Share

Julidnya Tetangga

“Udah ngisi belum, Nan?”

Lagi, pertanyaan itu membuatku tak bersemangat. Sehari setelah melakukan pengecekan tentang ada atau tidaknya kehidupan dalam rahimku, menstruasiku pun datang tanpa permisi—tak ada gejala PMS. Andai aku bersabar satu hari saja, uang sepuluh ribu-ku tak akan melayang untuk membeli alat tespek—lumayan jajan ciki atau beli pop ice di Mang Tarya.

Kutatap Tante Tuti dengan senyum mengembang—senyum palsu. “Belum, Tante.” Jika saja tak ingin membeli seblak, aku tak akan bertemu dengannya.

“Kok, belum, sih? Dulu, si Kinara cuma beberapa bulan setelah nikah langsung hamil. Terus kenapa kamu belum, suaminya kan, sama? Kamu mandul kali?”

Senyumanku berubah menjadi tawa. Masih berusaha untuk tetap bersabar. “Ya, belum dikasih sama Tuhan, Tante. Tuhan tahu kalo saya belum siap punya anak. Saya, kan masih kuliah,” kataku tanpa memalingkan wajah darinya. Sungguh adrenalinku sudah terpacu, jantungku memompa dengan cepat, dan darahku mendidih mengalir ke segala penjuru tubuhk
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status