Sarapan pagi ini di meja makan terasa hening. Wajah datar Rayden membuat Naya tidak bisa menikmati makanannya dengan fokus. Apalagi pandangan Nyonya Dena yang terus memandang Naya dengan lekat. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, yang jelas dia pasti memikirkan bagaimana mereka malam tadi.
"Besok Mama akan ke Jerman." Nyonya Dena mulai membuka percakapan setelah sejak tadi mereka hanya bisa terdiam.Rayden dan Naya langsung menoleh pada wanita itu. Ucapan Nyonya Dena terasa seperti sebuah peringatan jika ujian pernikahan ini akan segera dimulai. Baik bagi Rayden tapi tidak untuk Naya."Mama mau melihat Nenek?" tanya Rayden. Suara denting sendok dan piring yang beradu membuat Naya mengerjapkan matanya sekilas."Ya, Nenekmu sedang sakit saat ini. Kamu sudah ada Naya yang mengurus, jadi Mama akan pergi kesana," jawab Nyonya Dena.Rayden hanya bisa tersenyum tipis saja. Perkataan Nyonya Dena terasa begitu menyakitkan telinga. Apa ibunya berpikir jika Rayden tidak bisa mengurus diri sendiri? Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh istri jalang nya ini selain hanya untuk menghabiskan harta mereka."Mama berharap jika kalian bisa sama-sama saling menerima," Nyonya Dena berucap sembari memandang Naya dan Rayden bergantian. Dia berharap dengan kepergiannya ini, Rayden bisa menerima Naya dan memperlakukan gadis itu tanpa malu. Begitu pula dengan Naya, dia beranggapan jika Naya pasti sungkan untuk melakukan tugasnya sebagai istri.Jadi keputusan ini yang di ambil Nyonya Dena. Keluarga Bagaspati harus bisa memiliki keturunan. Biarpun itu dari Naya, tak masalah asalkan Rayden bisa sembuh."Terserah Mama saja," jawab Rayden dengan pasrah. Dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruang makan itu. Meninggalkan Naya dan Nyonya Dena hanya berdua.Nyonya Dena terlihat menghela nafas, dia kembali memandang Naya ketika Rayden sudah pergi. "Kamu harus bertahan dengan sikap Rayden, dia pasti belum menyentuhmu sama sekali bukan?" tanya Nyonya Dena.Naya mengangguk pelan, bagaimana mungkin pria itu mau menyentuhnya, bahkan mereka tidur saja tidak satu tempat. Rayden sangat membatasi interaksi diantara mereka. Meski pria itu tidak bersikap kasar, tapi perlakuan Rayden yang dingin sudah bisa membuat Naya menebak jika pria itu begitu jijik padanya."Aku memberimu waktu selama enam bulan," ucap Nyonya Dena.Naya masih terdiam, dia hanya mengerjapkan matanya sekilas mendengar ucapan Nyonya Dena."Jika sampai selama itu kamu tidak bisa membuat Rayden menyentuhmu, ataupun kamu yang gagal membuat Rayden bergairah, maka kamu boleh pergi," Nyonya Dena berkata begitu serius. Membuat jantung Naya terasa bergemuruh sekarang."Tapi jika kamu bisa membuat dia sembuh dan mengandung, maka aku akan memberikan hadiah yang besar untukmu," ucap Nyonya Dena kembali."Hadiah?" gumam Naya.Nyonya Dena mengangguk pelan, tatapan itu masih terus memandang Naya dengan lekat, "berapapun yang kamu minta, pasti akan aku berikan," jawab Nyonya Dena.Naya langsung tersenyum miris mendengar itu. Tawaran itu terasa menyakiti hatinya. Meski dia tahu Nyonya Dena pasti menganggap dia hanya seorang jalang yang bisa di sewa. Tapi kenapa kali ini Naya merasa sedih. Dia berpikir dia menikah seperti orang-orang yang lain. Memiliki mertua dan rumah untuk tempat tinggal. Tapi ternyata Naya salah, bukan hanya harus mencari simpati Rayden, tapi dia juga hanya di anggap sebagai istri sewaan oleh wanita ini."Untuk enam bulan saya titip Rayden padamu, buat dia tenang dan bantu dia untuk sembuh. Jika kamu menyerah sebelum waktu yang aku tentukan, maka aku akan mengembalikan mu ke jalanan itu," ucap Nyonya Dena, terdengar seperti sebuah ancaman.Naya langsung mengangguk patuh, apalagi yang bisa dia lakukan sekarang. Terlunta-lunta di jalanan juga bukan hal yang bagus. Tidak apa-apa di anggap wanita sewaan oleh mertua sendiri, tidak apa-apa dibenci oleh suami sendiri. Jika Naya bisa bertahan dan mendapatkan uang yang banyak, maka dia akan kembali. Kembali dan merebut semua hak milik ibunya yang berhasil direbut oleh ibu tiri Naya.Biar dia berjuang seperti ini, menjadi seorang wanita jalang untuk suaminya sendiri. Daripada harus menjadi jalang untuk Alex dan pria hidung belang lainnya.Naya tidak boleh lemah, dia harus berusaha agar semua bisa kembali. Meski sulit, tapi mungkin inilah jalannya.Sementara disebalik dinding, Rayden berdiri dengan tangan yang terkepal erat. Dia mendengar semua percakapan ibunya. Sudah jelas jika Naya memang ada disini karena uang. Hal itu membuat Rayden semakin tidak menyukai Naya.Lihat saja apa yang akan dia lakukan ketika Nyonya Dena sudah pergi nanti. Naya akan tahu bagaimana seorang Rayden Bagaspati yang sesungguhnya. Dia bukan seperti Alex yang mau menampung semua wanita. Tidak, tidak akan Rayden biarkan.…Hari sudah malam ketika Naya baru masuk kedalam kamar. Rayden sampai sekarang belum kembali. Naya tidak tahu kemana pria itu pergi dan apa saja kegiatannya.Naya hanya tahu dia harus tetap berada dirumah ini dan memikirkan cara bagaimana untuk membuat suami dudanya itu sembuh.Tidak ada yang tahu, jika sampai sekarang Naya masih terus menjaga kesucian tubuhnya. Tidak ada yang tahu bagaimana dia berjuang dari kegilaan Alex yang selalu saja ingin meminta hal itu padanya. Apalagi dengan orang-orang yang datang ke club' malam dan ingin membeli dia. Naya masih terus memperjuangkan harta berharganya. Meski dia sudah di cap sebagai wanita malam, tapi sampai saat ini dia masih bisa menjaga kehormatannya.Dia berhasil lari dari kejaran Alex malam itu, tapi sialnya dia malah terperangkap di dalam rumah ini. Rumah yang memberikan dia kemewahan tapi sayang dirumah ini Naya semakin mendapatkan tekanan batin yang begitu kuat."Aku harus bertahan, tidak boleh lemah," gumamnya seorang diri.Suara pintu yang terbuka membuat Naya menoleh. Rayden, pria itu baru saja masuk. Wajahnya datar seperti biasa. Bahkan dia hanya memandang dingin pada Naya."Saya sudah menyiapkan air hangat untuk Tuan mandi," ucap Naya.Rayden hanya diam, dia mulai membuka dasi yang terasa melilit lehernya. Namun, dia terkesiap saat Naya mendekat kearahnya."Mau apa kau?" tanya Rayden. Pandangan memicing itu membuat Naya sedikit gentar. Tapi dia harus memberanikan diri. Jika tidak, kapan lagi dia membuat pria cacat ini bisa luluh."Biar saya bantu, Tuan," jawab Naya."Jangan sentuh tubuhku!" tegas Rayden.Namun, Naya tidak perduli dia terus menarik dasi Rayden hingga membuat pria itu terdiam. "Biarkan saya melayani Tuan," pinta Naya.Rayden tersenyum sinis, dia langsung meraih tangan Naya dan langsung memutar tubuh gadis itu hingga kini Naya terbaring di atas tempat tidur."Kamu mulai berani denganku, hmm,"Hari sudah larut malam, Naya masih belum bisa terpejam. Dia masih terbaring di samping Rayden. Pria itu sudah terlelap setelah dia menangis dan meluahkan rasa kesalnya tadi. Naya memandangi wajah Rayden dengan lekat, meski Rayden jahat tapi hati Naya yang memang lembut dan tidak tegaan begitu mengiba melihat pria ini. Pria yang gagah tapi tidak bisa melakukan hal itu, dan apa artinya kegagahan yang dia miliki, apa artinya kekuasaan yang dia punya jika sebagai seorang lelaki dia tidak berguna.Baru kali ini Naya melihat sisi lemah Rayden, dia yang angkuh, pemarah, dan bersifat bossy nyatanya hanyalah topeng dibalik kelemahan yang dia punya.Rumor yang beredar ternyata benar, dan pantas saja Nyonya Dena begitu berharap Naya bisa menyembuhkan pria ini. Tapi, bagaimana mungkin.Naya menghela nafas, dia beranjak dari sisi Rayden perlahan-lahan agar tidak membangunkan pria itu. Rasanya sangat haus dan dia juga belum bisa tidur saat ini.Naya memilih untuk keluar dari kamar, mencari udara s
Hari sudah larut malam, Rayden duduk di meja kerja dengan tatapan kosong. Tidak ada yang dia lakukan di sana selain duduk dan termenung. Beberapa saat lalu dia baru saja selesai mengecek laporan saham, dan sekarang tidak ada lagi yang bisa dikerjakan.Bukan tidak ada yang bisa dikerjakan, tapi entah kenapa sesuatu tiba-tiba mengganggu pikiran pria itu.Hingga tidak lama, suara pintu yang terbuka membuat Rayden menoleh. Naya masuk dengan membawa segelas teh hangat ke dalam. Gadis itu terlihat lesu meski dia sudah mencoba untuk tersenyum.“Teh anda, Tuan,” ujarnya.Rayden tidak menjawab, dia hanya memperhatikan Naya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Memandangi keseluruhan penampilan dan tubuh Naya. Gadis yang sudah membuat dia tidak menentu beberapa waktu terakhir. Naya cantik, putih dan lembut. Meskipun dia kurus dan lesu, tapi itu tidak mengurangi kecantikan alami yang dia miliki.Ini sudah hari ketiga dia membiarkan Rama tinggal di rumah mewahnya. Apa kini waktunya dia menagih jan
Naya memandang Evelyn yang berjalan mendekat ke arahnya bersama Nyonya Ambar, ibu tiri Naya. Dada Naya langsung bergemuruh, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan dua wanita ular ini. Masih Naya ingat bagaimana jahatnya mereka yang memfitnah Naya begitu kejam hingga membuat Naya masuk ke dalam rumah pelacuran itu.“Lihat, Ma, dia sudah kurus dan jelek. Meski memakai pakaian mahal tapi sepertinya dia kelelahan melayani sugar Daddynya,” Evelyn memandang Naya dengan pandangan meremeh. Dia tidak menyadari jika perkataannya itu membuat Rayden yang ada di sana juga ikut meradang.Nyonya Ambar melebarkan matanya dan memandang kesal pada Evelyn. Apa gadis itu tidak tahu jika ada Rayden di sini. “Tuan muda Bagaspati, anda ada di sini juga? Ada perlu apa? Apa anda ingin mengatakan sesuatu tentang perusahaan itu?” Nyonya Ambar langsung mendekat ke arah Rayden. Sedangkan Evelyn sedikit terkesiap, sepertinya dia tidak tahu jika Rayden adalah tuan muda Bagaspati itu.Rayden hanya diam, dia me
Naya langsung bersembunyi di sebalik tubuh Rayden. Dia langsung gemetaran ketika mereka malah berpasasan di depan lobi restauran.Alex tersenyum sinis, dia terus memandangi Naya dengan lekat dan tajam. “Sejauh apapun kau mencoba untuk pergi, kau akan tetap bertemu denganku, Naya.”“Jangan coba-coba untuk menyentuhnya. Apa kau mau masuk rumah sakit lagi?” Rayden menatap tajam Alex. Pria ini tidak juga jera untuk mengganggu dan menakuti Naya. Masih Rayden ingat betapa kejamnya Alex memperlakukan Naya beberapa waktu lalu.Dia memang ingin menjadikan Naya sebagai pelampiasan untuk membuat Alex marah dan cemburu. Tapi jika mengingat bagaimana takutnya Naya dengan pria ini, entah kenapa Rayden menjadi tidak tega.“Untuk kali ini kau bisa membawanya, tapi jangan harap hidup kalian akan tenang sampai kapanpun,” ancam Alex. Dia memandang Rayden penuh benci, dan setelah itu langsung masuk ke dalam restauran.Tapi sebelum itu Alex menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Naya. Naya tidak memanda
Naya terbangun, dia menggeliatkan tubuhnya yang sudah terasa pegal. Perutnya yang lapar membangunkan dia dari tidurnya yang terasa nyaman. Atau mungkin karena dia sudah merasa bosan.Naya terkesiap saat merasa ada sesuatu yang menyelimuti tubuhnya. Sebuah jas, jas siapa. Pikirnya. Dan yang lebih membuat Naya terkejut tentu saja tatapan mata Rayden yang kini sedang menatapnya dari meja kerja.“Sepertinya kau terlalu nyaman berada di kantorku, ya,”Ucapan Rayden membuat Naya tersenyum getir, dia beranjak dan duduk sambil meraih jas itu. Terasa hangat dan harum aroma maskulin yang ada di jas ini mirip seperti harum aroma … tubuh Rayden.‘Apa ini jasnya,’ batin Naya heran. Dia melirik ke arah Rayden. Pria itu nampak mengemasi barang-barangnya yang ada di atas meja.“Bersihkan wajahmu, kita pergi sekarang.”“Kemana?” tanya Naya tanpa sadar. Bahkan suaranya masih terdengar serak dan berat.Rayden menoleh, memandang Naya dengan pandangan datar tapi itu sudah cukup membuat Naya mengerti untuk
“Mau apa kau kemari?” Rayden langsung menyerang Rengga dengan pertanyaan. Wajahnya datar dan tentunya kembali tidak bersahabat. Dan itu membuat Naya semakin merasa takut.Naya memilih mundur, dan berdiri dibalik tubuh Rayden, mengabaikan tatapan Rengga yang sejak tadi tidak pernah lepas dari tubuhnya. Entah apa yang ada di dalam kepala pria itu, tapi Naya benar-benar tidak suka dengan cara Rengga menatapnya. Apalagi Rayden.“Aku hanya ingin meminta laporan keuangan bulan lalu, sekaligus mengajukan beberapa klien seperti biasa.”“Urus itu dengan Agra. Aku tidak punya waktu untuk mengurus kecurigaan kalian,” Rayden kembali menarik tangan Naya dan langsung masuk ke dalam lift. Meninggalkan Rengga yang hanya bisa mencebikkan bibirnya. “Sombong sekali, lihat saja kalau sampai satu tahun kau juga tidak bisa memiliki pewaris, maka kau yang akan merasakan ada di posisiku!” Meskipun mendengar, tapi Rayden tetap mengabaikan perkataan Rengga. Dia memilih dan berdiri di balik pintu lift. Meman