Share

4. Klub Malam

Mobil rolls Royce Phantom baru saja terparkir. Seorang lelaki memakai setelan hitam dengan wajah pucat turun dari mobil.

Tubuhnya yang tinggi dengan cepat sampai ke dalam klub dalam beberapa langkah. Saat membuka pintu, semua tatapan tertuju pada Antony.

"Selamat datang Tuan Muda," sapa seorang pekerja. Ia tersenyum dengan genit pada Antony.

Sudut mata Antony hanya meliriknya. Terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan pelayan tadi.

Aura ketampanan dan dingin terpancar dari sosok Antony. Dia terlihat kejam dan membunuh hanya dengan menatap lawan bicaranya.

Antony terus masuk dan menuju sebuah ruangan bertuliskan VVIP di atasnya. Itulah ruangan yang biasa ia gunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya.

"Hai, akhirnya kamu datang juga?" 

Nicky Leonardo berdiri, menuju pintu dan merangkul sahabatnya itu. Mempersilahkannya duduk. Di sana sudah ada seorang lelaki lagi. Rayyan stefan, saudara sepupu dari Nicky.

Keduanya anak keluarga kaya. Kekek mereka membuka perusahaan tambang terbesar di daerah Kalimantan sana.

Antony duduk tanpa ekspresi. Ia merogoh saku, mengeluarkan sebungkus rokok dan mulai menyalakan pemantik api lagi. 

"Suntuk amat itu muka?" tanya Rayyan, sepupu Nicky.

"Kurang kasih sayang atau kurang tidur, sih?" gurau Nicky kemudian

Antony menatap Nicky dengan dingin. Kedua alis tebalnya hampir bersatu. Ia melempar rokok menyala di tangannya ke arah Nicky.

"Heh, Tenang. Apa maksudmu Antony!"

Antony tak menjawab ia menatap Nicky dengan dingin.

Melihat Anthony menatapnya dengan tajam. Nicky tak berani berkata lagi. 

Rayyan bergidik ngeri melihat ekspresi Antony. Wajah pucat, dengan tatapan dingin dan tajam, "Dia kumat lagi?" bisik Rayyan di telinga sepupunya.

Nicky mengangguk pelan. Dia mengedip pada seorang pelayan yang bertugas menyediakan minuman. Pelayan tadi mengangguk tanda paham. Ia segera keluar dari ruang termahal di dalam klub itu.

"Gimana pernikahanmu? Sepertinya sebentar lagi kamu harus menggelar pesta perpisahan untuk masa-masa bujangmu, Kawan."

"Aku bahkan belum tahu seperti apa calon istriku itu."

Nicky dan Rayyan saling berpandangan, "Serius? What?"

Kedua saudara sepupu yang berdarah campuran Inggris-Indonesia itu benar-benar tak menyangka jika Antony belum bertemu dengan calon istrinya. Padahal pernikahan sudah di depan mata.

Pintu terbuka, pelayan lelaki yang keluar tadi kembali masuk. Di belakangnya ada tiga wanita berpakaian sexy dengan wajah cantik. Mereka adalah primadona di klub malam itu.

"Wow," desis Nicky. Matanya membulat sempurna menatap gadis bergaun merah dengan belahan dada terbuka.

Gadis itu mengerling manja membalas tatapan nakal Nicky.

"Ini adalah wanita terbaik di klub malam ini, Vanessa, Amanda, dan Gisella akan menemani Tuan semua," ucap sang pelayam lelaki itu.

Ketiga gadis melangkah maju dengan percaya diri. Duduk di sisii para lelaki kaya di dalam ruang termahal di klub itu. 

"Hai cantik, siapa namamu?" Nicky segera menyapa gadis di sebelahnya.

"Aku Amanda," jawab sang gadis. Ia meraih tangan Nicky dan saling berkenalan.

Nicky mencium punggung tangan Amanda. Kemudian merangkul sang gadis begitu akrab.

Vanessa, gadis dengan rok mini hitam dan blouse putih. Sengaja memilih duduk di sebelah Antony. 

"Kemarilah Gisella," perintah Rayyan pada gadis terakhir yang masih berdiri. Terlihat malu-malu mendekat. Rayyan dan Gisella mengobrol ringan setelah itu.

Vanessa menatap penuh harap pada Antony. Namun, Tuan muda pemilik perusahaan elektronik terbesar itu hanya diam. Raganya ada di dalam klub malam itu, tetapi jiwanya entah di mana.

Beberapa hari ini ia berpikir terlalu berat. Insomnianya kembali kambuh. Ia memikirkan pernikahannya dengan gadis pilihan sang ibu. Sementara ibunya telah menghilang sejak dua puluh tahun ini. Saat ia mulai masuk sekolah dasar.

"Antony … cewek cantik kok, dianggurin sih," ucap Nicky menggoda sang sahabat.

"Aku bosan." Antony berdiri dari tempat duduknya, ia melangkah keluar.

Vanessa gadis yang menemaninya ikut berdiri, "Biar kutemani, ya?" pintanya.

Antony mendorong tubuh Vanessa hingga terjatuh di atas sofa kembali. Sikapnya tak setampan wajahnya, Antony begitu dingin dan angkuh pada setiap wanita.

Tumbuh tanpa kasih sayang sang mama membuatnya bersikap dingin dengan orang di sekitarnya.

"Antony, kamu kemana?" Nicky memanggil sahabatnya itu. Mengikutinya keluar dari ruangan.

"Ada apa Tony, kenapa sedari tadi kamu terlihat pucat dan dingin?" 

"Entahlah. Jangan ikuti aku. Masuklah."

Nicky menghentikam langkah. Kalau Antony sudah memberikan perintah tak ada yang berani melawannya. Ia cukup tahu bagaimana tabiat sahabatnya itu. Ia punya masalah dengan pengendalian emosi. Bisa berbuat di luar kendali jika sedang marah.

Nicky kembali ke dalam ruang VIP. Rayyan, Vanessa, Amanda dan Gisella menatapnya penuh tanya.

"Kemana Antony?"

"Dia pergi. Bosan katanya!" Nicky mengangkat kedua bahunya. Ia mengerling nakal pada Amanda, "Kita lanjutkan apa yang tertunda, Baby."

Nicky mencium mesra bibir Amanda yang berwarna merah dan tebal.

Rayyan tak mau kalah dengan sepupunya. Tangannya mulai menyentuh tubuh Gisella dengan liar. Gadis dengan rambut dicat blonde itu hanya diam dan menikmati.

Vanessa yang sendiri tanpa pasangan keluar dari ruangan itu. Ia memutuskan akan mencari Antony, "Kemana dia pergi?"

Vanessa mengitari klub 999 mencari keberadaan Antony. Menoleh ke sana kemari, berharap lelaki tampan itu masih berada di sekitar klub.

"Itu dia." Vanessa mempercepat langkahnya.

Seseorang memegang botol wine. Di pojok klub. Ia menatap ke luar jendela. Pandangannya kosong.

"Hai, disini rupanya?"

Antony menoleh, ia mengernyitkan alisnya, "Pergi dari sini." Ia menendang kursi di hadapannya hingga terjatuh.

Pengunjung mulai menatap ke arah mereka berdua. Keduanya seperti pasangan muda yang sedang bertengkar. Vanessa tak mematuhi perintah Antony. Ia tetap duduk, di kursi sebelahnya kini.

Antony segera berdiri, "Kau atau aku yang pergi?" tanyanya dengan tegas.

"Lelaki ini begitu keras kepala!" batin Vanessa.

"Aku bisa menemanimu." Vanessa berkata dengan nada lemah lembut dan tersenyum.

"Aku tak butuh ditemani." Selesai berkata Antony melangkah pergi. Ia keluar dari klub.

"Fu*k You!" umpat Antony.

Moodnya hilang. Tak lagi ingin mencari udara segar ataupun berkumpul dengan teman-temannya.

Ia kembali menuju mobil berwarna hitam dengan plat khusus miliknya. Dengan huruf B dan satu angka di belakangnya. Simple dan mudah diingat. Memperlihatkan status dan kekayaan keluarga. Karena plat itu hanya dimiliki keluarga Ibrahim sebagai keluarga terkaya di Indonesia.

Ia menginjak pedal gas dengan penuh. Menyusuri jalan tanpa tahu arah tujuan. Antony hanya ingin menjauh dari pusat keramaian. 

Satu jam mengendara akhirnya ia menghentikan mobil di daerah sepi. Ia keluar dari mobilnya, berjalan dengan sedikit terhuyung.

Dari kejauhan sebuah sepeda motor mendekat. Dua orang di atasnya segera turun dan mendekat.

"Serahkan barang berharga loe, sekarang," ancam lelaki yang tutun dari motor terlebih dahulu. Ia mengeluarkan pisau lipat dan menodongkannya ke perut Antony.

Satu lelaki lainnya turun, matanya tak henti menatap ke mobil Rolls Royce Phantom. Mobil yang dikendarai Antony terlihat mahal dan berkelas.

"Harta atau nyawa? Silakan pilih sekarang," desis si lelaki di samping telinga Antony.

"Berhenti …."

"Siapa kalian?"

***Terpaksa Menikahi Tuan Muda***

Bersambung ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status