Share

Chapter Empat - Bastian Zoe

Di lokasi lain, di rumah sakit.

Davi menunggu di luar ruangan dimana Vio dirawat. Di luar ruangan itu, ada beberapa orang tegap yang berdiri didepan pintu menjaga.

Davi melirik mereka.

Apa-apaan mereka ini? Apa Vio tahanan? Kenapa harus dijaga seperti ini. Siapa pria misterius itu? Bagaimana caraku masuk.

"Permisi!" Davi melangkah hendak memasuki ruangan dimana Vio dirawat. Namun ditahan oleh tangan menjaga yang berdiri didepan pintu.

"Biarkan aku masuk! Kalian ini siapa? Apa yang dilakukannya didalam sana dengan temanku!"pekik Davi kesal.

"Maaf nona Davi, mohon duduk tenang. Ini di rumah sakit."ucap Fang dengan senyuman ramah,"Apa kau ingin berada disini sebagai pasien?"

"A-apa?"Davi sedikit gentar."Ta-tapi temanku...."

"Tenang saja. Nona Vio baik-baik saja, Tuan Bastian kami menjaganya."

"Uuugghh.. Bagaimana ini?" Davi celingukan berharap bisa menerobos masuk."Biarkan aku masuk! Aku mohon."sambungnya memelas.

Asisten Fang menghela nafasnya panjang. Fang mengetuk pintu,tak ada sahutan lalu Fang membuka dan masuk sebentar. Tak lama, Asisten Fang keluar, menatap pada Davi.

"Masuklah."

Davi yang sudah sangat mencemaskan Vio menerobos masuk.

"Vio..."

Davi langsung mendapat tatapan tajam menusuk dengan aura membunuh dari Bastian. Membuat Davi gemetar dan canggung.

Apa ini? kenapa atmosfirnya begini? batin Davi.

Fang sang asisten hanya tersenyum kesenangan.

"Vio, baik-baik saja kan?" bersungut mendekat.

"Nona Vio hanya demam Nona Davi. Tidak perlu khawatir berlebihan seperti seseorang."ucap Fang dengan senyum yang selalu mengembang itu. Bastian meliriknya tajam.

DEG!

Kenapa aku rasanya baru saja mendapat tatapan mematikan dari seseorang itu? kata hati Fang tersenyum senang.

Keesokan paginya,

Suara burung-burung berkicau menyambut hari baru, mengiringi hangatnya sinar mentari pagi.

Vio membuka matanya, badannya terasa lebih nyaman sekarang. Vio melihat sekeliling,

"Aahh, aku dirumah sakit ternyata? Apa Davi tidak kesulitan membawaku kemari?"Gumam Vio melihat keluar jendela yang terbuka, menampakan pemandangan diluar sana. pohon hijau dengan burung yang bertengger disana. Awan-awan putih terlihat bergelayut dibirunya langit.

CEKLEEKK.

pintu dibuka.

"Kau sudah bangun Vio?" Davi berjalan mendekat,"bagaimana perasaanmu?"

"Aku sudah lebih baik. Terima kasih sudah membawaku kemari."ucap Vio mengulas senyum. "Tapi, kamar ini seperti nya mahal."

Davi menghela nafasnya.

"Kenapa?"tanya Vio heran.

"Kenapa kau punya pacar dan tidak bilang-bilanh padaku?" protes Davi pada Vio denga muka cemberut.

"Pacar?" Vio terlihat bingung. "Pacar siapa? aku baru saja ditinggal menikah mantan pacarku, bagaimana bisa aku punya pacar secepat itu?"

Davi menghela nafasnya.

"Lalu pria itu siapa?"

"Pria yang mana?"

"Sebenarnya semalam seorang pria tampan yang membawamu kemari."terang Davi.

Vio menatap bingung Davi yang terlihat serius itu.

"Pria tampan?"ulang Vio penuh tanya.

"Apa kau sungguh tidak mengenalnya?"tanya. Davi,"Sepertinya dia sangat perduli sekali padamu. Dia menunggumu sampai pagi. Baru saja dia pulang."

Vio masih berfikir tentang siapa itu.

"Mmmm.. Dia sepertinya orang yang berpengaruh. Dari pakaiannya dia sepertinya orang sangat berpengaruh. Dia punya banyak pengawal."sambung Davi masih memberi petunjuk.

"Masih belum dapat ya? Mmmm.. Namanya Bastian. Kamu ingat orang itu?"Lanjut Davi tidak sabar.

Vio menggeleng...

"Kau beneran nggak kenal orangnya?" Tanya Davi lagi heran.

Vio menggeleng."Tidak."

"Kamu juga tau kan Davi, semua orang yang aku kenal kamu pasti juga kenal kan?"

"Jadi siapa pria misterius itu?" gumam Davi ikut berfikir." Kupikir dia pacarmu."

Hening sejenak. Keduanya sama-sama berfikir, namun tak menemukannya.

"Sudahlah. tak usah dipikirkan. Aku sudah sehat, kurasa sekarang waktunya pulang."ucap Vio tak mau ambil pusing.

"Baiklah! Ayo kita pulang."

"Aaahh,, benar. ini ruangan VVIP pasti sangat mahal. Haaaahh..."

"Sudahlah. nanti kita pikirkan bersama untuk biayanya." Davi menyemangati dengan menepuk punggung Vio.

Davi dan Vio berjalan menuju bagian administrasi.

"Oohh kamar nomor 1012 ya? Biaya administrasinya sudah di tangguhkan."ucap petugas administrasi."Itu layanan khusus."

"Aaahhh... be-gi-tu." ucap Vio. "Oleh Siapa?"

"Tuan Bastian Argantara."jawab petugas jaga.

"Bastian Argantara Zoe?" gumam Vio mengingat-ingat.

"Terima kasih."ucapnya pada sang petugas.

"Sudah kubilang dia bukan orang biasa."terang Davi membarengi Vio berjalan.

"Ayo kita pulang saja."ajak Vio melangkahkan Kaki nya perlahan.

Vio dan Davi pulang ke kosan Davi karena Vio enggan untuk kembali. Vio sudah tak ingin bertemu ataupun berurusan dengan keluarga Hendrawan lagi. Walau di rumah saat ini tidak ada orang juga. Rasanya enggan menginjakkan kaki ke sana.

"Sebaiknya, kamu pulang ke rumah dulu Vio, kita ambil barang mu. Selanjutnya kamu mau tinggal di kosan ku pun aku gak masalah."ucap Davi menyarankan.

Akhirnya Vio memutuskan untuk kembali kerumahnya sebentar. Untuk mengemasi barang-barangnya. Ia sangat kecewa dengan ibu nya yang dengan tega menjual dirinya pada direktur Marsal yang mata keranjang.

####

Dilain tempat di waktu yang berbeda.

Dalam gedung bertingkat yang menjulang tinggi. Bastian duduk terdiam, diruang kerjanya. Didepan nya, ada sebuah komputer yang dia tatap begitu lama. Bastian terlihat sangat serius menatapnya, bahkan tanpa kedipan.

Asisten Fang memperhatikan Tuannya yang sedari tadi terlihat begitu serius menatap layar komputer. Asisten Fang sangat penasaran apa yang membuat Bastian begitu fokus hingga tak berkedip.

Fang berjalan mendekat dan berdiri dibelakang Bastian. Melihat pada layar datar yang terus diperhatikan oleh tuannya itu.

Apaa? Apa ini? Apa sedari tadi tuan Bastian hanya memperhatikan layar datar yang gelap ini? Aku pikir dia sedang serius bekerja. Batin Fang menepuk jidatnya.

Ternyata sedari tadi Bastian hanya menatap komputer mati. ckck.

Sepertinya pikiran tuan Bastian tidak berada ditempatnya. Lalu dimanakah pikiran tuan Bastian berada? batin Fang berfikir.

Apakah ada pada gadis bernama Vio dari keluarga Hendrawan itu? Fang mulai bermonolog.

Oohooo.. jika benar begitu akan sangat menarik. Tuan Bastian tak pernah seperti ini sebelumnya. Ini hal yang langka. Fang mengulas senyum lebar.

"Tuan..."

"Ini sudah sore. Mari kita pulang." ajak Fang.

"Ya tentu saja."Bastian berdiri dari duduknya.

"Apa anda mau mengunjungi Nona Vio?"kembali Fang bertanya memancing Tuannya.

"Baiklah ayo ke rumah sakit."jawab Bastian cepat.

Ohoooo.. Tuan Bastian, anda menjawabnya cepat sekali. batin Fang girang.

"Nona Vio sudah pulang siang ini, tuan."

Bastian berbalik menatap asistennya Fang dengan tatapan dingin menusuk.

"Mungkin kita bisa berkunjung ke rumahnya."saran Fang dengan senyum canggung.

"Baiklah. Jika kamu sudah berkata begitu." Bastian berjalan mendahului keluar dari ruang kerjanya.

Hohoho... Tuan kenapa tidak mengaku saja jika ingin bertemu dengan nona Vio... batin Fang tersenyum senang.

###

Di sisi lain.

Vio berjalan memasuki rumahnya yang tampak masih sepi. Vio bernafas lega.

"Sepertinya Ibu dan yang lainnya belum kembali. Syukurlah."gumam Vio pelan.

Vio mengendap-endap memasuki rumah dan langsung menuju kamarnya. Vio mengemasi barang-barangnya.

Memasukkan bajunya ke dalam koper. Setelah semua terkemas. Vio bersiap keluar dari kamarnya dilantai dua. Perlahan Vio menggeret kopernya yang memang tidak terlalu berat dan kecil itu.

Vio menuruni tangga, belum sampai setengah tangga terlewati, terdengar suara mesin mobil. Vio menghentikan langkahnya. Jantung Vio berdegup kencang. menduga-duga siapa yang datang.

Bersambung....

___€€€___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status