Share

5. Kehidupan Baru Catherine

Catherine sama sekali tidak bisa fokus sekarang. Ketika dia sudah selesai dengan urusan perkuliahannya, dia lebih memilih untuk diam di kantin dan menunggu sahabatnya yang sedang mengikuti kelas percepatan karena banyak ketinggalan sebelumnya.

Wanita ini terlihat lesu.

Dia sendiri tidak menyangka kalau berhubungan dengan seorang pria bisa menghabiskan energi yang begitu besar seperti apa yang sekarang sedang dirasakan olehnya.

Kelelahan!

Wanita ini kemudian menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kali dia menggerai rambutnya ketika pergi ke kampus dan memakai pakaian yang sedikit tertutup.

"Hari ini kau terlihat sangat berbeda, Cathy!" sapa seorang pria yang kemudian langsung duduk di hadapannya.

Catherine menoleh sekilas ke arahnya. Sejurus kemudian dia mengalihkan pandangan dan memutar bola matanya dengan malas.

Pria itu tahu kalau Catherine pasti masih marah padanya, tetapi bukan Kenzo namanya kalau dia tidak bisa memenangkan hati wanita cantik di hadapannya ini.

"Wajahmu yang cemberut seperti ini semakin membuatku tidak tahan untuk menggodamu, Cath. Jadi, jangan salahkan kalau aku tidak akan pergi dari hadapanmu sebelum kau bersikap ramah padaku!" seringai Ken. Pria itu sekarang melipat kedua tangannya di atas meja lalu tersenyum ke arah Catherine.

Catherine mendengus kesal.

Ingin sekali dia melempar pria di hadapannya ini dengan segelas air agar dia pergi menjauh dari hadapannya karena saat ini Catherine benar-benar tidak ingin diganggu.

"Pergi dari sini, Kenzo. Aku sedang tidak ingin mencari masalah denganmu apalagi berbincang sok akrab," usir Catherine.

Kenzo tertawa. "Bisa-bisanya mahasiswa beasiswa sepertimu mengusirku dengan sangat mudah seperti itu. Hey, apa kau tidak lihat begitu banyak mahasiswa lainnya yang mengantri untuk bisa berbicara denganku?"

"Kau kira aku peduli?" sembur Catherine.

"Seharusnya kau memang peduli!" seloroh Kenzo.

Catherine mengambil tasnya. 

Lalu, dengan satu gerakan cepat kemudian dia berdiri, berjalan menjauhi pria yang saat ini masih melipat tangannya di atas meja itu.

"Karena kau adalah seorang mahasiswa kaya dan tampan, maka tolong bayari makanku itu!" suruh Catherine sebelum meninggalkan pria yang terlihat memasang wajah cemberut itu.

Catherine sama sekali tidak peduli lagi ketika pria itu berteriak memanggil namanya. Sekarang dia benar-benar ingin menjauh dan sangat ingin sendiri.

Apalagi Kenzo adalah seseorang yang sangat peka dan sepertinya dia akan mengetahui perbedaan yang ada dalam diri Catherine dengan jelas kalau mereka terus bersama. Itulah alasan Catherine pergi meninggalkannya.

"Kau menekuk wajahmu lagi, apa ini karena ulah Kenzo?" tanya Theresia yang berjalan mendekat menghampiri Catherine yang duduk di salah satu kursi taman.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Catherine.

Theresia mengambil posisi duduk di sebelahnya. "Lihatlah di grup. Dia sudah membuat kehebohan di sana!"

Catherine kemudian memeriksa ponselnya. 

Wanita ini kemudian mencibikkan bibirnya ketika membaca grup dan di sana sudah ada kehebohan yang diciptakan oleh Kenzo.

"Pria gila!" sembur Catherine ketika membaca bagaimana pesan yang dikirimkan oleh Kenzo di grup itu.

Theresia tertawa. "Sudah, jangan pedulikan dia dengan gosip murahan yang disebarkan olehnya itu. Lagi pula kalau kau minta untuk dibayari olehnya, sepertinya itu adalah hal yang wajar karena dia biasa melakukan itu untuk semua wanita!" 

Catherine hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Menghadapi tingkah laku Kenzo yang seperti ini adalah makanan sehari-hari baginya. Terlebih lagi pria itu sudah sering mendapatkan penolakan darinya, bukan hanya sekali atau dua kali.

"Kalau begitu sekarang tolong temani aku ke rumah sakit karena aku harus menyelesaikan biaya pengobatan ibuku, There. Sebelumnya antar aku dulu ke bank untuk mencairkan cek ini." Wajah Catherine kemudian terlihat berbeda ketika membicarakan tentang masalah ibunya.

Theresia memegang pundak sahabatnya itu. "Kau sangat bisa mengandalkanku untuk segala hal, Cathy!"

***

Catherine sama sekali tidak menyangka kalau sekarang dia sudah tidak perlu memikirkan bagaimana tentang tunggakan biaya rumah sakit ibunya yang selama ini menjadi beban pikirannya.

Dia juga sama sekali tidak menyangka kalau sekarang ibunya bisa mendapatkan perawatan intensif lagi setelah sebelumnya sempat harus ditunda untuk beberapa pengobatannya.

"Kalau aku tidak melakukannya dengan Tuan Markus kemarin, hari ini mungkin aku tidak tenang karena ibuku yang belum bisa mendapatkan obat-obatan baru, There." Lalu, dengan air matanya yang berlinang wanita ini menunduk di samping brangkar ibunya.

Theresia sekali lagi menepuk pundak sahabatnya. "Sudahlah. Semua sudah terjadi dan sekarang adalah saatnya bagimu untuk berjuang demi kesembuhan Tante Zenny."

"Bagaimana kalau dia memintaku untuk malam ini melayaninya lagi, There?" tanya Catherine setengah terisak.

"Mau tidak mau kau memang harus melakukannya, Cathy. Ini adalah jalan yang sudah kita pilih, tidak ada cara lain untuk bebas dari jalan ini selain kita bekerja dengan baik," sahut Theresia.

Catherine menarik napasnya dalam-dalam.

Dia mengerti kalau dia memang tidak punya pilihan untuk mundur lagi sekarang.

Setelah menyerahkan keperawanannya pada seorang pria kaya raya seperti Markus Hans, maka dia sekarang tidak punya pilihan untuk mundur lagi selain terus bermain di jalan ini.

Pilihannya hanya ada dua.

Bersikap manja selayaknya para sugar baby lainnya dan mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan dari pria itu.

Atau, tetap bersikap keras seperti sekarang dengan memegang prinsipnya yang pada akhirnya akan merugikan dia sendiri karena tersiksa lahir dan batin.

Jalan mana yang harus dipilih oleh Catherine?

"Jangan pikirkan banyak hal dan lakukan saja semuanya sesuai dengan kata hatimu, Cathy. Kau juga boleh menunjukkan sifat aslimu padanya dan tidak usah berpura-pura untuk menjadi orang lain ketika bersama dengannya. Walau dia begitu menyeramkan." Theresia mencoba untuk menguatkan sahabatnya.

Catherine menganggukkan kepalanya.

Dia kemudian melihat bagaimana wajah ibunya yang sekarang terlihat sedikit lebih segar walau belum juga bisa membuka kedua matanya.

Wanita ini begitu pedih melihat bagaimana kondisi ibunya yang masih mengalami koma setelah berbulan-bulan menjalani pengobatan.

Dia tidak ingin menyerah dengan kondisi ibunya.

Dia juga tidak ingin menghentikan segala upaya agar ibunya bisa bangun lagi.

Walau sekarang harus menjual dirinya pada seorang pria seperti Markus Hans, Catherine tidak peduli karena baginya kesehatan ibunya adalah yang utama.

"Kalau begitu sekarang aku pergi dulu, Cath. Hari ini adalah jadwalku untuk bertemu sugar daddy-ku. Maaf karena tidak bisa mengantarmu pulang," pamit Theresia.

Catherine mengangguk dan melambaikan tangan pada sahabatnya.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau kehidupan Theresia yang dulu dipandang sebelah mata olehnya, kini harus dijalani juga olehnya.

Sebuah kehidupan di mana dia harus menggantungkan dirinya pada orang lain dengan cara menjual tubuhnya.

"Hah, aku bisa gila kalau terus beranggapan aku adalah orang yang teraniaya di dunia ini. Jadi, bukankah seharusnya aku bersikap pasrah dan mengikuti alurnya saja? Lagi pula sepertinya uang dari pria billioner itu tidak akan habis kalau aku mengeruknya sedikit saja untuk pengobatan ibu." Senyum di wajah Catherine berubah menjadi sedikit menyeringai. Sepertinya keadaan akan membuat wanita ini menjadi sosok yang berbeda.

Hingga, sebuah pesan teks masuk dan membuat wanita ini terkejut.

"Oke, kehidupanmu sebagai seorang sugar baby sudah dimulai, Cathy. Bersiaplah!" gumamnya yang kemudian mengunci ponselnya dan meletakkannya di dalam tas.

Dia harus bersiap sekarang karena sepertinya Markus Hans ingin meminta sesuatu padanya malam ini.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status