Beranda / Rumah Tangga / Terpaksa Menikahi Paman Suamiku / Bab 47: Berlutut Tidak Mengubah Apa Pun

Share

Bab 47: Berlutut Tidak Mengubah Apa Pun

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-08 10:58:02

Arya Kusuma berdiri kaku di hadapan Naila, sorot matanya penuh cemas. Wajahnya, garis rahang, bahkan cara ia berdiri begitu menyerupai Maya. 

Darah keluarga tak pernah bisa sepenuhnya disamarkan. Namun, Naila tahu dengan pasti: Maya tidak mungkin bisa melukiskan sosok ayahnya dari balik jeruji besi. 

Satu-satunya yang mungkin mengatur semua ini hanyalah Putri Panduloka.

Udara di lobi hotel sore itu terasa padat, seolah menahan napas bersama Naila. Ia berusaha menjaga jarak, langkahnya hendak meninggalkan Arya ketika suara berat lelaki itu menahannya.

“Bu Jayantaka…” suaranya pecah, seperti tercekik rasa putus asa. “Saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Apa pun akan saya lakukan. Kalau perlu, saya berlutut di hadapan Anda.&rd

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 110: Cuma Mantan

    Ekspresi Naila tetap tak terguncang. Di balik cahaya lampu restoran yang temaram, wajahnya seperti topeng porselen, dingin dan tak terbaca. “Menurut kamu sendiri gimana, Pak Santosa?” suaranya meluncur ringan, nyaris terdengar sinis.Radith yang sejak tadi menahan diri langsung meledak. Kursi yang ia duduki bergeser keras menimbulkan bunyi gesekan.“Naila!” serunya, nada penuh amarah. “Bahkan Selina udah belain kamu. Jangan keterlaluan! Kalau kamu terus begini, ini nggak bakal selesai cuma dengan maaf.” Tangannya mengepal di atas meja, sendok dan garpu bergetar.Galih yang duduk tak jauh mengangkat wajah, menatap Radith tajam. Alisnya berkerut, sorot matanya dingin. “Lalu, menurutmu harus bagaimana?” tanyanya tenang, tapi tegang, seperti bilah pisau yang siap menggores.Radith tercekat. Tatapan itu menusuk dadanya, membuat bayangan siang tadi kembali muncul—saat Galih tak sekalipun membela Selina. Ada

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 109: Kalau Aku Nggak Mau

    Semua mata di ruangan itu seakan disedot ke satu titik: Aruna. Gadis dengan rambut hitam yang menjuntai bebas di bahunya itu berdiri bagai obor di tengah pesta yang mulai terasa pengap.Wajahnya keras, matanya menyala penuh amarah, sementara deru napasnya menandai keberanian yang jarang dimiliki siapa pun di Jakarta. Di kota yang penuh basa-basi dan topeng, tak banyak yang berani menantang nama sebesar Galih.Apalagi dengan menuduh pasangannya sebagai pelakor, di depan begitu banyak orang.Selina tersenyum tipis, namun matanya penuh kilatan dingin. Ia miringkan kepala sedikit, pura-pura tak mengerti. “Maksudmu apa? Aku tidak mengerti,” katanya dengan suara lembut, dibuat-buat polos.Aruna menanggapi dengan senyum miring, penuh ejekan. “Benarkah? Atau kau hanya pura-pura bodoh?”Gadis yang duduk di sebelah Aruna, tampak panik. Ia menyentuh lengan temannya pelan, berbisik, “Aruna, sudahlah. Jangan cari masalah.”

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 108: Jangan Sentuh Aku

    Naila berdiri perlahan dari kursinya, tubuhnya tegak tetapi tatapannya dipenuhi keteguhan yang dingin. Senyumnya tipis, hampir tak terlihat, lebih menyerupai garis halus yang menahan segala letupan di dalam dada.Suara yang keluar darinya terdengar rendah namun penuh ketegasan, membuat udara di ruangan itu seakan menegang.“Rena, kita berdua sama-sama tahu maksud ucapan tadi. Jadi kalau nggak penting, jangan cari saya lagi. Saya nggak mau bikin hidup Mama makin susah.”Tanpa menunggu jawaban, Naila memutar tubuhnya. Suara langkah sepatunya bergaung ringan di lantai marmer, meninggalkan aroma parfum yang samar mengiringi kepergiannya.“Pak Santosa, saya—” Rena berusaha bersuara, wajahnya tegang.Namun potongannya datang cepat. Suara Galih jatuh seperti bongkahan es yang menghantam air. “Bu Jayantaka, kalau saya dengar atau lihat Ibu mencoba menyakiti Naila lagi, jangan harap putra Ibu bisa punya karier di Jakarta.

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 107: Jangan Dekat Niko

    Pukul delapan malam, ruang kamar hotel yang ditempati Naila terasa tenang. Lampu meja menyinari wajahnya dengan lembut, sementara layar televisi menampilkan drama yang sedang ia ikuti.Tubuhnya bersandar santai di sofa, satu tangan meraih selimut tipis, dan secangkir teh hangat yang sudah mulai dingin tergeletak di meja kecil di sampingnya. Malam itu seharusnya ia nikmati dengan tenang, membiarkan dirinya larut dalam kisah orang lain.Namun ketenangan itu pecah ketika ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi muncul di layar: pesan masuk dari Alysa. Jempolnya refleks menekan tombol jeda pada remote, drama berhenti di tengah dialog penuh emosi, lalu ia membuka pesan itu.Begitu melihat foto yang dikirim, keningnya langsung mengerut.Alysa menulis:[Naila, Pak Santosa keterlaluan! Baru beberapa hari putus denganmu, dia sudah jalan lagi dengan mantan pacarnya. Paparazi memotretnya, dan sekarang orang-orang di kantor pada bisik-bisik menertawakanmu. Me

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 106: Aku Bukan Dia

    Keesokan paginya, langit Jakarta masih berwarna pucat, tersaput kabut tipis yang belum sempat dihalau matahari. Udara pagi membawa sisa embun yang melekat di kaca mobil, dingin namun rapuh, seolah sebentar lagi akan hilang ditelan teriknya siang.Naila duduk di balik kemudi, matanya sayu tetapi tekadnya keras. Ia benar-benar menepati keputusannya: mengambil cuti dan berangkat ke vila Galih lebih awal.Begitu melewati gerbang vila, hatinya berdegup tak beraturan. Suasana halaman masih sepi, hanya suara burung yang terdengar dari pepohonan rindang di sekitarnya. Ia tak menyangka, sesampainya di ruang tamu, Galih sudah duduk di sana.Laki-laki itu bersandar di sofa besar, dikelilingi tumpukan berkas yang memenuhi meja. Cahaya matahari yang menyelinap dari jendela besar menyorot wajahnya yang tegang, seolah ia mencoba bersembunyi di balik kesibukan.Naila mengerutkan kening, mencoba mengabaikan rasa getir yang menyeruak. “Aku ke sini cuma buat ambil bar

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 105: Jangan Salah Paham

    Restoran itu dipenuhi cahaya kuning temaram, lampu gantung berkilau seperti bintang yang terperangkap di dalam kaca. Suara sendok beradu dengan piring, percakapan bercampur dengan tawa kecil dari meja-meja lain, menciptakan suasana ramai tapi tetap intim.Di tengah hiruk pikuk itu, tiga orang duduk dengan keheningan yang menggumpal di antara mereka, seperti ada jarak tak kasatmata yang menahan napas.Naila hampir membuka mulut, berniat memperkenalkan dua pria yang kini duduk berhadap-hadapan. Namun Galih lebih cepat, dengan senyum yang terlatih, senyum yang seakan sudah dipoles untuk setiap pertemuan bisnis.“Pak Harsa, senang sekali akhirnya bertemu. Saya Galih Santosa, pacarnya Naila, sekaligus CEO Teknologi Prospexa.”Nada suaranya datar tapi penuh percaya diri, seolah ia sedang memperkenalkan diri dalam konferensi besar. Jabat tangannya tegap, mantap, sedikit lebih lama dari sekadar formalitas.Mata Niko menyorot tajam, ada kilat ha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status