Share

Bab 3. Bertemu Makoto

Di ruang kantor guru, Makoto berbincang dengan kepala sekolah bahwa dirinya ingin menjadi guru di SMA Sakura ini. 

"Apakah anda memiliki pengalaman mengajar sebelumnya?" tanya Pak Daiji Sato selaku kepala sekolah SMA Sakura. 

Makoto menggeleng. "Tapi saya pernah menjadi dosen di Universitas Sakura. Untuk mengajar, jangan di ragukan lagi. Saya sudah berpengalaman selama lima tahun," jawab Makoto tegas. Universitas Sakura adalah kampus paling elite di kota Cherry Blossom ini. Tidak akan mudah orang bisa lolos seleksi dari kampus terbesar nomor satu di Jepang itu. 

Pak Daiji Sato mengangguk. "Baik. Anda di terima mengajar disini. Mulai besok, anda menjadi guru pelajaran Bahasa Jepang." 

Makoto tersenyum penuh arti. Dengan begini, ia bisa mengawasi Aoi dan pacarnya itu. 

'Lihat saja kamu. Gak akan pernah lolos. Aku akan melaporkanmu kepada Tuan Amschel karena berani berpacaran,' mungkin dirinya keterlaluan. Tapi lebih baik di katakan jujur sebelum Tuan Amschel mendengarnya dari orang lain. 

***

Aoi baru saja keluar dari kelas. Bel pulang baru saja berbunyi. Akhirnya bisa rebahan di rumah. 

Makoto bersandar di pintu masuk. Menunggu Aoi. 

"Duh, tanganku pegel banget gara-gara nulis tadi," Aoi memijat pergelangan tangannya. 

Makoto yang mendengar suara Aoi menghampiri gadis itu. 

"Mari, pulang dengan saya," Makoto mengulurkan tangannya, berniat menggandeng Aoi. Tapi cewek itu hanya diam. 

"Aku bisa pulang sendiri," Aoi menatap lurus, lebih cuek dari sebelumnya. Ia merasa terganggu dengan kehadiran Makoto. 

"Ini sudah menjadi tugas saya Aoi. Harus di tepati. Kalau kamu tidak ikut saya, apa yang harus saya katakan pada Tuan Amschel?" 

Aoi menatap Makoto tidak suka. "Sudah dengar? Aku bilang gak mau. Aku bisa pulang sendiri. Gak perlu di anterin. Memangnya aku anak kecil?" suara Aoi meninggi, ia marah. 

"Aoi. Kalau kamu tidak menurut, saya adukan ke Tuan Amschel," ancam Makoto. Mungkin dengan begini Aoi akan menurut. 

Aoi tersenyum licik. "Adukan saja. Aku gak takut," tantangnya. Ayahnya itu tidak akan marah lama-lama sebelum ia sogok dengan masakan rendang dan nasi jagung. 

Makoto mempunyai satu cara, yaitu menggendong Aoi dengan paksa. Cewek itu memberontak ingin di turunkan. 

Keduanya menjadi perhatian siswa yang akan pulang. 

"Astaga, Aoi sama siapa tuh?"

"Katanya udah punya pacar. Kok di gendong sama cowok lain?"

"Jangan-jangan selingkuhannya lagi."

Aoi tak peduli. 'Gara-gara dia, aku jadi bahan gosip begini,' sungut Aoi dalam hati. Makoto pemaksa, jika saja ini di luar sekolah, sudah di pastikan Aoi akan melawan Makoto dengan tinjuannya ala kick boxer. 

Saat sudah berada di mobil, Makoto menyalakan radio memilih musik keroncong kesukaannya. 

'Musik apaan? Yang ada aku tambah bosen,' baginya, hanya musik Rock membangkitkan mood-nya. Selain asik juga berisik. 

"Ganti! Aku gak suka!" perintah Aoi tak mau tau. 

Makoto menggeleng. "Tidak perlu. Saya sangat menyukai lagu ini. Jadi, jangan banyak protes," tegas Makoto alisnya menyatu, ini mobilnya terserah ia melakukan apa. 

Aoi berpaling menatap jendela mobil. 'Baru kali ini aku berurusan sama dia. Sebelumnya, hidupku tenang,' Aoi heran mengapa ayahnya harus menjodohkannya dengan Makoto. 

"Sudah sampai." 

Aoi tersadar dari lamunannya. Kenapa begitu cepat? 

Aoi keluar dan menutup pintu mobil dengan kasar. 

Makoto menggeleng heran. 'Kenapa Tuan Amschel menjodohkan aku dengan Aoi? Apa ada tujuannya?' Makoto pikir hanya sebagai penerus harta warisan Rotschild, tapi belum tentu bisa saja Aoi yang mengambil alih itu semua. 

Aoi merebahkan dirinya di kasur berukuran king size. Dinding yang bercat abu-abu, dan sebuah foto keluarga Rotchild. Kamar Aoi tidak ada hiasan apa-apa. Seperti hidupnya yang monoton. 

"Semoga besok gak ketemu lagi sama dia." 

***

Malam harinya Aoi gunakan waktunya untuk belajar. Apalagi besok pelajaran bahsa Jepang. 

Aoi membaca kamus bahasa Jepang. Kosa kata penting yang harus ia ketahui.

Pintu kamarnya di ketuk beberapa kali. 

"Aoi? Mama boleh masuk gak?" Karin ingin membicarakan suatu hal penting. 

"Masuk aja ma," Aoi meletakkan kembali kamusnya di rak buku. 

"Ada apa ma?" tanya Aoi setelah Karin duduk di kursi. 

"Ayahmu sudah memesan gaun untuk pernikahan nanti. Kau tau Aoi?" Karin menjeda sejenak. Sambil tersenyum membayangkan suaminya itu yang rela pergi ke toko gaun ternama sampai di goda para wanita. Bukannya tambah cemburu tapi semakin lucu. Amschel sekali marah semua wanita akan menjauh. 

"Ayah kamu di godain loh. Terus kalau marah lucu banget, jadi pingin cubit pipinya deh," andai saja Amschel ada di sampingnya, sudah ia manjakan tanpa ampun. 

Aoi menahan tawanya. "Masa sih ma? Padahal aku masih sekolah kok di nikahin," dengan wajah cemberut, Aoi sangat kesal dirinya di nikahkan secepat ini. Ia tidak kebelet nikah. 

"Biasa. Ayahmu mau yang terbaik. Jadi dia rela ngelakuin apa aja buat kamu Aoi. Jangan kecewakan ayah ya?" pinta Karin memelas. Amschel tidak pernah salah dalam pilihannya, semuanya sudah di pikirkan matang-matang. 

Aoi menghela nafasnya. 'Kalau udah begini, aku bisa apa? Demi ayah bahagia, aku akan menurutinya,' batin Aoi memantapkan pilihannya. Makoto tidak terlalu buruk, tapi sifat cuek minta ampunnya itu loh Aoi tambah gemas. 

***

Kelas 12 Ipa 1 sangat heboh jika di pagi hari. Entah bergosip tentang cogan, sarapan dadakan, konser biasa, dan main bareng di game online. 

Fumie dan Haruka bermain ABCD lima dasar yang mencari nama buah atau hewan, permainan pada masa kecil.

Seseorang yang melangkah menuju kelas 12 Ipa 1 sudah siap mengajar pelajaran bahasa Jepang. Ya, dia adalah Makoto Anekawa yang akan mengawasi segala aktivitas Aoi di sekolah. Terutama pacarnya itu. 

Tepat memasuki kelas, semuanya diam dan mematung melihat kehadiran guru baru yang tampan dan tinggi. Para cewek-cewek langsung kagum dan memujinya. 

"Ini guru baru bahasa Jepang? Ganteng banget."

"Siapa namanya?"

"Kakak belum nikah kan?" 

Di tanya seperti itu, Makoto melirik Aoi. Gadis itu tak peduli kehadirannya, terlalu fokus dengan kedua temannya yang masih bermain ABCD lima dasar. 

"Semuanya perhatikan ya. Saya adalah Makoto Anekawa, guru baru mata pelajaran bahasa Jepang. Jadi, selama saya mengajar disini, semoga kalian dapat belajar lebih baik dan giat lagi," Makoto memperkenalkan dirinya. 

Suara itu, Aoi menatap ke depan. Kenapa harus ada Makoto disini? Tidak adakah tempat lain dan harus bertemu dengannya? 

Menyebalkan. Itulah yang di pikiran Aoi. Pasti ada tujuannya, tidak mungkin Makoto mengajar disini tanpa alasan tertentu. 

"Oh ya. Saya sudah mengenal salah satu dari kalian. Dia sangat cantik, judes, jutek, dan bikin kangen," Makoto ingin memperkenalkan Aoi juga. Biarkan saja nanti ada gosip seorang guru menyukai muridnya. Dan pacar Aoi pasti akan memilih memutuskan hubungan itu. 

Bisik-bisik tak suka juga penasaran saling menyahut. 

"Siapa sih?"

"Jadi pacaran sama guru gitu?"

"Kayak gak ada cowok lain aja. Kan disini banyak cogannya. Kenapa harus sama guru?"

"Aoi. Kalian pasti mengenalnya. Saya menyukainya," terang Makoto to the point. 

Aoi melotot tak percaya. Apa-apaan ini? Tidak seharusnya Makoto mengatakan itu disini. 

Haruka menatap Aoi penuh tanya. "Beruntung banget kamu di sukai pak Makoto. Udah ganteng, tinggi, putih, macho, cool lagi. Jangan kasih ke cewek lain loh. Awas di ambil," Haruka menggoda Aoi. Sahabatnya ini sudah besar rupanya. 

Fumie cemberut. "Yah, kenapa harus Aoi? Aku juga cantik. Tapi gak judes."

Haruka menatap Fumie bosan. "Kamu itu pemberani. Di senggol sedikit saja langsung di pukul." 

Fumie itu cewek tangguh, ia juga ikut kelas kick boxer yang ada di ruangan gym. Sama dengan Aoi. 

"Buka buku kalian halaman sepuluh. Baca dan saya akan menjelaskannya," Makoto melangkah menuju meja Aoi. Cewek itu mencari-cari bukunya. 

Aoi panik. Semalam ia sudah mengecek semuanya. Apakah tertinggal?

"Gak ada. Masa ketinggalan? Duh, semoga aja gak ketauan," Aoi meletakkan tasnya di laci meja. Saat menatap lurus, sudah ada Makoto yang tersenyum. 

'Kenapa sih? Dia waras? Senyum-senyum, mereka bakalan mikir yang tidak-tidak sama aku. Gimana kalau Ryuji tau?' batin Aoi kesal. Meskipun hanya pacar pura-pura, tapi Aoi tidak mau Ryuji marah. 

"Kemana bukunya? Lupa ya? Sini," Makoto menarik tangan Aoi. 

Keduanya menjadi pusat perhatian. Apalagi Makoto yang memegang tangan Aoi. Semakin penasaran dengan keduanya, hubungan apakah itu? 

"Lepasin. Aku bisa jalan sendiri," Aoi menyingkirkan tangan Makoto. "Mau hukum aku kan?" 

Makoto menghentikan langkahnya. "Tidak," ia menggeleng. 

"Duduk di sebelah saya. Kamu bisa membaca buku punya saya. Sana," Makoto mendorong Aoi pelan. "Selama pelajaran berlangsung, kamu tetap duduk di sebelah saya. Karena tidak membawa bukunya." 

Terpaksa Aoi menurut. Lain kali ia tidak akan teledor dengan bukunya. Sudah kapok duduk dengan Makoto, lebih ia duduk di lantai saja. 

Aoi melakukannya. Duduk di lantai tanpa mempedulikan Makoto yang menyuruhnya duduk di kursi. Biarkan saja, duduk bersebelahan seperti pengantin baru. Aoi tidak mau itu. 

"Dasar bandel. Duduk di kursi, atau saya gendong?" ancam Makoto, sukanya gendong daripada yang lain. Seperti cium di cerita lain.

"Iya-iya. Bawel banget sih," Aoi duduk di sebelah Makoto. Rasanya kurang nyaman, apalagi di perhatikan teman sekelasnya. Risih. 

***

Kalau kalian di posisi Aoi seneng atau kesel? 

Sampai jumpa di bab selanjutnya...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status