Share

TIDAK MEMILIKI HAK

Author: Taurus Di
last update Last Updated: 2021-08-09 12:31:53

ENAM BULAN SEBELUMNYA di RUMAH DUKA

Gigi Rose bergemeletuk melihat pria yang berdiri beberapa meter di hadapannya. Laki-laki berwajah tampan penuh kharismatik, dengan mata yang sebiru lautan dan dihiasi bulu mata yang tebal, saat ini berdiri angkuh menjulang tinggi menatap tajam ke arahnya.

  "Berani-beraninya dia menampakkan batang hidung di tempat ini." batin Rose penuh kebencian.

Kuku-kuku jari Rose yang pendek terbenam keras di tangannya, menggali semakin dalam menusuk ke dalam kulit. Wanita itu sedemikian rupa berusaha menahan emosi yang hendak meluap keluar, ketika pria tak diinginkan itu datang di pemakaman adiknya.

Hampir saja Rose berteriak mengusir pria yang sudah menyakiti Ruby hingga akhir hayatnya. Ingin sekali dia mengatakan pada semua orang agar mereka tahu seperti apakah pria tampan yang begitu dipuja bahkan sangat disegani.

Rahang Rose semakin mengeras ketika pria itu menghampiri dirinya. Secara spontan dia menarik bocah kecil berusia lima tahun untuk berdiri di belakangnya. Tak akan dibiarkan pria brengsek itu menyentuh bocah itu seujung jari pun.

"Rose, aku turut berduka." Suara dalam itu terdengar bersimpati, tetapi tidak bagi Rose.  

Raut wajah lelaki itu kelihatan mendung dengan kepala yang sedikit menunduk menunjukan dengan jelas rasa duka yang dalam akibat kepergian Ruby. Namun, hal itu tak juga menggerakkan hati Rose yang lembut untuk mempercayainya. Bagi Rose, pria itu adalah penipu paling ulung di dunia ini. 

"Buang topengmu dan pergilah dari tempat ini, Robert Miller," desis Rose penuh kebencian.

Robert Miller terpana dengan kata-kata tajam yang keluar dari sosok lembut dan rapuh di hadapannya. Dia tidak percaya jika kalimat kasar itu bisa meluncur keluar dari seorang wanita baik seperti Rose. Raut wajah wanita itu memerah dengan tatapan penuh kebencian.

"Kau marah, aku mengerti. Tapi jangan harap aku pergi tanpa anakku." Ucapan tegas dengan suara rendah Robert membuat Rose tercengang.

"Anakmu? Sejak kapan kau memiliki anak?" Rose dengan sinis menatap tajam ke arah Robert.

"Rose." Robert menggeram  tertahan. 

Robert menghela napas perlahan mengingat bukan waktu yang tepat bagi dirinya untuk bertindak keras saat ini. Rumah duka dipenuhi banyak tamu yang datang untuk bersimpati sebagai penghormatan terakhir. 

Dia tidak dapat memaksakan kemauannya begitu saja dan membuat onar, karena bagaimanapun juga citra dirinya sebagai dokter ternama yang selalu muncul dalam acara kesehatan di televisi dan juga simbol wajah dari rumah sakit, tidak boleh tercoreng. Robert memilih untuk diam dan mengalah saat ini.

"Kenzie, Daddy akan kembali lagi untukmu." Robert memiringkan tubuhnya menatap bocah kecil yang bersembunyi di balik punggung Rose.

"Tidak! Kau tidak akan pernah kembali lagi karena dirimu tidak memiliki hak sedikit pun akan Kenzie." Rose mendesis penuh emosi ke arah Robert.

Dokter tampan itu hanya memberikan tatapan dingin dengan ekspresi angkuhnya ke arah Rose. Ingin sekali dia menyeret wanita itu kemudian membungkam mulut tajamnya dengan kain kasa, membebat bagai seorang mummy agar bibir itu tak bisa lagi meremehkan dirinya.

Robert memilih untuk menjauh, dia duduk di tengah ruangan di mana matanya bisa leluasa menatap secara langsung ke arah Rose. Sikap provokasi yang ditunjukkan Rose membangkitkan gejolak dalam diri Robert untuk membuat wanita itu meregang nyawa dan berlutut memohon ampun padanya.

Pandangan Robert beralih ke arah bocah cilik yang berwajah sangat pucat. Bocah tampan dengan gen keluarga Miller yang tak pernah dia akui sebelumnya. Mata polos itu begitu sembab membuat hati keras Robert menjadi luluh.

  

    "Tidak aku sangka Ruby akan benar-benar melahirkan anak itu tanpa seijinku." ujar Robert dalam hati.

Masih jelas dalam ingatan Robert ketika dia mencurigai Rubby sengaja mengandung dan meminta pertanggung jawabannya. Ruby adalah salah satu kekasih yang menjadi favorit Robert ketika dia belum menekuni dunia spesialis kedokteran.

Kehamilan Ruby membuatnya marah, bagaimana mungkin seorang calon perawat tidak bisa menjaga diri untuk melakukan pencegahan kehamilan, sementara Robert begitu mempercayai wanita itu hingga tidak pernah menggunakan pelindung ketika mereka berhubungan.

"Ayah!" teriakan melengking dan tangisan pilu yang keluar dari bibir Kenzie menggugah lamunan Robert. 

Matanya tertuju pada sosok pria yang dipanggil ayah oleh Kenzie. Dia bisa melihat bagaimana anaknya menangis dan memeluk pria itu dengan sangat erat. Ada rasa tak nyaman dalam dadanya ketika melihat anak kandungnya lebih akrab dengan pria lain.

"Robert, kau … datang?" 

Robert mengalihkan pandangannya ke arah suara lembut yang menyapanya. 

"Jasmine," sapanya balik pada adik kandung yang baru saja datang.

"Aku senang kau mau datang, Robert." Perkataan tulus Jasmine membuat kekesalan hatinya akibat sikap Rose yang angkuh, sedikit mereda.

"Setidaknya aku harus datang, bukan?" Ucapan acuhnya berbanding terbalik dengan penyesalan dalam hati Robert. 

Tangan Robert masuk ke dalam saku jas biru dongker yang dia kenakan. Dalam saku itu, dia meremas sebuah surat yang baru saja didapatkan dari laboratorium. Sebuah bukti yang sudah sejak lama dia acuhkan jika Kenzie benar-benar anak kandungnya.

Bukti yang terlambat dia percayai, di saat Ruby sudah pergi sebelum bisa menyumpahi dirinya. Robert tersenyum getir dalam hatinya, membayangkan Ruby saat ini menatapnya marah bahkan mungkin mencaci maki dirinya.

Bukan perlindungan yang dia berikan di saat Ruby hamil melainkan penghinaan. Jika saja orang lain tahu, apakah mereka masih akan memberikan gelar dokter terhormat pada dirinya?

"Kau baik-baik saja melihat Conrad begitu akrab dengan anak Ruby?" Robert melirik ke arah Jasmine sepintas dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

"Apa kau lupa jika anak Ruby adalah anakmu juga? Kenapa aku harus merasa tidak nyaman akan hal itu?" Jawaban bijaksana Jasmine membuat Robert merasa tersindir.

"Bukankah Ruby adalah mantan kekasih Conrad suamimu, bagaimana jika tiba-tiba keakrabannya dengan Kenzie membuat Conrad menjadi dekat dengan Rose?" Kali ini Robert menatap tajam adiknya.

"Kakak!" Jasmine menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Robert. "Aku tidak percaya kau adalah kakak kandungku," desis Jasmine geram.

"Well … tak dapat kau pungkiri jika aku adalah kakak kandungmu, bukan? Berkat diriku pula Conrad akhirnya berpisah dengan Ruby, sehingga kau bisa mendapatkan pria itu," seringai licik di wajah Robert membuat Jasmine menjadi sangat marah. 

"Dari awal aku tekanan pada dirimu jika aku ingin persaingan yang adil! Aku tidak pernah meminta bantuan apapun darimu!" Jasmine menekan suaranya serendah mungkin agar tak seorang pun bisa mendengar perdebatan di antara mereka.

Dia menatap ke arah kakak yang sangat disayanginya, saudara yang seringkali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nalar seorang wanita lembut seperti Jasmine.

"Katakan padaku, apakah kau benar-benar tidak pernah mencintai Rubby? Apa kau sengaja merusak sahabatku dan menghancurkan cita-citanya menjadi perawat?" 

Pertanyaan Jasmine seketika menjadi tamparan yang sangat kuat bagi Robert. Sederetan peristiwa masa lalu berkelebat dalam benaknya. Manisnya cinta dan pahitnya pengkhianatan berbaur menjadi satu.

"Cinta? Heh! Jangan pernah mengajari aku tentang cinta, karena ketulusan cinta itu hanya nol koma nol satu persen di dunia ini." sahut Robert dengan dingin. 

Novel ini adalah sequel dari Novel DIA ANAKKU

silahkan follow AUTHOR @taurusdi_author untuk karya lainn ya

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Siska Malesi
ini kisah nya kakaknya Frances ya..cerita kelanjutan hbs baca Enrico yg mn y aq bingung urutan nya
goodnovel comment avatar
Andayani
ohh Rubi mninggal
goodnovel comment avatar
Edmapa Michael Pan
ceritanya bagus lo ayooo baca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Kasih Sayang Keluarga

    “Mommy! Cereal Kenzie ditumpahin sama adik." Kenzie berteriak manja menunjukan pada tumpahan susu di kaosnya."Ivy, yuk tidak boleh ambil punya kakak ya. Ivy kan sudah punya sendiri." Rose meletakkan sutil dan segera menghampiri kedua anaknya."Biar saya saja yang membersihkan, Nyonya." Wanita pengasuh segera datang dengan membawa lap basah."Iya, tolong ya." Rose mengangkat bayi perempuannya yang sedang asyik menghisap sendok plastik di mulutnya."Au … am … am …," celoteh Ivy yang hari ini genap berusia satu tahun."Ivy mau makan cereal punya, Kakak?" Rose menduga-duga keinginan anak bungsunya itu."Kenzie masih lapar," rajuk si sulung dengan manja."Cereal lagi?" Pertanyaan Rose dijawab dengan gelengan oleh Kenzie."Mau kaya punya daddy." Kenzie menunjuk pada seiring toast dan omelet."Okay, Mommy buatkan dulu ya. Ivy mau? Omelette juga ya seperti Daddy dan kakak?" Rose mencium pi

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Cemburu

    "Mommy …." Kenzie berlari menghampiri Rose yang sedang duduk santai di balkon apartemen."Hey, Sayang." Rose memeluk dan mencium pucuk kepala Kenzie. "Sudah puas bermain di taman?"Kenzie mengangguk menjawab pertanyaan Rose. Bocah kecil yang kini berusia lima tahun itu tampak semakin tinggi dan pintar. Dia mencium perut Rose yang kini sudah semakin membesar."Berapa usia adik, sekarang Mom?" Pertanyaan yang tak pernah bosan diucapkan setiap harinya."Tujuh bulan dua puluh hari, Kakak." Rose tersenyum geli merasakan tangan mungil Kenzie membelai perutnya."Ah, sebentar lagi ya." Kenzie mencium perut Rose. "Adik Sayang, kakak tunggu ya. Nanti kalau sudah lahir, kita bermain bola dan kadang-kadang main boneka deh.""Kalau adik lahir Kakak harus jadi bodyguard ya." Rose membelai rambut si sulung penuh kasih. "Selalu menjadi panutan dan menjaga adik ya."Mata Kenzie berbinar, dia sangat senang ketika mendapatkan tanggung jawab

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Seminggu Berpuasa

    "Rose … please." Robert merajuk manja pada istrinya. "Tidak mau." "Please sudah hampir satu minggu juniorku terlantar." Robert menunduk sedih. "Tamu bulananku belum bersih." Rose mengacuhkan Robert yang terus merayu dengan membaca beberapa buku tentang perekonomian. "Benarkah?" Suara Robert terdengar lemah. "Kalau begitu aku peluk-peluk saja ya …." Semenjak sebulan lalu Robert kembali normal, dia tidak pernah berhenti untuk menyiksa Rose dalam permainan ranjang. Pria itu seakan memiliki ekstra gairah yang tak pernah padam, membuat Rose tak bisa melakukan apapun lagi, selain bercinta. Proses Menstruasi yang seringkali menjadi derita bagi setiap wanita, berbeda dengan Rose. Kedatangan tamu bulanan itu menjadi momen berkah bagi dirinya. Dia bisa berhenti sejenak dari pagi, siang dan malam yang membara. Rose sangat menyukai kegiatan tersebut, kemesraan di antara dirinya dan Robert. Hanya saja dia ingin rutinitas s

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Tamparan

    Rose terkejut mendengar ucapan seorang dokter wanita yang baru saja keluar dari dalam ruang operasi. Tidak dia temukan sedikit pun kebohongan di wajah cantik tersebut. Bahkan, wajah wanita tersebut terlihat memerah dengan mata yang berkaca-kaca."Komplikasi? Maksudnya? Apa sesuatu yang buruk terjadi?" tanya Rose berusaha untuk bersikap tenang."Iya sesuatu terjadi di meja operasi."Rose menatap raut wajah dokter wanita tersebut, dia menanti agar dokter tersebut menyelesaikan penjelasannya. Melihat dokter wanita itu diam saja, Rose menjadi lebih pusing dan kesal karena penasaran."Apa yang terjadi dengan suamiku?" jelas terlihat kepanikan di nada bicara Rose."Duduklah dengan tenang, Nyonya Miller." Wanita itu membawa Rose duduk di sebuah bangku panjang. "Bagaimana kau bisa menghadapi semua ini?""Menghadapi apa?" Rose menatap wanita di depannya dengan heran. Dia juga mengalihkan pandangannya ke arah pintu di ruang operasi. Rasa p

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Jamu dan pelepasan benih

    Rose duduk dengan gelisah di depan ruang operasi. Dia tahu seharusnya dirinya tidak perlu khawatir, tetapi kegelisahan itu tidak dapat dikendalikannya. Wanita itu tak hentinya memanjakan doa agar operasi berjalan lancar.Teringat di benaknya peristiwa beberapa hari yang lalu, ketika mereka semua berkumpul di kediaman keluarga Miller. Jelas terlihat kebahagian di wajah keluarga tersebut ketika melihat dirinya semakin mesra dengan Robert, putra pertama keluarga tersebut.Namun, Rose kembali dikejutkan dengan hal yang tidak dia ketahui. Rahasia Robert yang membuat seluruh keluarga itu terperanjat. Alasan dari lelaki itu menjalani operasi hari ini."Jadi bagaimana, apakah kalian sudah merencanakan kapan Kenzie akan memiliki adik?" Pertanyaan Michael kala itu membuat Rose sedikit cemas."Ah, Daddy aku belum puas menjalankan bulan madu dengan Rose," keluh Robert dengan membelai rambut Rose yang berbaring di bahunya."Belum puas bagaimana, kalian sudah me

  • Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar   Tiga hari saja

    Rose terbangun dalam pelukan Robert. Matanya mengerjap perlahan, menunduk menatap tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Kehangatan di punggung telanjangnya yang menempel rapat pada dada Robert, memberinya kesadaran jika semua itu bukan mimpi.Ingatan Rose berselancar pada kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Merasa malu pada desahan yang lolos begitu saja dari bibirnya, tanpa bisa dikendalikan. Semalaman mereka habiskan dalam kemesraan, hanya jedah sesaat untuk menikmati makan malam."Apakah ini artinya aku sudah menjadi istri yang sesungguhnya?" bisik Rose lirih.Jarum jam weker berbunyi menandakan waktu bagi Robert untuk bersiap bekerja. Rose berusaha menjangkau weker untuk mematikan bunyi nyaringnya, tetapi tangan Robert membuat gerakannya terhambat. Wanita itu tidak dapat bergerak leluasa akibat tekanan kuat di pinggangnya."Robert … waktunya bangun." Bisikan Rose terabaikan."Robert." Rose berputar membalikan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status