Share

3. Diterima

Author: Rahmi Aziza
last update Last Updated: 2024-10-09 04:22:24

"Saya hanya mau mengeringkan baju Pak Bas yang basah Bu, maaf. Saya panik, takut dimarahi, takut Pak Bas masuk angin, jadi ..."

Mendengar jawaban Ayana, tak disangka Amanda malah tersenyum. Sepertinya Ayana benar-benar gadis yang polos dan tulus, tak ada maksud yang aneh-aneh pada suamiku. Begitu batin Amanda.

"Sudah, Sayang, kau masuklah. Mandi, ganti baju. Biar aku ngobrol dulu sama Ayana, ya," ucap Amanda lembut pada suaminya.

"Sayang, kamu jangan salah sangka, aku ..." 

Amanda tersenyum sembari menggeleng. "Aku percaya padamu, masuklah."

Amanda tahu, jika mau, Bas sudah dari dulu mendua bahkan mentiga darinya. Banyak wanita yang mendekati, dari Bas masih lajang sampai lelaki itu sudah menikahinya. Tak sedikit juga yang terang-terangan menyatakan bersedia menjadi istri kedua. Namun kenyataannya, lelaki itu masih setia, bahkan di saat ia sakit dan tidak bisa melayani suaminya dengan maksimal, Bas masih tetap tak melirik wanita secantik apapun ia.

“Baiklah, kalian ngobrol dulu. Ingat, jangan sungkan menolaknya, kalau kau merasa tidak cocok!" tegas Bas yang kemudian masuk ke dalam rumah.

"Ya, Sayang, tentu."

“Berapa umurmu Ayana?” tanya Amanda setelah mereka berdua sama-sama duduk di ruang tamu.

“19 tahun, Bu.”

“Muda sekali, kenapa kau malah mau bekerja merawat orang sakit?” 

“Saya sebenarnya ingin kuliah, Bu. Tapi saya tidak punya uang. Makanya saya mau kerja apapun yang penting halal.” Ayana menjawab jujur. Ibunya yang hanya bekerja asisten rumah tangga paruh waktu di rumah orang, tak mampu membiayai kuliah. Mau cari beasiswa, Ayana sadar, ia juga bukan orang yang pintar-pintar amat.

“Memangnya apa cita-citamu, Ayana?” tanya Amanda lagi.

“Cita-cita? Emm, Apa ya, Bu?” Sejenak Ayana berpikir. Sewaktu kecil ia pernah bercita-cita ingn jadi guru, dokter, bahkan polisi. Tapi sekarang ia malah bingung ketika ditanya tentang cita-cita.

“Saya hanya ingin mengangkat derajat keluarga saja sih, bu. Nggak mau terus-terusan miskin. Teman-teman saya pada kuliah, jadi saya pikir, mungkin kalau saya kuliah, nanti bisa jadi orang kaya. Kalau nggak dapat pekerjaan dengan gaji yang besar, minimal bisa dapat jodoh orang kaya lah, Bu."

Amanda tertawa mendengar jawaban polos Ayana.

"Bener, kan, Bu. Kuliah itu kan tempatnya orang-orang kaya. Seperti itu tuh. Sanchai dia anak orang miskin, karena kuliah bisa dapat Tomingse yang tajir melintir. Tapi kira-kira, jurusan apa yang banyak orang kayanya ya, Bu?

Pertanyaan Ayana kembali membuat Amanda tergelak. Anak ini lucu juga, batin Amanda.

“Ah, saya kan kuliahnya masih lama Bu, nunggu ada dananya. Bisa tahun depan, dua tahun lagi, atau ... entahlah, tak usah dipikirkan dulu soal jurusan itu,” sambungnya.

“Hmmm, baiklah. Kalau begitu, sambil menunggu, kau bisa menemaniku di sini," putus Amanda. Di hari pertamanya bertemu dengan Ayana entah mengapa ia langsung merasa cocok. Semoga anak ini benar-benar bisa sabar dan tabah merawatku yang nanti pasti akan merepotkannya, batin Amanda.

“Eh, maksud Ibu?” tanya Ayana. Ia takut salah tangkap dengan ucapan calon majikannya itu. 

“Kau kuterima bekerja di sini."

“Wah beneran, Bu?” Mata Ayana berbinar setelah melihat Amanda mengangguk sembari tersenyum. 

“Semoga kau betah menemaniku ya, Ayana."

Saking gembiranya, Ayana spontan memeluk majikan barunya. “Aaaak… Terimakasih Bu.”

"Sudah, sudah, lepaskan aku.” Amanda tertawa. Melihat kebahagiaan Ayana, entah mengapa rasanya ia ikut berbahagia juga.

“Oh maaf Bu, saya lupa kalau belum mandi.” Segera Ayana melepaskan pelukannya.

“Bukan itu, kau memelukku terlalu erat, bisa-bisa aku mati bukan karena penyakitku, tapi karena sesak napas." Amanda berseloroh, lalu mereka berdua tertawa bersama. 

Esok harinya, Ayana berlari-lari kecil menuju rumah Bas. Di halaman ia bertemu dengan Yudis yang sedang mencuci mobil tuannya.

“Hai,” sapanya.

“Yudis! Terimakasih, ya, berkat kamu aku dapat pekerjaan ini."

"Aku yang berterimakasih Ayana. Dengan adanya kamu, paling tidak aku merasa tenang, karena ada yang menjaga Ibu di rumah."

“Hmmm, apakah kamu beneran sopir, Yudis?” Ayana melihat Yudis dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Penampilan kamu keren, tidak seperti sopir.”

Hari ini Yudis mengenakan kemeja lengan pendek berwarna krem pas badan, celana mirip jins berwarna gelap dan sepatu kets.

“Kau memuji atau mengejek?” Yudis tertawa. “Memang penampilan sopir seperti apa?” tanyanya lagi.

“Supir bos yang kulihat di drakor itu, biasanya memakai, emmm..” Ayana nampak berpikir, mengingat-ingat penampilan sopir di drama Korea yang sering ditontonnya. “Ah ya, seragam safari berwarna gelap.”

“Kalau kamu… penampilanmu lebih mirip seperti… mahasiswa..” ujarnya.

“Sedikit benar, tapi kurang tepat,” jawab Yudis.

“Aku memang supir Pak Bagas, tapi aku juga diberi kesempatan oleh Pak Bagas untuk tetap bersekolah.” Ia menjelaskan.

“Jadi bener kamu anak kuliahan?” Ayana takjub, sungguh beruntung jadi supir di keluarga Pak Bagas, batinnya. Apakah sebagai perawat nyonya di rumah ini ia juga akan bernasib seberuntung Yudis?

Ah, Ayana segera menepis angan-angannya. Jika ingat bagaimana perlakuan Bas pada Ayana kemarin, rasanya mustahil.

“Bukan anak kuliahan," jawab Yudis. "Tapi aku mengambil kursus bahasa asing. Bahasa Jepang.”

“Waah hebat. Ohayo gozaimas…” Ayana mengucap kalimat Jepang yang paling dihapalnya, sambil menundukkan kepala, mengikuti gestur khas orang Jepang jika mengucap salam.

“Hahaha apa artinya itu?” tanya Yudis.

“Mana kutahu. Aku hanya sering mendengarnya di film kartun.” Ayana terkekeh.

“Ohya, kenapa kau tidak belajar bahasa Korea saja?” tanya Ayana yang memang gemar menonton drama Korea.

“Bahasa Korea? Kenapa harus bahasa Korea?” Yudis malah balik bertanya.

“Supaya aku tidak harus menunggu lama drama Korea bersubtitel Indonesia, kan ada kamu yang bisa terjemahin.”

Mereka berdua lalu tertawa bersama.

Ayana ada-ada saja. Ah, gadis ini, sungguh mempunyai pribadi yang menyenangkan, batin Yudis. Baru kenal tapi sudah bisa membuatnya tertawa.

“Kamu sendiri, kenapa mau jadi perawat orang sakit?” tanya Yudis ketika tawa mereka mulai mereda.

Belum juga Ayana menjawab pertanyaan Yudis, tiba-tiba terdengar suara deheman dari belakang.

Bak adegan di film horror, secara slow motion, mereka berdua menoleh ke arah pemilik suara.

“Ngapain kamu masih di sini? Cepat temui istriku,” hardik Bas pada Ayana.

“Oh baik, Pak. Bapak sudah mau berangkat, ya?”

“Menurutmu? Saya jadi terlambat ke kantor karena menunggu perawat istriku datang.”

“Maaf, Pak.” Ayana membungkukkan badan di depan bosnya.

“Kalau begitu saya masuk dulu, Pak.” Ia lalu meraih tangan Bas, dan mencium puggung tangannya.

“Hei apa-apan kamu!” Cepat-cepat Bas menarik tangannya.

“Oh, ma-maaf Pak, kebiasaan sih cium tangan orang tua kalo berangkat kerja. Tadi saja saya cium tangannya sopir angkot, masa Pak. Untung supir angkotnya ganteng seperti Bapak, eh seperti Jo Jung Suk maksudnya. Bapak tau, kan? Aktor Korea yang main di drama Oh My Ghost."

“Bodo amat, mau aktor Korea, aktor korengan. Masuk sana! Banyak bicara kamu!” 

Bas murka sementara Yudis setengah mati menahan tawa melihat kelakuan absurd Ayana.

Sebelum berlari masuk, diam-diam Ayana melambaikan tangan pada Yudis, lalu tanpa suara ia berucap. “Sampai jumpa nanti."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   33. Bulan Madu Kedua

    Kedua orang di kamar itu kompak menoleh saat Ayana membuka pintu.“Ayana ....” Bas memanggil lirih.Matanya dan Ayana sempat saling pandang beberapa detik sebelum istri kecilnya itu membalikkan badan lalu membanting pintu.Ayana berlari keluar rumah, tangisnya pecah. Baru kemarin Pak Bas mengusirnya dari kamar, menolak ditemani dan disuapinya, tapi perempuan itu, siapa dia? Kenapa Pak Bas bisa dengan mudah menerimanya?“Ayana mau ke mana?”Yudis yang sedang membersihkan mobil langsung melempar kanebo di tangan, begitu melihat ada yang tak beres dengan istri Tuannya.Gegas ia mengejar Ayana. “Minggir Yudis, aku mau lewat!” seru Ayana ketika tubuh tinggi laki-laki itu menghadang di depannya.“Jangan pergi lagi Ayana, semua mengkhawatirkanmu.”“Bohong!”Ayana berusaha melewati Yudis, namun cekalan tangan Yudis menahannya.“Yudis!!!” Sebuah teriakan membuat Yudis dan Ayana menoleh.“Berani kau sentuh lagi istriku?” Bas melangkah dengan cepat dan beringas ke arah mereka. Cepat-cepat Yudis

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   32. Ayana Pergi

    “Kondisi vital pasien semakin melemah, Pak. Hanya keajaiban Allah yang bisa menyelamatkan. Silakan Bapak masuk untuk mentalqin Ibu.”Kalimat dokter barusan membuat Bas tercekat. “Istri saya pasti bisa selamat, Dok. Lakukan apa saja yang bisa menyematkannya, Dok! Tolong!” Bas mengguncang bahu dokter yang sudah dikenalnya cukup baik itu.“Maafkan saya, Pak, hidup mati di tangan Allah.”“Tolong, Dok, tolong!” Kali ini Bas menggenggam erat tangan sang dokter.Ayana mengusap-usap punggung suaminya, mencoba menenangkannya. “Ayo Pak, kita temui ibu mumpung masih ada waktu.”Ia membimbing Bas masuk ke dalam kamar Amanda.“Sayang, bangun Sayang, kita harus membesarkan anak kita bersama!” Bulir bening mulai membasahi pipi Bas yang menggenggam erat tangan sang istri.“Pak, bisikkan kalimat tauhid di telinga ibu, Laailahaillallah…” Ayana mengingatkan.Sudah dua kali ia berada di sisi orang yang sedang menghadapi sakratul maut, yaitu saat meninggal kakek dan ayahnya. Saat itu, selain ia dan ibunya,

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   31. Bayi Tampan

    Dengan waktu tempuh sekitar dua jam, akhirnya taksi yang ditumpangi Bas dan Ayana tiba di rumah sakit. “Pak, kita sudah sampai.” Ayana berbisik di telinga Bas. Suaminya itu memang sempat tertidur di tengah perjalanan tadi, selepas dokter kandungan meneleponnya dan mengatakan akan melakukan tindakan operasi demi menyelamatkan ibu dan bayi. Bas menurut, apapun yang menurut dokter terbaik, ia pasrah. “Bapak, kita sudah sampai!” ulang Ayana sambil menepuk pelan pipi Bas. “Hah, sudah sampai di mana kita, Ayana?” Bas membelalakkan matanya.“Rumah Sakit, Pak.”Suami tampannya itu tiba-tiba terlonjak, segera turun dari taxi. Yudis yang kebetulan tengah berada di lokasi parkir menghampiri tuannya.“Mana istriku, Yudis?” Bas mengguncang pundak Yudis.“Ibu sudah melahirkan, Tuan.”“Istriku … baik-baik saja, kan?”“Baik Tuan, hanya masih lemas dan belum bisa bangun dari tempat tidur. Saya mau pulang ambil beberapa pakaian Ibu.”“Alhamdulillah." Bas mengusap wajah dengan kedua tangannya, lalu m

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   30. Dua Sejoli

    Pukul lima pagi lebih sedikit. Di luar masih gelap, tapi suara musik yang membangkitkan semangat sudah terdengar. Agenda rombongan piknik hari ini adalah senam pagi.Bas mengulurkan tangan pada Ayana yang baru saja selesai mengikat tali sepatutnya. “Ayo!”Pasangan yang keluar kamar sambil bergandengan tangan itu, menjadi sorotan.“Suit-suit couple of the year udah keluar kamar tuuuh!” kata salah seorang yang sudah berada di pekarangan hotel semenjak tadi disambut sorak sorai yang lain.“Wah Ayana pagi-pagi udah keramas aja. Ngga dingin Ay!” goda seorang yang lain, gatel pengen komen melihat rambut Ayana yang basah.“Namanya juga pengantin baru, kalo perlu sehari tiga kali keramas juga dijabanin!”Semuanya tekekeh. Kecuali Stella tentu saja, yang memandang dua sejoli itu dengan tatapan penuh dengki.Ayana tersenyum canggung, apalagi Bas tiba-tiba mencium pucuk kepalanya di depan orang-orang. “Aaaaakkk." Karyawan cewek pada histeris, uwuw sekali, begitu menurut mereka.“Ngga usah lebay,

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   29. Ciee, I Love You

    “Ciye Ayana, ciyeee …” Office boy dan office girl yang turut serta piknik dan duduk di bagian belakang bus menyoraki Ayana ketika gadis itu nampak berjalan bersama bos mereka. Ayana hanya melambaikan tangan sambil tersenyum. Tak terlalu lama Ayana mengenal teman-teman OB nya itu. Ia hanya bekerja sehari sebagai Office Girl di kantor Bas setelah itu alih profesi menjadi perawat Amanda. Tapi ada satu dua orang yang ia kenal cukup baik, karena selepas keluar dari kantor Bas, mereka masih saling bertukar kabar lewat chat WA.“Maaf, Pak, saya hanya menuruti perintah Ibu Amanda,” ucap Ayana ketika ia dan Bas telah duduk di bus. Ia merasa tak enak hati, takut kehadirannya tak diharapkan Bas.“Tak apa, aku senang kau ikut, aku merasa lebih aman bersamamu.”Bas risih terus-terusan didekati Stella, tapi mau bicara jujur pada Stellapun ia tak tega. Dengan adanya Ayana, pasti Stella jadi tau diri, tak akan pedekate lagi pada Bas, begitu pikirnya.“Ih, Bapak, emang saya satpam!” protes Ayana.Bas m

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   28. Piknik Kantor

    “Hmm… Harum sekali ....” ucap Bas begitu menginjakkan kaki ke ruang makan. Di sana kedua istrinya sudah berkumpul mempersiapkan sarapan. Ayana memasak sementara Amanda menata meja makan sambil duduk di kursi rodanya.“Ayana masak nasi goreng kemangi Bas,” jawab Amanda yang lalu mendapat satu kecupan Bas di keningnya.“Oh, ya?” Bas lalu beralih menuju dapur di mana Ayana sedang berdiri di depan kompor, mengaduk nasi dengan spatula di atas wajan.“Kelihatannya enak.”Ayana menoleh ketika Bas mengecup pipinya. Semenjak kedatangan Bu Ratih, memang sikap Bas sedikit demi sedikit mulai mencair terhadapnya. Pasti Bu Ratih memberi nasihat yang banyak pada anak lelaki semata wayangnya itu, tebak Ayana.Mencium kedua istrinya adalah rutinitas Bas setiap pagi sebelum berangkat kantor dan sore sepulang kerja. Tanpa perlu disuruh Amanda lagi, Bas akan memberikannya juga untuk Ayana. Terkesan tulus, tak lagi terpaksa seperti sebelumnya.Bas juga tak lagi menjadikan kehamilan Amanda sebagai alasan un

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status