Share

Bab 62: Jangan Lengah

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-09-15 10:17:30

Galih hanya mengangguk singkat, nyaris tanpa ekspresi.

“Ya, persentasenya bagus. Kualitasnya memang tinggi,” ucapnya dengan suara datar, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu di benaknya.

Adi, yang sejak awal tur pabrik tampak penuh semangat, langsung mencondongkan tubuh ke depan. Matanya berbinar seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.

“Kalau begitu… bagaimana dengan kerja samanya, Pak?” Nada harap-harap cemas jelas terdengar.

Namun Galih tetap tenang, tenang yang membuat lawan bicaranya sulit menebak arah pikirannya.

“Kita tidak perlu buru-buru. Mengingat kebutuhan Teknologi Prospexa sangat besar, aku perlu menilai lebih dalam,” katanya, sambil menyilangkan tangan di dada.

Adi berusaha menelan kekecewaannya. Senyumnya sedikit kaku, tetapi ia cepat-cepat mengangguk berulang kali, seakan meneguhkan dirinya sendiri.

“Tentu, tentu, Pak Santosa. Silakan pertimbangkan dengan ma

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 100: Jangan Kebablasan

    Masalah itu telah jadi bisik-bisik panas di lingkaran sosialita Jakarta. Seperti api kecil yang jatuh ke tumpukan kertas kering, kabar itu cepat sekali menjalar. Semakin banyak telinga yang mendengar, semakin tinggi taruhannya.Rama, yang baru saja menggantikan Gusti di kursi pimpinan, tahu benar risikonya. Ia tak bisa membiarkan skandal pribadi berubah menjadi alasan para pemegang saham meragukan kompetensinya. Di matanya, reputasi sama berharganya dengan modal.Di ruang tamu yang luas, dengan sofa krem melingkar dan aroma kopi hitam yang sudah mulai dingin di atas meja, ketegangan terasa kental. Tirai tipis berwarna gading hanya membiarkan cahaya sore masuk samar, membuat wajah-wajah yang duduk di sana tampak lebih muram dari biasanya.Naila bersandar dengan tenang, meski matanya menyala penuh kewaspadaan. Alisnya terangkat, memberi isyarat bahwa ia takkan mudah dibujuk. Ia melirik Sinta, yang duduk kaku di seberang. Dari caranya menggenggam tas kecil di pangk

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 99: Aku Tidak Akan Diam

    Naila masih berdiri di sisi ranjang, tubuhnya kaku, seperti ada beban yang menekan dadanya. Nafasnya terasa berat, meski bibirnya tak mengucap satu kata pun. Suara mesin monitor jantung di ruangan itu berdetak pelan, menjadi latar yang mencekam.Di dekatnya, Rena membungkuk sedikit, berbisik nyaris tak terdengar. “Kamu di sini hanya bikin Ayah tambah marah.” Ucapan itu bagai angin dingin yang menusuk.Galih, yang berdiri dengan tenang di sisi pintu, mengangkat sudut bibirnya tipis, bukan senyum penuh, lebih mirip garis dingin yang menenangkan sekaligus menantang. “Tenanglah,” ucapnya pelan, matanya lurus pada Naila.“Aku bisa menghadapinya.”Naila menoleh. Sorot mata itu… selalu saja membuatnya gamang, antara percaya dan takut. Tapi kali ini, hatinya runtuh pada keyakinan pria itu. Ia menarik napas panjang, lalu mengangguk, hampir tanpa suara.“Baiklah.”Dengan langkah tertahan, ia kelua

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 98: Keluar Sekarang

    “Oh, jadi begitu cara kamu bicara pada yang lebih tua?” Suara Galih terdengar tenang, tapi nadanya mengandung sengatan halus yang membuat udara di ruang makan itu seolah mengeras.Rama memukul meja dengan telapak tangannya, napasnya tersengal karena menahan amarah. Wajahnya memerah, urat di lehernya menonjol. “Paman Galih, Anda merebut mantan istriku dan mempermalukan keluarga Santosa. Apa Anda pikir kami akan diam saja?”Mata Galih tak bergeming, dingin bagaikan permukaan danau di malam hari. Senyumnya tipis, seakan mengejek. “Yang mempermalukan keluarga Santosa itu kamu sendiri.”Rama mendesis, matanya menyala penuh benci. “Aku akan ke kantor polisi. Aku tidak mau berdebat lagi. Tapi percayalah, kalian akan menyesal!”Kursi kayu berderit keras ketika ia berdiri terburu-buru. Suara langkahnya menghantam lantai, berat dan penuh kemarahan. Tak ada salam, tak ada pamit. Ia hanya meninggalkan aroma parfum yang

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 97: Jangan Salah Sebut

    Naila tertawa, tawanya dingin seperti kaca yang retak. Udara seolah mengeras di sekitarnya. Ia menatap layar ponsel dengan sorot mata tajam, bibirnya menyeringai tipis."Kalau otakmu memang error," ucapnya, nada suaranya setajam pisau yang baru diasah, "sebaiknya segera periksa sebelum terlambat."Hening menjalar, hanya suara napas yang terdengar dari ujung sana. Lalu, Rama meledak. “Aku lakukan ini demi kebaikanmu!” suaranya meninggi, serak bercampur amarah.“Kalau dia benar-benar melapor dan bikin heboh di Teknologi Prospexa, bukankah itu akan mencoreng nama kamu dan pamanku juga? Kamu pikir baik-baik!”Alis Naila terangkat. Jadi ini maksudnya, ancaman? Jemari kirinya mengetuk meja perlahan, sekali… dua kali… sebelum ia tersenyum kecut. Ia tahu Rama pandai memutarbalikkan keadaan. Tetapi kali ini, ia tidak sudi dipermainkan.“Kalau mau lapor, cepat lakukan,” ujarnya tenang, dingin, seperti sedang

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 96: Jangan Menyesal

    “Karena Anda mengganggu pacar saya tanpa alasan. Itu menunjukkan kurangnya integritas profesional. Setelah saya pertimbangkan, kerja sama ini saya hentikan.” Suara Galih meluncur dingin, tegas, tanpa nada ragu sedikit pun.Di ruangan kantor yang sunyi, ucapannya bagai cambuk. Aruna terdiam sejenak, seolah telinganya menolak mempercayai apa yang baru saja ia dengar.Naila lagi! Dalam hati, Aruna menggertakkan gigi. Ia menatap Galih dengan sorot mata menyala, bibirnya bergetar menahan amarah. “Pak Galih, Anda rela menyingkirkan kerja sama yang sudah siap, bahkan berhadapan dengan keluarga Purnama, hanya demi seorang wanita?”Galih mengangkat wajah, tatapannya tenang, matanya dalam. “Bu Purnama, Anda salah mengerti. Masalahnya bukan wanita itu. Anda sendiri yang gagal menunjukkan diri sebagai mitra yang pantas.”Aruna mencibir, suaranya meninggi. “Jangan sok mulia. Ini semua cuma karena Naila, kan?”Seje

  • Terpaksa Menikahi Paman Suamiku   Bab 95: Jangan Kebanyakan Bangga

    Naila menundukkan kepala, jemarinya saling meremas di atas meja kerja yang dingin. Ia tak berani mengangkat wajah, takut menabrak tatapan mata Galih yang selalu mampu meruntuhkan bentengnya.“Bukan begitu,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya terdengar bergetar, seolah setiap kata yang keluar harus melewati jalan panjang penuh duri. “Cuma… tidurku nggak enak aja. Mungkin karena kasur baru.”Galih mencondongkan tubuh, dagunya bertumpu di telapak tangan. Sepasang alisnya terangkat, matanya menyipit, meneliti wajah Naila seperti berusaha menyingkap lapisan demi lapisan rahasia yang tersembunyi.“Serius?” tanyanya, nadanya ragu, tapi masih dibalut kehangatan khas dirinya.“Iya.” Naila akhirnya menatap, hanya sekilas, sebelum buru-buru mengalihkan pandangan ke arah jendela. Di luar, cahaya pagi jatuh miring, menembus tirai tipis. “Kamu sibuk semalaman di kantor. Aku cuma nggak mau kita te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status