Share

Chapter tiga - bagaimana semua itu terjadi

Vio bersungut mendekati pintu. Membuka pintu depan dan, tiba-tiba semua menjadi terang, sangat terang hingga membutakan matanya. Dan hilanglah seluruh kesadarannya.

Tangan Bastian sudah menangkap tubuh Vio sebelum menyentuh lantai.

"Wanita? Kau kenapa?" Bastian menepuk-nepuk pipinya.

Panas!? batin Bastian tersentak, wajahnya berubah panik dan khawatir. Apa dia sedang sakit? batinnya lagi.

"Tuan Bastian, sepertinya nona Vio sedang sakit. Wajahnya sangat pucat. Bagaimana jika kita bawa ke rumah sakit dulu?"saran Fang Asistennya.

"Kau benar." Bastian mengangkat tubuh Vio menggendong, dan berbalik.

"Kalian siapa?"pekik seorang wanita dari balik orang-orang pengikut Bastian yang ada belasan itu.

Davi sahabat Vio menerobos dan melihat Vio dalam gendongan Bastian.

"Vio?" pekiknya panik."Apa yang terjadi?" Davi menatap tubuh dan wajah Vio yang pucat dan tak sadarkan diri.

"Maaf! Anda siapa nona?" tanya Asisten Fang menghalangi.

"Aku Davi! sahabat Vio. siapa kalian? Dan mau apa?"seru Davi memberanikan diri.

"Berisik sekali. Vio sakit, aku akan membawanya ke rumah sakit." ucap Bastian datar dan dingin. Berjalan melewati Davi yang terlihat membeku.

"Kau boleh ikut."lanjutnya melirik pada Davi.

Bastian membaringkan Vio di jog belakang, dengan Davi memangku kepala Vio. Bastian mengambil duduk di belakang kemudi.

"Tuan, biar saya saja yang..."

"Duduk! pasang sabuk pengamanmu!"potong Bastian.

Bastian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan maximal.

Tuhan... apa ini? cepat sekali? bagaimana jika kami mati? Apa tak ada polisi di jalanan?? batin Davi ketakutan.

Tuan, tidak biasanya. Membawa mobil secepat ini. Apakah gadis itu sangat berarti baginya? Ohoo... sepertinya akan ada kejutan yang menarik. batin Asisten Fang dengan senyum kegembiraan.

###

Sementara itu, di rumah sakit yang dituju.

"Apaa??" pekik ketua yayasan rumah sakit. "Tuan Bastian sedang dalam perjalanan kemari?"

"Kenapa beliau mau kemari? Sakit apa?" ucapnya lagi makin gusar.

"Kami juga tidak tau, tadi hanya telpon tuan Bastian akan kemari." sanggah yang lainnya.

"Haduuuhh.. bagaimana ini jika tuan Bastian tidak senang dengan pelayanan kita bisa-bisa rumah sakit ini besok gulung tikar."gumam Ketua yayasan rumah sakit itu gusar dan gelisah.

"Cepat siapkan dokter dan perawat terbaik dalam waktu 10 menit!"perintah ketua yayasan.

"Apa? sepuluh menit? mana cukup pak ketua?"protes bawahannya.

"Lalu maksudmu tuan Bastian harus menunggu begitu? kau mau jadi gelandangan haahh?" sentak ketua yayasan sangat tidak sabar mencengkram kerah bawahannya itu.

"Baik pak ketua. Akan segera kami siapkan." ucap sang bawahan patuh.

"Bagus!"

Beberapa menit kemudian.

Mobil Bastian sampai di depan rumah sakit, dengan cepat pria itu turun dari mobilnya dan menggotong Vio masuk gedung rumah sakit. Bastian disambut oleh belasan dokter dan perawat. Juga ketua yayasan ikut menyambut.

"Selamat datang tuan Bastian ."berucap serentak.

Semua orang di sana membungkuk menyambut Bastian. Asisten Fang berjalan dibelakangnya, diikuti oleh Davi. Gadis itu merasa aneh dan heran dengan sambutan berlebihan dari para dokter dan perawat itu.

Bahkan ketua rumah sakit pun ikut turun menyambutnya. Siapa sebenarnya pria ini? Bagaimana Vio bisa mengenalnya? batin Davi

"Tangani dia."ucap Bastian dingin dan datar, namun beraura tajam membunuh. Membuat bergidik orang orang di sana.

Vio mendapat perawatan khusus di IGD. Setelah melakukan beberapa pengecekan, dokter yang bertugas berbalik dan berkata.

"Tu-tuan Bastian,"

Dokter itu semakin gugup mendapati Bastian menatapnya tajam dengan aura yang mengerikan. Dokter itu menelan ludahnya dengan keras.

"No-nona Vio hanya demam biasa. Setelah mendapat obat, akan segera membaik."ujar Dokter itu makin gugup.

Bastian tak mengatakan apapun. Hanya menatap dengan aura mengerikan.

"Sa-saya akan memberinya cairan infus." ucap Dokter itu makin gugup dan gusar.

Setelah memberikan suntikan dan memasang infus, dokter itu pamit undur diri dengan perasaan lega, karena terbebas dari beban tatapan tajam Bastian.

Vio ditempatkan diruang VVIP. Davi yang masih menunggu di luar ruangan itu, menatap pintu dimana Vio dan pria misterius yang sepertinya memiliki pengaruh besar itu berada. Dengan dijaga ketat oleh orang-orang berjas hitam.

Bastian berdiri di samping brankar rumah sakit, dimana Vio terbaring dengan lelap. Netra nya lekat menatap Vio.

"Malam pertama yang merubah segalanya. Jangan menyebutku Bastian Argantara jika tidak bisa mendapatkan mu." gumamnya.

***

####

Di lokasi lain, Felix menatap hamparan lampu kota dibawah kakinya, melalui jendela kaca gedung bertingkat itu. Pikirannya masih tersimpan rasa bersalah pada mantan kekasihnya Vio. Walau dia juga dengan rasa sadar melakukan hubungan dengan sang adik, Rena.

Rena beberapa kali dengan sengaja menggodanya. Hingga pertahanan Felix yang masih seorang pria normal pun tergoda juga. Melakukan hubungan intim dengan Rena. Tak hanya sekali, bahkan berkali-kali dengan sangat sadar. Jika Vio dengan tegas menolak ketika Felix mulia mengrayangi tubuhnya, namun, Rena justru menawarkan dengan suka rela.

Flash Back on.

Malam itu, beberapa bulan yang lalu. Saat Felix baru pulang dari mengantar Vio berkencan.

Rena sudah menunggunya di depan pintu rumah. Gadis itu tersenyum dengan nakal pada Felix, dengan sorot matanya, Felix menyuruh Rena diam agar tak ketahuan Vio. Walau bagaimanapun Felix mencintai Vio, Felix hanya menggunakan Rena sebagai bahan pelampiasan napsu nya saja.

"Mampirlah dulu disini, Felix." tawar Maria ibu Rena yang mengetahui hubungan segitiga diantara anaknya."Kami menyiapkan beberapa makanan. Makanlah dulu."

Felix melirik Vio seolah menanyakan pendapat, bolehkah. Vio hanya tersenyum tipis.

"Aku mengantuk. Jika kamu mau mampir silahkan. Tapi aku tak bisa temani."ucap Vio langsung masuk tanpa memperdulikan ibu tirinya.

"Tidak apa-apa. masuklah."

Felix menatap Vio yang berlalu menaiki tangga dengan mata sayu.

"Ayolah."Maria menarik lengan Felix memaksanya untuk mampir. Akhirnya karena merasa tak enak hati, Felix pun mengikuti juga.

Seperti yang sudah Vio katakan. Dia benar-benar masuk ke dalam kamarnya, tanpa menemani Felix yang akhirnya memilih mampir ke rumah ajakan Ibu tirinya.

"Duduklah dulu Felix."ucap Maria mempersilahkan Felix duduk di ruang keluarga.

"Maaf merepotkan tante."

"Tidak usah sungkan, kamu kan anak keluarga Alexander tentu saja aku akan memperlakukan mu dengan baik."ucap Maria.

Rena yang memang sedari tadi ada di teras mengikuti masuk dan duduk di seberang Felix.

"Aku akan mengambilkan kue brownies dan minuman juga untuk mu." Mariah melirik Rena seolah mengkode agar segera melancar aksinya untuk menggoda Felix.

Setelah Maria pergi, Rena pun mendekat dan duduk dipangkuan Felix. Pria itu menatapnya tajam.

"Rena hentikan! Bagaimana jika ada yang melihat?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku tidak ingin ada yang tau hubungan kita."

"Kau kejam sekali Felix."

Rena tanpa malu melummat bibir pria didepan, Felixpun tergoda membalas ciuman Rena dengan sangat bernafsu. Dalam bayangannya dia sedang bercumbu dengan Vio. Hingga suara dehemman membuat Felix menjauhkan diri dari Rena. Mariah tersenyum dan mendekat, meletakkan nampan berisi kue dan minuman.

Felix merasa kikuk, jelas saja dia baru saja ketahuan sedang bermesraan dengan Rena. Felix mengambil kue dan menyeruput tehnya, untuk menghilangkan kegugupan nya. Maria mengedipkan sebelah matanya pada anaknya.

Felix tiba-tiba merasa tak nyaman dengan tubuhnya, ditambah seperti ada dorong didalam dirinya yang tak biasa.

"Aku harus kembali," ucap Felix yang merasakan hawa panas ditubuhnya. Dia merasa ada yang tak beres ditubuhnya.

"Loh, kok sudah mau kembali, baru sebentar." ucap Mariah dengan senyum licik.

"Aku tak mau pulang kemalaman." alasan Felix beranjak dari duduknya.

"Aahh, kalau begitu, bisakah kau hantarkan Rena ke rumah temannya?"tanya Mariah, "kebetulan arahnya sama dengan rumahnya."

"Baiklah."

Akhirnya, Felix dan Rena hanya berdua saja di dalam mobil. Selama di dalam mobil Felix terus tak tenang, tubuhnya terasa panas, dan tak nyaman. Felix melirik Rena. Wanita itu memakai pakaian yang menunjukkan belahan dadanya, membuat Felix ingin menerkamnya saja. Pada dasarnya mereka memang pernah beberapa kali melakukannya. Hanya kali ini Felix tak ingin menghianati Vio lagi.

Uuugghhh, kenapa denganku ini? pikir Felix menepis keinginan dan dorong dalam dirinya.

Selama didalam mobil Rena terus menggoda Felix. Hingga pria itu tak sabar dan menepikan mobilnya, Napsunya sudah sangat memuncak, hingga akhirnya kedua insan itu bergelut didalam mobil yang bergoyang.

Setelah puas melepas kecebongnya, Felix pun pulang. Tanpa dia tau, Rena telah merekam aksi mereka beberapa kali untuk menjerat Felix agar menikah dengannya.

Flash back Off.

"Aku memang bersalah, telah menghianati mu Vio. Aku mencintaimu, tapi, aku juga yang menghianati mu."gumamnya.

Bersambung....

___€€€___

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status