Karin menyibak selimut yang membalut tubuh Aoi.
"Aoi, bangun sayang. Makoto nungguin kamu di bawah tuh. Mama sama ayah mau keluar kota, jaga diri baik-baik ya?" Karin mengecup kening Aoi.
Aoi terbangun. "Ma, kok mendadak sih? Jangan pergi ma, aku di rumah sama siapa? Masa sendirian?"
Aoi meraih tangan sang mama. Menahannya agar tidak pergi.
"Kan ada Makoto. Dia yang bakal jagain kamu disini. Kalau mau masak, di kulkas udah mama isi semua. Masakin juga Makoto ya? Belajar jadi istri yang baik. Mama berangkat dulu ya? Ayah udah nungguin tuh," Karin melepas tangan Aoi yang berusaha menahannya.
"Ma! Jangan tinggalin aku! Masa harus sama Makoto sih! Mama!" teriak Aoi saat mamanya sudah menghilang menuruni tangga.
Aoi menuju ruang tamu, lagipula hanya Makoto. Tidak masalah kalau bangun tidur dan ileran. Kalau Ryuji, perlu dandan dan cantik.
Makoto menatap Aoi. Rambut berantakan, dan mata yang setengah terb
Aoi berangkat pagi-pagi demi menghindari Makoto. Untung saja pria itu tidurnya pulas di ruang tamu."Enaknya ngapain ya?" Aoi gabut, apalagi kelas masih sepi.Haruka dan Fumie memasuki kelas. Keduanya terkejut melihat Aoi yang sudah ada di kelas."Aoi? Tumben banget berangkat pagi," Haruka meletakkan tasnya yang sangat berat itu. Rasanya pegal di hari Senin, pelajaran banyak, upacara di campur Matematika dan Fisika."Males ah sama dia. Apalagi kemarin. Maunya sih berdua aja sama Ryuji. Tapi om-om nyebelin itu ganggu!" Aoi curhat dengan berapi-api."Kencan gitu sama Ryuji?" tanya Fumie.Aoi mengangguk. "Iya. Aku sama Ryuji pingin naik kincir angin, tapi om nyebelin itu ngajak nonton bioskop. Filmnya aja aku gak suka," Aoi menggerutu."Kamu sama Ryuji jauhan terus ya kalau aku liat-liat," celetuk Fumie setelah berpikir beberapa saat kemudian.Benar juga. Tapi mau bagaimana lagi? Mak
Aoi meletakkan pulpennya di kotak pensil. Akhirnya selesai juga latihan soal Fisika."Kalau di ulang-ulang gini kan jadi tambah faham," sudah kebiasannya sepulang sekolah membuka buku pelajaran hari itu.Ting!Aoi melihat notifikasi dari grup kelas.Kelas 12 Ipa 1 GroupMadokaDenger-denger telinga gue nih, besok ada bazar buku loh. Kuy lah borong komik sepuasmu7:00 pmYunaBazar? Lo tau darimana? Bukannya udah ya satu bulan kemarin? Masa ada lagi?7:01 pmHikariLiat aja besok. Jadi bakal ada jamkos nih. Seneng gak? Seneng gak? Iyalah7:01 pmAnda@haruka @fumie beli berapa buku? Awas di borong haha7:02 pmHarukaBeli buku detektif itu. Penasaran nih sama season 2 giimana7:03 pmFumieJangan lupa ajak orang yang tersayang. Hehe, ups kode nih. Peka ya7:03 pm"Orang yang tersayang?" Aoi berpikir sejenak. Siapa ya?&n
"Lepasin gak?!" Aoi meronta. "Atau gue teriak maling aja. Ma-""Teriak aja. Aku kan disini guru, wle," Makoto memeletkan lidahnya.Aoi kesal. "Tau ah! Mending gue gabung sama sahabat aja daripada bapak!""Hei! Panggil saya mas. Biar udah nikah nanti terlatih. Faham?" rasanya aneh di dengar, terlalu muda karena dirinya baru 24 tahun."Gak mau! Bapak aja wle," sekarang gantian Aoi yang mengejek Makoto."Berani ya kamu. Sini aku cubit pipinya! Hei! Jangan lari Aoi!" Makoto mengejar langkah Aoi yang berlari kecil, rasanya mudah menangkap cewek itu, tapi demi Aoi senang Makoto memperlambat langkahnya.Keduanya menjadi sorotan."Romantis banget gak sih?""Terus Ryuji gak cemburu kan liat ini?"Sampai Aoi tak sengaja menabrak Ryuji yang berdiri mengobrol dengan Syougo dan Taiga."Punya mata gak-eh? Aoi, jangan lari-lari. Kalau jatuh aku yang sedih," awalnya Ryuji marah, tapi setelah ta
Aoi kesal, bukannya Makoto menjelaskan materi pelajarannya malah fokus memandanginya. Seisi kelas pun berbisik heran."Kenapa Aoi gak nerima cinta pak Makoto aja?""Kan lumayan juga punya pacar pintar bahasa Jepang. Iya gak?""Iya lah! "Haruka menenangkan Aoi. "Gak usah dengerin mereka. Emang cewek suka gitu. Iri," Haruka berbisik lirih. Karena mata jeli Makoto itu ikut memperhatikannya."Aoi. Bisa maju ke depan menjelaskan materi ini?"Aoi menghela nafasnya. Pasti ini modus lagi.Dengan langkah malas, Aoi maju. Menjaga jarak dari Makoto.Aoi diam."Aoi. Jelaskan kalimat positif dan negatif Mada," Makoto berusaha sabar. Ia tau Aoi sengaja tidak menjawab."Kalau kamu tidak bisa menjelaskannya, berdiri saja disini," tegas Makoto tak mau tau. Padahal tulisannya sangat jelas di papan tulis."Saya akan mengulangi lagi penjelasannya. Perhatikan baik-baik," Ma
Nakura melihat story Instagram Ryuji, sebuah kata-kata yang di tulis.Kalau aku jadi durinya mungkin kamu tangkainya, tapi dia kelopak bunga yang lebih berkuasa daripada aku.Kalau kamu hanya bulan, aku bumi dan dia matahari yang memberikan sinar hangatnya.Rasanya tak cukup aku mengutarakan perasaanku padamu. Kita selalu terhalang satu orang, dan dia akan memilikimu secara resmi. Aku sadar dan merasa tertampar, bahwa kamu dan dia akan hidup bersama-sama.Nakura merasakan sakit hati Ryuji mengutarakan itu."Pasti ini gara-gara Aoi lagi. Tuh cewek gak tau diri banget sih! Ryuji jelas-jelas pacarku!" Nakura menatap kata-kata Ryuji itu dengan nyalang."Liat aja, aku bakal perhitungan sama kamu Aoi," Nakura tersenyum miring. Saatnya membuat Aoi bungkam.***"Aoi, kok daritadi gak lukis apa-apa?" tanya Haruka heran.Ya, saat ini adalah kelas melukis yang bertema perbukitan.
Aoi bangun jam 4 pagi memasak di dapur. Sebelum Makoto memasak, ia harus cepat. Pasti pria itu akan melarangnya memasak."Bikin nasi goreng aja deh yang gampang. Ryuji pasti suka," Aoi mengupas beberapa bumbu nasi goreng yang ia tau.Di ruang tamu, Makoto terbangun karena mencium aroma masakan. Apakah Aoi yang ada di dapur?Langkahnya menuju dapur, Aoi memasak? Memangnya bisa?Makoto melihat Aoi membuat nasi goreng. Rambutnya yang masih berantakan, dan piyama pink membuatnya gemas ingin memeluknya. Tapi Makoto sadar, belum saatnya."Kamu masakin nasi goreng buat aku?"Seketika Aoi terpaku. Kenapa sih harus bangun?Aoi menoleh. Makoto memasang wajah bahagianya. Pria itu terlalu geer."Masak aja sendiri. Ini bukan buat lo!""Buat pacarmu itu?""Iya," Aoi mengangguk. "Jadi, gak usah ganggu. Tidur aja sana," usirnya malas."Enak ya tinggal di rumah kamu. Aku aja betah.
Di ruang tengah, Aoi dan Makoto menonton televisi kisah romansa dua remaja SMA.Aoi memakan camilannya dengan lahap, sushi kesukaannya."Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku ya? Kalau gak mau juga gak apa-apa kok," Makoto menoleh menatap Aoi yang serius melihat televisi."Kenapa sih cowok gak bisa pakai logika? Kenapa harus perasaan?" tanya Aoi gemas, Ryuji tak bisa memikirkan bagaimana perasannya yang sakit ketika Nakura berhasil mengajak Ryuji saat itu."Mungkin dia mau yang baru dan berbeda. Semua cowok itu gak sama Aoi. Ada yang memilih perasaan karena gak rela atau kasihan. Ada juga yang pakai logika karena dia pikir kembali atau pergi adalah pilihan terbaiknya," jelas Makoto bijak. Meskipun ia bukan ahli cinta, tapi ia faham bagaimana pemikiran seseorang.Aoi terpaku. Apakah benar seperti itu?"Terus kalau lo?""Apanya?" tanya Makoto bingung."Pakai apa? Perasaan atau logika?" karena Aoi tak mau kalau Makoto sama dengan
Makoto mengetuk pintu kamar Aoi, sudah jam delapan cewek itu tidur."Aoi? Bangun, ayo masak. Aoi?" Makoto membuka pintunya, Aoi tergeletak di lantai.Makoto panik. "Aoi! Aoi! Kamu gak mati kan? Aoi!" Makoto mengguncangkan tubuh Aoi.Aoi menggeliat. Dengan mata yang setengah terbuka, ia menatap Makoto."Apa sih? Ganggu orang tidur aja," Aoi kembali memejamkan matanya."Aoi. Anak perempuan jam segini udah nyapu, masak-masak, ngepel. Kamu malah tidur," omel Makoto gemas. "Gimana mau nikah nanti, masa aku makan di luar Aoi?"Aoi duduk. Kenapa Makoto tak bisa diam sih? Sangat mengganggu tidur nyenyaknya."Lo ngarep banget ya nikah sama gue? Gak usah percaya diri deh! Bisa aja gue kabur," ketus Aoi, usianya dengan Makoto terpaut jauh. Bagaimana reaksi teman-temannya nanti.Makoto menghela nafasnya. "Bukan ngarep, tapi ayahmu sendiri yang nyuruh aku nikahin kamu," ucap Makoto membenarkan. "Kenapa? Daripada pacarmu itu. Belum tentu dap