggang ke bawah. Bahan satin yang klasik dan sederhana mampu menonjolkan bentuk tubuh ramping Sofia. Jack Alistair terpana sesaat. Tak menyangka Sofia bisa tampil dengan sangat cantik. Sofia tersenyum tipis. Dengan anggun dan tanpa didampingi siapapun ia berjalan menuju altar sederhana dimana Jack telah menunggunya. Pemuka agama memulai upacara. Jack tampak berdiri kaku. Tak ada senyuman saat ia harus mengucapkan janji pernikahan. Sebuah memori kelam menyeruak dalam ingatan. Sebuah janji yang sama pernah diucapkannya dulu bersama Paris Kennedy. Tapi janji hanyalah sebatas ucapan yang tidak setiap orang berkomitmen untuk menjalankannya. Tak terkecuali dengan Paris. "Di hadapan Tuhan dan para saksi, saya menyatakan kalian telah menjadi pasangan suami istri. Silahkan mencium mempelai wanita." Jack ragu sesaat kala dengan perlahan mencium bibir Sofia sekilas. Sofia tersenyum canggung. Dadanya tiba-tiba saja berdegup kencang saat Jack menciumnya. Ia memang janda Storm Walker. Tapi tidak ada yang tahu jika Storm tak pernah sudi mencium istrinya yang dianggap lusuh. Para undangan sibuk dengan sajian makanan sementara Jack sesekali menghampiri tamu tanpa sekalipun memperdulikan Sofia yang duduk dengan tenang di sudut taman. Tak ada yang memperhatikan kejanggalan di antara keduanya hingga usai acara. Sofia masuk ke dalam kamar tamu dan berganti pakaian. Hari sudah menjelang sore. Sofia bersiap untuk pergi bekerja. "Kau mau kemana?" tanya Jack tajam menyadari Sofia telah memakai seragam toko dan bersiap pergi. "Satu jam lagi giliran sif malam. Aku harus berangkat sekarang." "Bisa kau bayangkan seorang istri presdir bekerja sebagai pelayan toko? Apa kata orang yang mengenalimu nanti?" Sofia terpaku sejenak. Pernikahan di antara dirinya dan Jack hanyalah formalitas di atas kertas. Sofia akan tetap bekerja untuk kepentingannya nanti saat tak lagi berstatus istri Jack Alistair. Ia akan hidup mandiri bersama Jacob dan pastinya itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. "Aku harus tetap bekerja, Jack. Pernikahan kita hanya berlangsung beberapa bulan, setelah itu kita akan berpisah. Aku harus mengumpulkan uang mulai dari sekarang." "Kau butuh uang?" Jack mengambil dompet dari saku celananya dan mengambil satu kartu debit dan melemparnya ke depan Sofia, "selama berstatus menjadi istriku kau akan mendapat jatah bulanan. Nominalnya ku jamin setara dengan gajimu selama setahun sebagai pelayan toko." Ucapan Jack penuh penekanan. Wajahnya penuh ejekan saat berbalik pergi. Sofia menghela nafas panjang. Seperti inilah perlakuan yang akan diterimanya selama menjadi istri kontrak Jack Alistair. Tapi demi Jacob, ia akan bertahan.Menjelang dini hari saat ketiganya tiba di rumah. Dengan hati-hati Sofia meletakkan tubuh mungil putranya di ranjang bayi. Jacob tampak tertidur pulas. Jack berdiri di belakangnya. "Tidurlah, aku akan menjaganya," ucap Jack setengah berbisik. Sofia menggeleng. "Tidak, Jack. Besok pagi kau harus berangkat kerja.""Tak apa. Jam tidurku pendek." Jack berjalan menuju sofa dan meletakkan mantelnya, "istirahatlah, Sofia. Kau terlihat lelah."Sofia menuruti permintaan Jack, ia akhirnya menuju kamar tidurnya. Lelah dan kepanikan yang mendera membuat tubuhnya terasa lemah. Dengan cepat ia segera tertidur. Sofia terbangun saat sinar matahari masuk dari sela-sela tirai jendela kamarnya. Ia bergegas bangun ketika teringat kejadian semalam. Ia melupakan Jack yang telah menjaga Jacob untuknya. Sofia membuka pintu kamar tidur yang ditempati Jacob. Jack tampak tidur meringkuk karena ukuran sofa yang mungil. Tidak sebanding dengan tubuh tinggi pria itu.Jacob masih terlelap dalam tidurnya. Sofia de
Siang itu, gedung perusahaan Lion Corp terasa sibuk seperti biasa. Para staf lalu-lalang dengan berkas di tangan, namun suasana di lantai eksekutif terasa berbeda. Pintu ruang CEO tertutup rapat, hanya Marcus yang keluar masuk dengan wajah serius.Di dalam, Jack duduk di belakang meja kerjanya yang besar, menatap layar laptop penuh dokumen hasil penyelidikan. Marcus berdiri di sampingnya, menaruh map cokelat di atas meja.“Ini salinan fisik, lebih aman. Saya sudah pastikan semua jalur investigasi bersih. Tidak ada yang bisa menelusuri balik ke kita,” kata Marcus pelan.Jack membuka map itu. Di dalamnya ada foto-foto, salinan kontrak ilegal, bahkan rekaman pertemuan suami Hannah, Charles dengan pihak asing. Jack menyipitkan mata, bibirnya menegang.“Dia benar-benar bodoh,” gumam Jack dingin. “mempertaruhkan nama besar keluarga Walker hanya demi keuntungan pribadi.”Marcus mencondongkan tubuh sedikit. “Kalau informasi ini jatuh ke tangan media, perusahaan milik keluarga Walker akan baba
Sofia tidak segera masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan ke kamar Jacob dan berdiri di pinggiran ranjang bayi. Menatap dengan penuh sayang wajah putranya yang tidur dengan tenang. Kemudian kilasan kejadian sesaat tadi muncul tiba-tiba. Masih terasa sentuhan Jack dan ciuman panas pria itu di seluruh tubuhnya. Sofia memejamkan mata. Ini pertama kali dalam hidupnya ia merasakan sensasi yang luar biasa dalam tubuhnya. Jack pria yang adil, ia tidak hanya memuaskan dirinya sendiri, tapi juga memberi Sofia kenikmatan seperti yang dirasakan nya. Tangan Sofia mencengkeram dengan kuat pinggiran ranjang. Sofia tidak sepenuhnya bisa menikmati permainan Jack karena hatinya sedikit khawatir. Tentang hari selanjutnya. Bagaimana jika ia terhanyut lebih jauh dan menginginkan lebih dari hubungan di ranjang? Tidak! Itu tak boleh terjadi. Ia harus bisa menekan perasaannya. Sofia berbaring di atas sofa, berusaha tidur meski bayangan wajah Jack terlalu lekat muncul di kepalanya. Keesokan pagi, So
"Bercinta itu melakukan hubungan seks dengan keintiman emosional dengan pasangan." Jack menatap Sofia penuh rasa ingin tahu. Sofia menelan ludah dengan gugup. Ia menggeleng samar. "Kurasa itu tidak terjadi antara aku dan Storm.""Oh ya?"Sofia menundukkan pandangan. "Storm hanya melakukan apa yang diinginkan Albert, membuatku hamil."Jack terdiam sesaat. "Dan apakah kau menikmatinya?" tanyanya kemudian. Sofia memandang Jack, wajahnya pasti memerah saat ini, pertanyaan yang sangat intim itu membuatnya kebingungan. Tapi apa gunanya ia berbohong? Sofia menggeleng pelan. "Selalu sakit," jawabnya lirih hampir mirip bisikan. "Kau tidak menginginkannya?"Sofia mengangkat bahu. "Aku tak tahu, dari awal aku tahu Storm tak pernah menyukaiku. Kurasa dia melakukannya hanya saat mabuk saja. Dia bahkan tak perlu bersusah payah membuka pakaian." Sofia tersenyum getir, "jadi jika kau bertanya apakah aku menginginkannya atau tidak, saat itu mungkin aku berharap perlakuan Storm padaku sedikit lebih
Rumah besar itu hening saat mereka masuk. Anne telah menyiapkan makan malam di meja makan. Sofia menggendong Jacob yang tertidur pulas sementara Jack mendorong stroller berisi barang milik Jacob. "Aku akan membawa Jacob ke kamar tidur," ucap Sofia hampir berbisik. "Baiklah, kutunggu di ruang makan." Jack berjalan ke ruang makan sementara Sofia menaiki tangga menuju kamar tidur bayi. Beberapa menit kemudian, setelah menidurkan Jacob di ranjang kecilnya, Sofia keluar kamar. Ia menutup pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara. Ketika berbalik, ia terkejut menyadari Jack berdiri di lorong, hanya beberapa langkah darinya.Cahaya lampu dinding memantul di wajah Jack, menegaskan rahangnya yang tegas. Ia membawa stroller yang telah terlipat rapi dan tas berisi kebutuhan Jacob. Sejenak keduanya bertatapan. “Kau sudah menidurkannya?” tanya Jack, suaranya rendah.Sofia mengangguk. “Ya. Dia tidur nyenyak sekali setelah seharian di taman.”Jack bergerak masuk ke dalam kamar bayi dan meleta
Hari itu langit New York biru terang, awan tipis bergulir pelan di atas gedung-gedung tinggi. Jalanan masih ramai, tapi begitu memasuki Central Park, hiruk pikuk kota seolah mereda. Udara segar bercampur dengan aroma kopi dari kios kecil di tepi jalan setapak.Jack jarang sekali mengambil libur, namun pagi ini ia benar-benar menyingkirkan jadwal kantor. Mengenakan sweater navy sederhana dan syal tipis, ia mendorong stroller Ethan dengan langkah tenang. Sementara Sofia berjalan di sampingnya, mantel coklat menutupi tubuhnya dari angin musim semi yang agak dingin.Jacob tampak riang. Tangannya teracung-acung ketika seekor anjing melintas dengan tuannya.“Dia tampak senang sekali.” Sofia tersenyum kecil, menunduk melihat putranya menepuk-nepuk mainan kecil di stroller.Jack melirik, lalu mengangguk. “Sepertinya ia jarang berada di luar luar rumah.” Ada nada lembut yang tidak pernah didengar Sofia keluar dari mulut pria itu.Mereka berhenti di dekat danau kecil, tempat banyak orang duduk