Home / Romansa / Terpaksa Menikahi Om-Om / Bab 3. Bertemu Makoto

Share

Bab 3. Bertemu Makoto

Author: Hikmdr
last update Huling Na-update: 2021-08-25 08:28:58

Di ruang kantor guru, Makoto berbincang dengan kepala sekolah bahwa dirinya ingin menjadi guru di SMA Sakura ini. 

"Apakah anda memiliki pengalaman mengajar sebelumnya?" tanya Pak Daiji Sato selaku kepala sekolah SMA Sakura. 

Makoto menggeleng. "Tapi saya pernah menjadi dosen di Universitas Sakura. Untuk mengajar, jangan di ragukan lagi. Saya sudah berpengalaman selama lima tahun," jawab Makoto tegas. Universitas Sakura adalah kampus paling elite di kota Cherry Blossom ini. Tidak akan mudah orang bisa lolos seleksi dari kampus terbesar nomor satu di Jepang itu. 

Pak Daiji Sato mengangguk. "Baik. Anda di terima mengajar disini. Mulai besok, anda menjadi guru pelajaran Bahasa Jepang." 

Makoto tersenyum penuh arti. Dengan begini, ia bisa mengawasi Aoi dan pacarnya itu. 

'Lihat saja kamu. Gak akan pernah lolos. Aku akan melaporkanmu kepada Tuan Amschel karena berani berpacaran,' mungkin dirinya keterlaluan. Tapi lebih baik di katakan jujur sebelum Tuan Amschel mendengarnya dari orang lain. 

***

Aoi baru saja keluar dari kelas. Bel pulang baru saja berbunyi. Akhirnya bisa rebahan di rumah. 

Makoto bersandar di pintu masuk. Menunggu Aoi. 

"Duh, tanganku pegel banget gara-gara nulis tadi," Aoi memijat pergelangan tangannya. 

Makoto yang mendengar suara Aoi menghampiri gadis itu. 

"Mari, pulang dengan saya," Makoto mengulurkan tangannya, berniat menggandeng Aoi. Tapi cewek itu hanya diam. 

"Aku bisa pulang sendiri," Aoi menatap lurus, lebih cuek dari sebelumnya. Ia merasa terganggu dengan kehadiran Makoto. 

"Ini sudah menjadi tugas saya Aoi. Harus di tepati. Kalau kamu tidak ikut saya, apa yang harus saya katakan pada Tuan Amschel?" 

Aoi menatap Makoto tidak suka. "Sudah dengar? Aku bilang gak mau. Aku bisa pulang sendiri. Gak perlu di anterin. Memangnya aku anak kecil?" suara Aoi meninggi, ia marah. 

"Aoi. Kalau kamu tidak menurut, saya adukan ke Tuan Amschel," ancam Makoto. Mungkin dengan begini Aoi akan menurut. 

Aoi tersenyum licik. "Adukan saja. Aku gak takut," tantangnya. Ayahnya itu tidak akan marah lama-lama sebelum ia sogok dengan masakan rendang dan nasi jagung. 

Makoto mempunyai satu cara, yaitu menggendong Aoi dengan paksa. Cewek itu memberontak ingin di turunkan. 

Keduanya menjadi perhatian siswa yang akan pulang. 

"Astaga, Aoi sama siapa tuh?"

"Katanya udah punya pacar. Kok di gendong sama cowok lain?"

"Jangan-jangan selingkuhannya lagi."

Aoi tak peduli. 'Gara-gara dia, aku jadi bahan gosip begini,' sungut Aoi dalam hati. Makoto pemaksa, jika saja ini di luar sekolah, sudah di pastikan Aoi akan melawan Makoto dengan tinjuannya ala kick boxer. 

Saat sudah berada di mobil, Makoto menyalakan radio memilih musik keroncong kesukaannya. 

'Musik apaan? Yang ada aku tambah bosen,' baginya, hanya musik Rock membangkitkan mood-nya. Selain asik juga berisik. 

"Ganti! Aku gak suka!" perintah Aoi tak mau tau. 

Makoto menggeleng. "Tidak perlu. Saya sangat menyukai lagu ini. Jadi, jangan banyak protes," tegas Makoto alisnya menyatu, ini mobilnya terserah ia melakukan apa. 

Aoi berpaling menatap jendela mobil. 'Baru kali ini aku berurusan sama dia. Sebelumnya, hidupku tenang,' Aoi heran mengapa ayahnya harus menjodohkannya dengan Makoto. 

"Sudah sampai." 

Aoi tersadar dari lamunannya. Kenapa begitu cepat? 

Aoi keluar dan menutup pintu mobil dengan kasar. 

Makoto menggeleng heran. 'Kenapa Tuan Amschel menjodohkan aku dengan Aoi? Apa ada tujuannya?' Makoto pikir hanya sebagai penerus harta warisan Rotschild, tapi belum tentu bisa saja Aoi yang mengambil alih itu semua. 

Aoi merebahkan dirinya di kasur berukuran king size. Dinding yang bercat abu-abu, dan sebuah foto keluarga Rotchild. Kamar Aoi tidak ada hiasan apa-apa. Seperti hidupnya yang monoton. 

"Semoga besok gak ketemu lagi sama dia." 

***

Malam harinya Aoi gunakan waktunya untuk belajar. Apalagi besok pelajaran bahsa Jepang. 

Aoi membaca kamus bahasa Jepang. Kosa kata penting yang harus ia ketahui.

Pintu kamarnya di ketuk beberapa kali. 

"Aoi? Mama boleh masuk gak?" Karin ingin membicarakan suatu hal penting. 

"Masuk aja ma," Aoi meletakkan kembali kamusnya di rak buku. 

"Ada apa ma?" tanya Aoi setelah Karin duduk di kursi. 

"Ayahmu sudah memesan gaun untuk pernikahan nanti. Kau tau Aoi?" Karin menjeda sejenak. Sambil tersenyum membayangkan suaminya itu yang rela pergi ke toko gaun ternama sampai di goda para wanita. Bukannya tambah cemburu tapi semakin lucu. Amschel sekali marah semua wanita akan menjauh. 

"Ayah kamu di godain loh. Terus kalau marah lucu banget, jadi pingin cubit pipinya deh," andai saja Amschel ada di sampingnya, sudah ia manjakan tanpa ampun. 

Aoi menahan tawanya. "Masa sih ma? Padahal aku masih sekolah kok di nikahin," dengan wajah cemberut, Aoi sangat kesal dirinya di nikahkan secepat ini. Ia tidak kebelet nikah. 

"Biasa. Ayahmu mau yang terbaik. Jadi dia rela ngelakuin apa aja buat kamu Aoi. Jangan kecewakan ayah ya?" pinta Karin memelas. Amschel tidak pernah salah dalam pilihannya, semuanya sudah di pikirkan matang-matang. 

Aoi menghela nafasnya. 'Kalau udah begini, aku bisa apa? Demi ayah bahagia, aku akan menurutinya,' batin Aoi memantapkan pilihannya. Makoto tidak terlalu buruk, tapi sifat cuek minta ampunnya itu loh Aoi tambah gemas. 

***

Kelas 12 Ipa 1 sangat heboh jika di pagi hari. Entah bergosip tentang cogan, sarapan dadakan, konser biasa, dan main bareng di game online. 

Fumie dan Haruka bermain ABCD lima dasar yang mencari nama buah atau hewan, permainan pada masa kecil.

Seseorang yang melangkah menuju kelas 12 Ipa 1 sudah siap mengajar pelajaran bahasa Jepang. Ya, dia adalah Makoto Anekawa yang akan mengawasi segala aktivitas Aoi di sekolah. Terutama pacarnya itu. 

Tepat memasuki kelas, semuanya diam dan mematung melihat kehadiran guru baru yang tampan dan tinggi. Para cewek-cewek langsung kagum dan memujinya. 

"Ini guru baru bahasa Jepang? Ganteng banget."

"Siapa namanya?"

"Kakak belum nikah kan?" 

Di tanya seperti itu, Makoto melirik Aoi. Gadis itu tak peduli kehadirannya, terlalu fokus dengan kedua temannya yang masih bermain ABCD lima dasar. 

"Semuanya perhatikan ya. Saya adalah Makoto Anekawa, guru baru mata pelajaran bahasa Jepang. Jadi, selama saya mengajar disini, semoga kalian dapat belajar lebih baik dan giat lagi," Makoto memperkenalkan dirinya. 

Suara itu, Aoi menatap ke depan. Kenapa harus ada Makoto disini? Tidak adakah tempat lain dan harus bertemu dengannya? 

Menyebalkan. Itulah yang di pikiran Aoi. Pasti ada tujuannya, tidak mungkin Makoto mengajar disini tanpa alasan tertentu. 

"Oh ya. Saya sudah mengenal salah satu dari kalian. Dia sangat cantik, judes, jutek, dan bikin kangen," Makoto ingin memperkenalkan Aoi juga. Biarkan saja nanti ada gosip seorang guru menyukai muridnya. Dan pacar Aoi pasti akan memilih memutuskan hubungan itu. 

Bisik-bisik tak suka juga penasaran saling menyahut. 

"Siapa sih?"

"Jadi pacaran sama guru gitu?"

"Kayak gak ada cowok lain aja. Kan disini banyak cogannya. Kenapa harus sama guru?"

"Aoi. Kalian pasti mengenalnya. Saya menyukainya," terang Makoto to the point. 

Aoi melotot tak percaya. Apa-apaan ini? Tidak seharusnya Makoto mengatakan itu disini. 

Haruka menatap Aoi penuh tanya. "Beruntung banget kamu di sukai pak Makoto. Udah ganteng, tinggi, putih, macho, cool lagi. Jangan kasih ke cewek lain loh. Awas di ambil," Haruka menggoda Aoi. Sahabatnya ini sudah besar rupanya. 

Fumie cemberut. "Yah, kenapa harus Aoi? Aku juga cantik. Tapi gak judes."

Haruka menatap Fumie bosan. "Kamu itu pemberani. Di senggol sedikit saja langsung di pukul." 

Fumie itu cewek tangguh, ia juga ikut kelas kick boxer yang ada di ruangan gym. Sama dengan Aoi. 

"Buka buku kalian halaman sepuluh. Baca dan saya akan menjelaskannya," Makoto melangkah menuju meja Aoi. Cewek itu mencari-cari bukunya. 

Aoi panik. Semalam ia sudah mengecek semuanya. Apakah tertinggal?

"Gak ada. Masa ketinggalan? Duh, semoga aja gak ketauan," Aoi meletakkan tasnya di laci meja. Saat menatap lurus, sudah ada Makoto yang tersenyum. 

'Kenapa sih? Dia waras? Senyum-senyum, mereka bakalan mikir yang tidak-tidak sama aku. Gimana kalau Ryuji tau?' batin Aoi kesal. Meskipun hanya pacar pura-pura, tapi Aoi tidak mau Ryuji marah. 

"Kemana bukunya? Lupa ya? Sini," Makoto menarik tangan Aoi. 

Keduanya menjadi pusat perhatian. Apalagi Makoto yang memegang tangan Aoi. Semakin penasaran dengan keduanya, hubungan apakah itu? 

"Lepasin. Aku bisa jalan sendiri," Aoi menyingkirkan tangan Makoto. "Mau hukum aku kan?" 

Makoto menghentikan langkahnya. "Tidak," ia menggeleng. 

"Duduk di sebelah saya. Kamu bisa membaca buku punya saya. Sana," Makoto mendorong Aoi pelan. "Selama pelajaran berlangsung, kamu tetap duduk di sebelah saya. Karena tidak membawa bukunya." 

Terpaksa Aoi menurut. Lain kali ia tidak akan teledor dengan bukunya. Sudah kapok duduk dengan Makoto, lebih ia duduk di lantai saja. 

Aoi melakukannya. Duduk di lantai tanpa mempedulikan Makoto yang menyuruhnya duduk di kursi. Biarkan saja, duduk bersebelahan seperti pengantin baru. Aoi tidak mau itu. 

"Dasar bandel. Duduk di kursi, atau saya gendong?" ancam Makoto, sukanya gendong daripada yang lain. Seperti cium di cerita lain.

"Iya-iya. Bawel banget sih," Aoi duduk di sebelah Makoto. Rasanya kurang nyaman, apalagi di perhatikan teman sekelasnya. Risih. 

***

Kalau kalian di posisi Aoi seneng atau kesel? 

Sampai jumpa di bab selanjutnya...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 98. Boneka teddy bear

    "Idaman darimana ma? Pasti dia udah punya pacar," tuding Aoi menunjuk wajah Takeru yang sedang bannga itu. "Pacar siapa? Gak ada kok. Aku masih lajang," ungkap Takeru jujur. Sejak dulu ia hanya menyukai Aoi namun tidak berani karena kemarahan wanita itu yang sama saja dengan letusan gunung berapi. Karin tersenyum senang. "Takeru lajang karena dia cinta sama kamu nak. Makannya daridulu gak mau pacaran sama wanita manapun. Betul kan Takeru?" Karin berkedip melempar kode, Takeru terpaksa mengangguk. Aoi berdecak kesal. "Udahlah ma. Aku pulang aja. Bete lama-lama disini," Aoi melangkah pergi. Satu oksigen dengan Takeru membuatnya tidak nyaman sekaligus darahnya bisa mendidih dan tinggi. ***Hikaru mengeluh sedikit pusing. Ia baru saja sadar dari pingsan-nya. Takeru langsung menghampirinya. "Apa ada yang sakit?" Takeru sangat khawatir. Hikaru sakit membuat hatinya tidak tenang. Karin yang melihat interaksi antara Takeru dan Hikaru hanya tersenyuum. Sangat cocok sekali menjadi figur a

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 97. Merawat Hikaru

    Pagi ini Aoi dibuat cemberut lagi, bagaimana tidak? Ayahnya memakai mobil terbang demi mengatasi kemacetan kota Jepang yang semakin meningkat dari tahun-tahun akhir. "Ayah, tapi kan kalau aku pakai mobil sport yang itu lama. Aku lebih suka-""Sstt, jangan membantah. Pokoknya ayah harus pakai mobil terbang itu. Karena sekarang ada rapat penting, ayah gak mau telat," Amschel menyela ucapan Aoi. Ada saja alasannya. "Ayah gak adil," Aoi mengerucutkan bibirnya. Hikaru yang melihat sang mama terkikik geli dengan wajah imut itu. "Mama jangan marah. Lagipula hari ini aku gak ada tugas piket kok."Aoi selalu mengantarkan Hikaru ke sekolah sangat pagi sekali, bahkan jam 6 tepat sudah sampai di sekolah. Semua itu Aoi lakukan hanya demi menghindari si Takeru yang biasanya mengantarkan Aiko setiap harinya sejak kemarin. Mengingat itu kepalanya mengepul. Takeru, pria yang pandai menggombal sekaligus tukang rayu itu berhasil mengambil hati kedua orang tuanya sekaligus Hikaru. Entah apa tujuannya,

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 96. Perhatian om baik

    "Ayo ma!" Aoi berseru, ia sudah siap dengan tampilannya yang sederhana. Hanya makan dengan seseorang yang entah itu siapa tapi mentraktirnya. Karin tersenyum. Betapa cantiknya Aoi sekarang seperti peri yang siap menyihir perhatian Takeru malam ini. ***Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai juga di kafe. Karin berpamitan pada Aoi karena harus membantu Amschel di kantornya yang tengah lembur. Aoi merasa tak keberatan. "Semoga kamu suka ya? Mama pergi dulu. Ajak dia ngobrol."Aoi mengangguk. "Siap ma."Aoi ingin tau siapa seseorang yang begitu baik mengajaknya makan gratis? Apakah laki-laki atau perempuan?"Kapan ya dia datang?" Aoi menunggu dengan tidak sabar. Jika mamanya sudah menyuruhnya untuk berkenalan dengan seseorang, pasti baik. Tapi pikirannya melayang pada sosok Takeru, raut wajah Aoi berbubah cemberut. Ia harap bukan pria haus uang itu. Amschel telah mengantarkan Takeru di kafe yang sama dimana Aoi sekarang menunggu. Amchel melihat kafe yang tidak t

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 95. Rencana makan bersama

    Hari ini Hikaru kembali ke sekolah, diantarkan oleh Aoi langsung karena ia tak mau Takeru terlibat lagi dan berpura-pura baik dengan anaknya itu. Aoi telah berjanji pada Hikaru akan mengantar dan menjemputnya pulang dengan mobil terbang saja daripada manual yang nantinya pasti bertemu Takeru lagi. "Nanti jangan keluar gerbang dulu ya? Biar mama aja yang kesana duluan," pesan Aoi pada Hikaru saat berada di dalam mobil terbang itu. Hanya membutuhkan beberapa menit saja sudah sampai di sekolah dasar sakura yang tak begitu jauh. Hikaru mengangguk patuh. "Iya ma. Aku akan nunggu di kelas aja," Hikaru tau pasti mamanya itu tak ingin ia bersama om baik, padahal ia lebih berharap bisa bertemu pria itu lagi. Namun sifat possessif mamanya begitu kuat.Hanya membutuhkan 10 menit perjalanan akhirnya sampai juga. Aoi mengecup kening Hikaru dan memberikan 1000 ¥en pada anaknya itu untuk uang jajannya. "Aiko jam segini udah nyampe belum?"Hikaru menggeleng. "Biasanya jam setengah tujuh ma. Bentar

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 94. Pembagian saham

    Hari ini, Karin meminta Aoi untuk bersiap lebih awal. Aoi sempat tidak mau tapi setelah mamanya bilang akan diberikan soal harta warisan yang masih belum ada keputusan itu membuat semangat Aoi bangkit kembali. Ya, setelah Makoto tidak ada sekarang harta warisan itu tengah berada di ombang-ambing tidak ada penentuan siapa pemilik keseluruhan kekayaan Amschel Rotschild dengan segala asetnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Aoi berharap itu hanya untuk dirinya, bukan dibagikan kepada orang asing dan bukan siapa-siapanya apalagi tidak termasuk anggota keluarganya. Aoi sangat menolak tegas hal itu jika terjadi. "Ma, aku udah siap," Aoi menghampiri mamanya yang sibuk mengetik pesan entah dengan siapa. Yang membuatnya heran, mamanya itu tersenyum! Siapa?"Ayo. Ayah udah di kantor duluan. Hikaru juga ada disana."Sepertinya sangat penting, bahkan hari Senin ini Hikaru tidak masuk sekolah. Aoi hanya berpikir pembagian harta ini pasti hanya untuk Hikaru. Kalau memang begitu, Aoi tak akan mem

  • Terpaksa Menikahi Om-Om   Bab 93. Menutup hati

    Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status