Share

Terpaksa Menikahi Kakak Ipar
Terpaksa Menikahi Kakak Ipar
Author: Claire Park

Lagi-lagi Dijodohkan

Author: Claire Park
last update Huling Na-update: 2023-07-08 00:28:22

Perjodohan. Satu kata yang mungkin akan terdengar biasa saja bagi mereka yang memiliki sistem jadulisasi yang menjunjung tinggi akan nilai bakti pada orang tua yang telah merawat sejak dini. Meski perjodohan selalu terkait dengan era pre-boomer yang terkenal dengan sebutan zaman Siti Nurbaya, tetap saja sampai sekarang masih banyak yang menerapkan sistem tersebut. 

Terbukti, saat ini orang tuaku sudah meronrong dan memintaku agar ikhlas dan bersuka cita menyetujui keinginan mereka. Aku yang hidup di zaman milenial dengan segala kecanggihan dan modernisasi yang sudah berkembang dengan sangat cepat, dipaksa menerima pernikahan yang tercipta di jalur perjodohan. 

“Aku nggak bisa, Ma,” tolakku sedikit meninggikan suara.

“Kami sudah sepakat.”

“Kami?” tanyaku tak mengerti maksud dari beliau.

“Mama Rangga juga sudah setuju.”

“Sebelum kalian menetapkan hal ini, seharusnya aku ditanya dulu, mau atau nggak? Ya, jelas aku nggak mau, dong. Masa nikah sama kakak ipar sendiri. Apa nggak ada laki-laki lain yang bisa jadi menantu Mama selain Mas Rangga?” protesku tak terima. 

Meski populasi di dunia ini sebagian besar adalah perempuan, tetap saja masih ada laki-laki lain yang mungkin akan bersedia menjadi suamiku.

“Kamu nggak kasihan sama Lala. Dia udah hampir lima tahun, lho, Nan. Udah masuk sekolah, takutnya teman-teman yang lain malah mengejek karena Lala nggak punya seorang ibu.” Mama kembali mengeluarkan jurus andalan, wajah memelas dengan nada suara yang sengaja dibuat pilu agar para pendengarnya merasa iba.

“Ya, kan, aku ada. Aku dipanggil bunda, kan? Ya, manfaatkan aku aja.”

“Ish, semakin bertambahnya usia, mereka bakal tahu kalo kamu cuma bibinya.”

Aku memutar bola mata jengah. “Pokoknya aku nggak mau nikah sama Mas Rangga. Titik nggak pake koma.”

“Kinan!” Suara dingin itu membuatku menegang. Bapak selalu saja membela mama. Beliau juga jajaran makhluk dingin yang mengalahkan dinginnya es batu pop ice Mang Tarya. 

“Pak, aku benar-benar nggak bisa.”

“Meski kamu menolak, semuanya sudah terencana. Minggu depan Rangga akan datang kemari melamar kamu.”

Aku menutup mata, berusaha menahan amarah yang hampir meledak. Segera kulangkahkan kaki masuk ke kamar dan menutup pintu dengan keras, agar kedua orang tuaku paham bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

Setelah kepergian Kinara, aku kerap dijodohkan dengan Rangga. Kukira keluargaku hanya bercanda, ternyata mereka benar-benar merealisasikannya. Ironis memang, tetapi itulah kenyataannya. Aku pernah berdoa agar suamiku kelak tak memiliki sifat dingin seperti ayah dan Mas Rangga. Namun, lagi-lagi Tuhan tak mengabulkan keinginanku. Mas Rangga justru lebih dingin dibanding ayah. Jika ayah diibaratkan kulkas berjalan, Mas Rangga justru seperti pegunungan Himalaya.

Aku tak paham dengan pikiran orang tua yang tak pernah update. Saat anak muda zaman sekarang ingin menikmati masa remaja dan memilih memperjuangkan karier, para orang tua justru berlomba-lomba menikahkan anaknya di usia yang menurutku masih belia. Padahal, sekarang zaman milenial, tetapi otak mereka masih saja stay di zaman pre-boomer, zaman yang masih menganut sistem jadulisasi dengan tingkat perjodohan yang tinggi.

Kumeraup ponsel pintarku, membaca beberapa pesan yang sudah sejak tadi tak kubuka. Ada beberapa pesan dari  Mela, grup cecunguk, grup kampus, grup keluarga, dan grup cara cepat melunasi utang. Tunggu! Sejak kapan aku masuk ke grup yang bersangkut pautkan utang piutang. Padahal, tak pernah sekali pun aku terjerat dalam lingkaran nano-nano yang disebut pinjam meminjam, apalagi pinjaman online yang bunganya mampu mencekik para pinjamers. 

Setelah menghapus grup pinjol tadi, aku beralih ke pesan Mela yang sejak tadi menanyakan keberadaanku. Aku baru tersadar bahwa hari ini geng cecunguk akan bertemu di salah satu kafe yang tidak jauh dari rumahku. 

 

***

“Lo dari mana aja, sih?” tanya Dewi dengan nada kesal. 

“Gue telat lima belas menit doang, Wi. Lo ngototnya nggak ketulungan. Apa kabar yang kemarin telat sampai sejam.” Aku kembali mengingatkan, siapa tahu dia lupa tentang kejadian tempo hari yang membuat kami harus rela membeli tiket yang baru, karena jadwal pemutaran film sudah dimulai, dan dirinya tak kunjung datang juga. Sebagai sahabat yang katanya setia kawan, kami memilih untuk tidak meninggalkannya.

“Macet, woi. Gue juga tanggung jawab, kan? Yang beli tiket nonton kalian siapa?”Mata Dewi melotot, “gue.” Ia menunjuk-nunjuk diri sendiri.

“Bukan masalah gitu, Wi. Waktu kita yang berharga malah sia-sia.”

“Eleh, lo di rumah juga cuma rebahan.” Lagi-lagi perdebatan yang tak berfaedah malah semakin memanas.

Mela memukul lenganku. “Udah, yang waras diam.”

“Jadi gue nggak waras, gitu?” pekik Dewi membuat yang lainnya tertawa. 

“Gue kan, nyuruh yang waras diam. Kalo lo waras, harusnya diam juga, Wi,” timpal Mela tak mau kalah. 

“Udah, bahas yang lain aja.” Rara menengahi. “Jadi ada masalah apa lo, Nan. Gue kayaknya denger dari tetangga kalau lo bakal nikah. Siapa yang berani ngelamar cewek bar bar kayak lo?”

“Asem banget lo, Ra.” Aku terdiam sejenak, membicarakan hal ini kepada mereka mungkin akan membuat beban di otak dan hatiku sedikit berkurang. “Tuh si Rangga,” lanjutku membuat mereka memperlihatkan ekspresi yang sama. Sama-sama bingung.

“Rangga siapa?” Rara melebarkan matanya.

“Kakak ipar lo?” jerit Dewi membuatku mengangguk.

“Gila bener.”

Ya, aku setuju dengan mereka. Fakta ini memang terdengar sangat Gila. Kakak ipar yang dulunya dianggap saudara, kini akan diajak menikah. Orang yang dulunya selalu dipanggil kakak, akan berubah status menjadi pasangan suami istri. Membayangkannya saja sudah membuatku bergidik ngeri.

“Berarti lo nikah sama dosen killer, dong.” Tawa Rara menggelegar. Definisi sahabat sejati sepertinya memang begitu. Hobi menertawakan segala musibah yang menerpa sahabat sendiri. 

Sebenarnya itu semua bukanlah kebetulan. Kinara yang dulunya merekomendasikan kampus itu padaku. Katanya, dengan adanya Rangga, aku akan terjaga dan tidak macam-macam. Meski sedikit bar-bar aku juga tahu yang mana baik dan buruk. Tujuan kuliah, ya, untuk belajar bukan untuk nongkrong sana sini. 

“Gue harus gimana? Mau nolak, tapi gue takut durhaka.”

“Ya, terima aja. Lumayan dapet cowok good looking, good rekening pula.”

“Gue mending milih yang biasa aja, tapi penyayang dan hangat, daripada cowok kayak dia. Sudahlah cuek, dingin, muka datar lagi,” omelku tak terima dengan kenyataan.

“Yaelah terima aja kali, Nan. Pak Rangga tuh paket lengkap. Udah ganteng, mapan, mateng lagi. Pokoknya definisi duren mateng sesungguhnya.”

“Idih, lo aja, Ra. Gue mah ogah. Kayak nggak ada cowok lain aja. Emak gue kayaknya nggak mau nerima menantu selain Rangga, deh,” simpulku. 

Aku benar-benar tak tahu pemikiran para orang tua. Bagaimana bisa kedua keluarga itu memikirkan tentang perjodohan ini. Tunggu! Apa Rangga juga ikut-ikutan setuju? Eii, sepertinya tidak. Laki-laki itu tak mungkin menginginkan perjodohan ini. Aku akan menanyakan hal ini jika bertemu dengannya. Aku harus memastikan bahwa perjodohan ini dibatalkan oleh kedua belah pihak. Ya, sepertinya hanya ini jalan satu-satunya yang bisa membuat kami tak menikah. 

Alasan utama yang membuatku tak setuju bukanlah siapa yang akan menjadi pasanganku, tetapi aku benar-benar takut memulai suatu hubungan yang disebut pernikahan. Aku takut, tak bisa sesabar Kinara. Aku takut tak bisa menjadi istri yang patuh pada suami, dan aku takut menghadapi malam pertama yang katanya menyakitkan. Poin terakhir sepertinya menjadi ketakutan yang tak berani kubayangkan.

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Kawan = Lawan

    Aku tersenyum masam saat menyadari pandangan orang lain terhadapku. Apa yang salah? Hanya karena aku berjalan dengan seorang pria, mereka lantas mengatakan bahwa aku adalah perawan tua yang haus kasih sayang. Seharusnya mereka senang, karena aku akhirnya bisa keluar dari belenggu kesesatan. Dosen-dosen muda itu malah mengejekku mengatakan bahwa aku perawan tua yang gatal. Mereka bahkan berdoa agar aku tak memiliki kekasih sampai tua. Dasar! Kukira mereka kawan, ternyata aku salah, merekalah lawan sesungguhnya. “Kau tahu siapa pria tampan yang berjalan bersama Bu Mega? Apakah pria itu pengganti Pak Rangga?”“Bu Mega benar-benar gila ya, muka pas-pasan, tapi gaetnya cowok elit. Dilihat dari pakaian dan postur tubuhnya, kemungkinan besar pria itu jauh lebih kaya dari Pak Rangga.”“Sekarang Bu Mega pasti gencar cari pengganti, wong usianya sudah tua. Bentar lagi kadaluarsa, kan?”Tawa keduanya membuat gendang telingaku terasa ingin pecah. Aku masih setia mendengarkan perbincangan panas m

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Hatiku Masih Sama

    Kutatap adegan yang tak pernah kuharapkan. Hatiku masih saja merasakan sensasi yang sama. Terluka, kecewa, dan iri. Padahal, aku sudah berusaha untuk terhindar dari kedua insan yang membuat perasaanku menjadi terguncang dan porak-poranda. Disana, Rangga dan Kinan sedang memamerkan kemesraan yang membuat dadaku sesak. Mengapa masih saja seperti ini? Kukira hatiku sudah berpaling, kukira tak akan terluka jika melihat keduanya, tetapi aku salah. Semuanya masih saja sama. Rangga masih saja berada di tempat yang sama di hatiku. Tersimpan dengan apik dan sempurna.Aku segera berpaling dan merubah haluan. Jika ada yang melihat, mungkin mereka beranggapan bahwa aku masih menyukai Rangga. Ya, meski itu benar, tetapi aku harus menutupinya. Aku tak berusaha memperbaiki pandangan orang-orang terhadapku, karena sebesar apa pun aku berusaha memperbaiki namaku, mereka tak akan mudah percaya. Ingat, ketika orang membencimu, mereka tak akan pernah melihat kebaikan yang kau lakukan. Karena kebaikan ter

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Tak Ingin Jatuh Ke Lubang Yang Sama

    “Sekarang aku tahu mengapa kau menyetujui perjodohan ini. Apa kau sangat menderita hidup di keluarga seperti itu?”Aku menoleh, menatap wajahnya dari samping. Dia tampak berkharisma saat duduk di balik kursi kemudi. Kacamata yang bertengger di hidung mancungnya tampak sangat sempurna, meninggalkan kesan dewasa. Ah, inilah definisi pria matang sempurna. Matang di pohon, bukan hasil karbitan.“Ya, begitulah. Aku sudah muak dengan tingkah keduanya. Kau ingin tahu apa yang diucapkan Aldrich tadi?”Dia sejenak menoleh, lalu kembali fokus ke jalan. “Memangnya dia berkata apa?”“Dia akan mencari cara agar hubungan kita bisa berakhir lebih cepat.” Aku menghembuskan napas kasar. “Aku ingin terbebas dari kukungan mereka, tetapi sepertinya keinginan itu sulit untuk kudapatkan.”“Mengapa kau terdengar pesimis. Aku akan membantumu untuk keluar dari situasi tersebut. Percayalah padaku.”Ada senyum tipis yang samar-samar terlihat di mataku. Apa aku bisa mempercayai pria ini? Pria yang baru kukenal b

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Semesta Yang Tak Adil

    “Kau dari bersenang-senang bersama Davin?” Aldrich duduk di sofa, menyilangkan kedua kaki sambil tersenyum masam.“Lihatlah! Dia terlihat sangat bahagia.” Tatapanku beralih pada Austin yang ternyata berdiri di tangga, ia pun menatapku tak suka. Selalu saja seperti ini. Aku selalu menjadi pihak yang tersudut. Mereka tak menyukai jika aku bersenang-senang bersama orang lain. “Ya, kalian benar. Aku bersenang-senang dengan calon suamiku.” Tak apa berbohong. Biarkan mereka kesal, karena saat aku bahagia bersama orang lain, mereka akan tersulut emosi. Entahlah, tetapi kedua saudaraku ini benar-benar berbeda.Austin melangkah dengan cepat, menuruni tangga dengan tatapan yang sulit kuartikan, seperti orang yang marah, atau terluka. “Kau tak bisa bersenang-senang dengan orang lain, Mega. Kau hanya bisa bahagia jika bersamaku.”“Apa kau bilang?!” Aldrich berdiri, mendekat dan merangkul pundakku. “Hei, Austin, jangan berkata seperti itu. Hanya aku yang bisa membuat Mega bahagia.”“Benarkah? Ap

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Sadar Diri

    Aku tak menyangka bahwa semuanya bisa berjalan dengan sangat cepat. Aku ingin menangis, berteriak sekencang mungkin, tetapi aku sadar bahwa semuanya tak akan berubah. Tak akan ada yang berubah jika aku melakukan tindakan anarkis yang mungkin hanya akan menjadi bumerang bagiku. Tak ada gunanya melakukan tindakan yang sudah kutahu hanya akan mendatangkan kesia-siaan. Aku tak berhak meminta hidup yang lebih nyaman, karena hidupku bukan aku yang mengatur. Tak apa, semakin cepat menikah, semakin cepat pula aku keluar dari rumah ini. Bahkan ayahku meminta agar aku berhenti mengajar, agar fokus ke pernikahan yang sudah mereka rencanakan. Sungguh, aku tak bisa berkata-kata lagi, di saat sang pengantin sibuk mengurusi pakaian, undangan, dan segala macam perlengkapan pernikahan. Aku justru duduk, diam, dan tak perlu mengurus semuanya. Mereka hanya memintaku untuk belajar menjadi istri yang baik, dan merawat diri sampai hari pernikahan tiba, sungguh hidupku memang miris. Tak bisa berjalan sesua

  • Terpaksa Menikahi Kakak Ipar   Efek Mabuk

    Kutatap langit-langit kamar yang terasa asing. Gorden abu yang benar-benar bukan warna kesukaanku. Dinding bercat putih tulang dengan beberapa potret garis abstrak yang tertempel. Selimut berwarna hitam jelas bukan milikku—selama hidup, aku tak pernah memiliki selimut seperti ini.Aku ada di mana? Pertanyaan itu terus terngiang di otakku. Sambil berusaha menggali ingatan-ingatan tentang semalam.Semalam, aku pergi ke bar, menikmati satu botol vodka, tak sengaja bertemu dengan Davin, dan saat aku ingin pulang, tiba-tiba kepalaku pusing dan semuanya tiba-tiba menjadi gelap. Memoriku hanya sampai di situ saja.Kusingkap selimut hitam yang terlihat tampak sangat suram. Netraku jelas membulat saat pakaian yang kukenakan sudah berubah. Apa ini? Siapa yang mengganti pakaianku?

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status