Share

2. Bertemu Istri Bos

Author: Rahmi Aziza
last update Last Updated: 2024-10-09 04:21:43

Bas berjalan keluar kantor dengan pikiran yang berkelana. Seharian ini, ia tak bisa sepenuhnya konsentrasi pada pekerjaan karena memikirkan istrinya di rumah yang sedang sakit. Sudah lama sebenarnya, Amanda - sang istri mengidap penyakit tumor otak. Dua tahun lalu penyakitnya itu sudah dinyatakan sembuh setelah dilakukan operasi. Lalu beberapa waktu kemarin, saat Amanda ke klinik karena mengeluhkan sakit kepala berat, betapa terkejutnya, ketika dokter mengatakan, tumor otak Amanda muncul kembali bahkan sekarang sudah bersifat ganas.

"Ah, Tuan sudah datang." Seorang pemuda dengan sigap membuka pintu mobil bagian belakang begitu melihat bosnya datang.

"Yudis!" Bas menyebut lelaki yang merupakan sopirnya itu. "Mengapa ada orang lain di mobilku?" Bas memicingkan mata melihat seorang gadis duduk di kursi depan mobilnya. Mengapa seperti ... pernah lihat?

"Oh, iya Tuan, maaf. Mohon ijin saya membawanya ke rumah."

"Membawa ke rumah? Untuk?"

"Ayana, keluarlah dulu!" bisik Yudis setelah membuka pintu mobil bagian depan di mana gadis itu duduk. Ia juga heran, tadi gadis itu masih berada di sebelahnya, mengapa sekarang tiba-tiba ada dalam mobil?

Gadis bernama Ayana itu menurut. Ia keluar mobil perlahan sambil menunduk. Dengan gerakan slow motion berbalik menghadap Bas, lalu ...

"Ka ... mu?" Bas tak percaya melihat sosok di depannya. "OB yang tadi, kan?"

Gadis itu mengangguk pelan namun tak berani mengangkat wajah.

"Tuan sudah kenal dengan Ayana?" tanya Yudis takjub.

"Jadi kamu belum pergi juga dari sini? Kau pikir aku akan kasihan dan menerimamu kembali, ha?" Bas tidak mempedulikan ucapan Yudis dan kembali mencecar gadis di hadapannya.

"Yudis, siapa dia hingga kau dengan lancang mengijinkannya masuk ke mobilku? Dia pacarmu?"

"Bu-bukan Tuan, belum. Eh. Begini Tuan, saya baru bertemu Ayana di warung makan tadi. Dia butuh pekerjaan, siapa tahu bisa jadi perawat pribadi Ibu." 

Sudah sebulanan ini memang Yudis membantu tuannya mencari orang untuk merawat Amanda. Hampir putus asa. Semua yang ia tawari pekerjaan ini menolak, padahal yang ia tahu mereka sebenarnya butuh pekerjaan. 

“Wah aku ndak bisa Yud, kalo merawat Bu Amanda. Ehm kalo merawat Pak Bas sih, mau.” Begitu jawaban salah satu dari mereka. Asem!

"Apakah dia lulusan sekolah perawat?" tanya Bas dingin. Padahal Jakarta panas, tapi rasanya tubuh Ayana mendadak menggigil.

"Ti-tidak Pak, saya hanya lulusan SMA biasa." 

"Jadi, kau akan membiarkan sembarangan orang merawat istriku Yudis?" sindir Bas.

"Tapi, Tuan, Ayana sudah berpengalaman merawat orang sakit. Iya kan, Ayana?" Di warung makan tadi, Ayana memang sudah banyak bercerita tentang dirinya pada Yudis, termasuk pengalamannya merawat kakek dan ayahnya yang sakit parah.

"I-iya, Pak." Ayana takut-takut menjawab.

"Bagaimana kalau kita kenalkan dulu pada Ibu?" usul Yudis. "Kalau Ibu cocok, dia bisa bekerja, dan kalau tidak, saya akan memulangkannya, Tuan."

"Terserah kau lah!" Bas merasa sudah lelah terlalu banyak bicara dan berpikir. Ia lantas meninggalkan kedua orang di hadapannya, masuk ke dalam mobil.

Cukup lama hening dalam perjalanan menuju rumah hingga Bas bersuara.

"Kau bilang pernah merawat orang sakit?" Lelaki itu penasaran juga.

"Iya, Pak, betul," jawab Ayana. Lalu tanpa diminta gadis bercerita panjang lebar. “Waktu SMP, mbahkung yang sudah tua dan sakit-sakitan tinggal di rumah. Sepulang sekolah dan mengerjakan PR saya yang menggantikan ibu merawat Mbah Kung. Menuntunnya ke kamar mandi, menyuapinya, bahkan membersihkan kotorannya. Begitupun waktu Ayah sakit keras, saya yang merawatnya Pak, karena hanya saya lah anak satu-satunya."

Sampai di sini Bas cukup terkesima. Meskipun Ayana bukan dari sekolah perawat, tapi sepertinya gadis ini memang punya kesabaran dan ketelatenan mendampingi orang sakit. Itu yang paling Bas butuhkan.

Sebenarnya Amanda sudah menolak dicarikan perawat khusus. Baginya, kehadiran Mbok Nem di rumah sudah cukup untuk menemani. Tapi menurut Bas, harus ada seorang lagi yang benar-benar fokus mengurus Amanda. Lagipula Mbok Nem sudah tua, bagaimana kalau tiba-tiba Amanda terjatuh seperti tempo hari, sementara ia dan Yudis tidak di rumah. Ia juga tidak mau Mbok Nem kelelahan, sudah mengurus pekerjaan rumah masih harus mengurus istrinya lagi. Kalau Mbok Nem sakit, ia malah tambah repot. Jaman sekarang mencari asisten rumah tangga itu susah. Jadi kesejahteraan dan kesehatan ART harus benar-benar diperhatikan.

"Ehm, lalu ... bagaimana keadaan kakek dan ayahmu sekarang?" tanya Bas lagi sekedar ingin tahu.

"Mereka ... sudah meninggal, Pak."

Bas menelan ludah. Su-sudah meninggal? Mendadak penilaiannya terhadap Ayana berubah.

"Yudis, turunkan dia di sini sekarang juga!" titah Bas tiba-tiba.

"Tapi Tuan .."

"Kau dengar tadi, kan, orang yang dirawatnya meninggal. Me-ning-gal!"

"Maaf Tuan, tapi hidup mati manusia adalah takdir yang tidak bisa diubah." Yudis mencoba membela Ayana.

"Berani kau menasihatiku, Yudis?"

"Tidak Tuan, maaf, tapi sudah sebulan kita mencari perawat untuk Ibu dan belum dapat. Apa tidak sebaiknya Ayana kita coba dulu, Tuan?"

Perdebatan cukup panjang terjadi hingga Bas akhirnya mengalah. Entahlah segala hal yang menyangkut istrinya membuatnya lemah. Melihat istrinya sakit saja rasanya sudah membuat hatinya berdarah-darah apalagi membayangkan ditinggal oleh sang istri.

"Hei, dengar! Aku akan membawamu pada istriku. Semua keputusan ada di tangan istriku. Jika dia menolakmu, ingat, kau harus langsung pergi. Jangan jual cerita sedihmu lagi pada kami untuk dikasihani, mengerti?!"

"Mengerti, Pak," jawab Ayana. Setelahnya ia tak berani membuka mulut lagi. Bahkan hanya sekedar mengobrol dengan Yudis pun ia tak punya nyali. 

.

.

“Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?” Bas mengecup lembut kening seorang wanita yang duduk di atas kursi roda. Sudah semenjak tadi wanita itu duduk di ujung pintu ruang tamunya, memandang pekarangan rumah yang cukup luas dan ditumbuhi beraneka ragam bunga, sambil menunggu kepulangan suami tercintanya.

Amanda tersenyum. “Baik, hari ini aku sehat sekali,” jawabnya. Tapi sesaat kemudian ia terbatuk-batuk.

“Kau batuk, Sayang? Sudah minum obat? Aku telpon apotik ya atau kita ke dokter saja?” Bas nampak panik, dengan cepat ia mengambil ponsel di saku celananya. 

Amanda tertawa. “Kau ini, berlebihan sekali, aku hanya batuk kecil saja.” Sementara Ayana yang mengekor di belakang Bas tak mampu menahan diri untuk tersenyum melihat bosnya bertingkah laku bucin seperti ini. Jauh berbeda dengan karakter Pak Bas yang ia lihat di kantor dan saat di mobil bersamanya tadi. Sama sekali tidak ada manis-manisnya. Hanya bentakan dan kemarahan yang diterima Ayana dari lelaki itu. Pfiuuh.

"Aku terbatuk karena melihat perempuan muda cantik yang kau bawa kemari,” ujar Amanda sambil menatap Ayana dengan senyuman. Sedari tadi suaminya belum memperkenalkan gadis itu.

Bas menoleh pada Ayana. “Oh, Yudis yang membawanya, Sayang. Siapa tahu cocok untuk jadi perawat pribadimu. Meski yah, aku tak yakin."

Amanda mengernyitkan dahi, merasa aneh dengan kalimat terakhir suaminya. Sementara itu, Ayana mengangguk hormat pada Amanda sambil tersenyum, ia lalu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan calon majikannya, “Selamat sore Bu, saya Ayana,” katanya memperkenalkan diri.

Amanda tersenyum. "Sepertinya, dia gadis yang baik dan menyenangkan."

"Namanya orang butuh pekerjaan, pastilah akan bersikap manis pada calon atasannya, kau jangan mudah terkecoh." Bas sepertinya masih tak menginginkan Ayana bekerja menjadi perawat istrinya.

"Kenapa kau bicara begitu, Sayang? Tidak biasanya kau seperti ini," tanya Amanda yang merasa janggal dengan sikap suaminya.

"Maaf Bu, Pak Bas marah karena saya tak sengaja menumpahkan teh di kemejanya. Padahal saya sudah janji akan mengganti kemejanya dengan yang baru kalau sudah gajian. Eh, saya malah dipecat di hari pertama jadi OB," cerocos Ayana.

"Dipecat? Hanya gara-gara teh?" Amanda memandang Ayana prihatin. "Kasihan sekali."

"Heh, kau ini bodoh atau bagaimana?" Bas menoleh kasar pada Ayana. "Yang membuatku marah karena kau lancang membuka kancing kemejaku!" Terpancing emosi membuat Bas kelepasan bicara.

"Apa, Sayang? Melepas kemejamu?" tanya Amanda.

Ops.

"Bukan begitu, Sayang, maksudku ..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   33. Bulan Madu Kedua

    Kedua orang di kamar itu kompak menoleh saat Ayana membuka pintu.“Ayana ....” Bas memanggil lirih.Matanya dan Ayana sempat saling pandang beberapa detik sebelum istri kecilnya itu membalikkan badan lalu membanting pintu.Ayana berlari keluar rumah, tangisnya pecah. Baru kemarin Pak Bas mengusirnya dari kamar, menolak ditemani dan disuapinya, tapi perempuan itu, siapa dia? Kenapa Pak Bas bisa dengan mudah menerimanya?“Ayana mau ke mana?”Yudis yang sedang membersihkan mobil langsung melempar kanebo di tangan, begitu melihat ada yang tak beres dengan istri Tuannya.Gegas ia mengejar Ayana. “Minggir Yudis, aku mau lewat!” seru Ayana ketika tubuh tinggi laki-laki itu menghadang di depannya.“Jangan pergi lagi Ayana, semua mengkhawatirkanmu.”“Bohong!”Ayana berusaha melewati Yudis, namun cekalan tangan Yudis menahannya.“Yudis!!!” Sebuah teriakan membuat Yudis dan Ayana menoleh.“Berani kau sentuh lagi istriku?” Bas melangkah dengan cepat dan beringas ke arah mereka. Cepat-cepat Yudis

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   32. Ayana Pergi

    “Kondisi vital pasien semakin melemah, Pak. Hanya keajaiban Allah yang bisa menyelamatkan. Silakan Bapak masuk untuk mentalqin Ibu.”Kalimat dokter barusan membuat Bas tercekat. “Istri saya pasti bisa selamat, Dok. Lakukan apa saja yang bisa menyematkannya, Dok! Tolong!” Bas mengguncang bahu dokter yang sudah dikenalnya cukup baik itu.“Maafkan saya, Pak, hidup mati di tangan Allah.”“Tolong, Dok, tolong!” Kali ini Bas menggenggam erat tangan sang dokter.Ayana mengusap-usap punggung suaminya, mencoba menenangkannya. “Ayo Pak, kita temui ibu mumpung masih ada waktu.”Ia membimbing Bas masuk ke dalam kamar Amanda.“Sayang, bangun Sayang, kita harus membesarkan anak kita bersama!” Bulir bening mulai membasahi pipi Bas yang menggenggam erat tangan sang istri.“Pak, bisikkan kalimat tauhid di telinga ibu, Laailahaillallah…” Ayana mengingatkan.Sudah dua kali ia berada di sisi orang yang sedang menghadapi sakratul maut, yaitu saat meninggal kakek dan ayahnya. Saat itu, selain ia dan ibunya,

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   31. Bayi Tampan

    Dengan waktu tempuh sekitar dua jam, akhirnya taksi yang ditumpangi Bas dan Ayana tiba di rumah sakit. “Pak, kita sudah sampai.” Ayana berbisik di telinga Bas. Suaminya itu memang sempat tertidur di tengah perjalanan tadi, selepas dokter kandungan meneleponnya dan mengatakan akan melakukan tindakan operasi demi menyelamatkan ibu dan bayi. Bas menurut, apapun yang menurut dokter terbaik, ia pasrah. “Bapak, kita sudah sampai!” ulang Ayana sambil menepuk pelan pipi Bas. “Hah, sudah sampai di mana kita, Ayana?” Bas membelalakkan matanya.“Rumah Sakit, Pak.”Suami tampannya itu tiba-tiba terlonjak, segera turun dari taxi. Yudis yang kebetulan tengah berada di lokasi parkir menghampiri tuannya.“Mana istriku, Yudis?” Bas mengguncang pundak Yudis.“Ibu sudah melahirkan, Tuan.”“Istriku … baik-baik saja, kan?”“Baik Tuan, hanya masih lemas dan belum bisa bangun dari tempat tidur. Saya mau pulang ambil beberapa pakaian Ibu.”“Alhamdulillah." Bas mengusap wajah dengan kedua tangannya, lalu m

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   30. Dua Sejoli

    Pukul lima pagi lebih sedikit. Di luar masih gelap, tapi suara musik yang membangkitkan semangat sudah terdengar. Agenda rombongan piknik hari ini adalah senam pagi.Bas mengulurkan tangan pada Ayana yang baru saja selesai mengikat tali sepatutnya. “Ayo!”Pasangan yang keluar kamar sambil bergandengan tangan itu, menjadi sorotan.“Suit-suit couple of the year udah keluar kamar tuuuh!” kata salah seorang yang sudah berada di pekarangan hotel semenjak tadi disambut sorak sorai yang lain.“Wah Ayana pagi-pagi udah keramas aja. Ngga dingin Ay!” goda seorang yang lain, gatel pengen komen melihat rambut Ayana yang basah.“Namanya juga pengantin baru, kalo perlu sehari tiga kali keramas juga dijabanin!”Semuanya tekekeh. Kecuali Stella tentu saja, yang memandang dua sejoli itu dengan tatapan penuh dengki.Ayana tersenyum canggung, apalagi Bas tiba-tiba mencium pucuk kepalanya di depan orang-orang. “Aaaaakkk." Karyawan cewek pada histeris, uwuw sekali, begitu menurut mereka.“Ngga usah lebay,

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   29. Ciee, I Love You

    “Ciye Ayana, ciyeee …” Office boy dan office girl yang turut serta piknik dan duduk di bagian belakang bus menyoraki Ayana ketika gadis itu nampak berjalan bersama bos mereka. Ayana hanya melambaikan tangan sambil tersenyum. Tak terlalu lama Ayana mengenal teman-teman OB nya itu. Ia hanya bekerja sehari sebagai Office Girl di kantor Bas setelah itu alih profesi menjadi perawat Amanda. Tapi ada satu dua orang yang ia kenal cukup baik, karena selepas keluar dari kantor Bas, mereka masih saling bertukar kabar lewat chat WA.“Maaf, Pak, saya hanya menuruti perintah Ibu Amanda,” ucap Ayana ketika ia dan Bas telah duduk di bus. Ia merasa tak enak hati, takut kehadirannya tak diharapkan Bas.“Tak apa, aku senang kau ikut, aku merasa lebih aman bersamamu.”Bas risih terus-terusan didekati Stella, tapi mau bicara jujur pada Stellapun ia tak tega. Dengan adanya Ayana, pasti Stella jadi tau diri, tak akan pedekate lagi pada Bas, begitu pikirnya.“Ih, Bapak, emang saya satpam!” protes Ayana.Bas m

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   28. Piknik Kantor

    “Hmm… Harum sekali ....” ucap Bas begitu menginjakkan kaki ke ruang makan. Di sana kedua istrinya sudah berkumpul mempersiapkan sarapan. Ayana memasak sementara Amanda menata meja makan sambil duduk di kursi rodanya.“Ayana masak nasi goreng kemangi Bas,” jawab Amanda yang lalu mendapat satu kecupan Bas di keningnya.“Oh, ya?” Bas lalu beralih menuju dapur di mana Ayana sedang berdiri di depan kompor, mengaduk nasi dengan spatula di atas wajan.“Kelihatannya enak.”Ayana menoleh ketika Bas mengecup pipinya. Semenjak kedatangan Bu Ratih, memang sikap Bas sedikit demi sedikit mulai mencair terhadapnya. Pasti Bu Ratih memberi nasihat yang banyak pada anak lelaki semata wayangnya itu, tebak Ayana.Mencium kedua istrinya adalah rutinitas Bas setiap pagi sebelum berangkat kantor dan sore sepulang kerja. Tanpa perlu disuruh Amanda lagi, Bas akan memberikannya juga untuk Ayana. Terkesan tulus, tak lagi terpaksa seperti sebelumnya.Bas juga tak lagi menjadikan kehamilan Amanda sebagai alasan un

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   27. Nasihat Ibu Mertua

    “Silakan tehnya Nyonya, Den Bagas…” Mbok Nem meletakkan dua cangkir teh di atas meja. Satu untuk Bas, satu lagi untuk Bu Ratih ibunda Bas yang baru datang dari kota sebelah untuk mengunjungi anak mantunya. “Terimakasih, Mbok,” sahut Bu Ratih. “Mbok sekarang ke rumah Amanda saja ya, siapa tahu dia butuh sesuatu, saya mau di sini dulu bicara pada Bas.”“Baik, Nyonya.” Mbok Nem paham, ada hal penting dan pribadi yang akan dibicarakan Bu Ratih pada anaknya, maka iapun bergegas pergi.Bu Ratih mengambil cangkir tehnya, minum seteguk, lalu menarik napas panjang. “Bas… Bas…” Ia mengusap-usap penuh sayang kepala sang anak.“Ternyata, jatuh cinta bisa membuat orang sekacau ini, ya," ujarnya. "Meski sudah tua." Ia lalu tertawa kecil.Bu Ratih datang tepat saat Bas melayangkan tinjunya pada Yudis, tapi ia memilih untuk cepat-cepat datang ke rumah Amanda, memastikan bahwa mantunya tidak mengetahui apa yang terjadi dengan suaminya. “Bukan masalah jatuh cinta, Bu, tapi aku ini suaminya. Di mana ha

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   26. Ayana Sakit

    Tiga puluh menit Bas dan Amanda duduk di meja makan, tapi Ayana tak jua datang untuk sarapan seperti biasa. Bas melirik arlojinya dengan gelisah.Kemana anak itu? Apa ia masih marah karena kejadian kemarin?“Coba kau tengok ke rumahnya, Bas.” Amanda memberi saran. Meski tidak diungkapkan ia tahu, suaminya menunggu Ayana. "Rumahnya? Rumah siapa?" tanya Bas, pura-pura tak paham."Tentu saja rumah Ayana, Bas. Kau menunggu dia, kan?" "Hah? Menunggu? Tidak sama sekali. Biarkan saja, mungkin dia belum lapar." Bas mulai menyuap sarapannya, berusaha terlihat tak peduli. "Bas, ayolah. Apa aku yang harus ke sana?" “Eh, jangan-jangan, Sayang. Biar aku saja kalau kau memaksa." Bas pun beranjak, menuju rumah Ayana.Tanpa mengetuk, Bas membuka pintu rumah lalu menuju kamar Ayana. Ia dapati Ayana masih meringkuk di atas ranjang dengan selimut.“Astaga, kau masih tidur?” Bas berdecak. Ia melangkahkan kaki mendekati ranjang.“Semalam kau pasti begadang gara-gara menonton drama Korea lagi, kan.” Lel

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan   25. Di Bawah Rintik Hujan

    Pagi hari, Ayana sudah berpakaian rapi ketika tiba di rumah Amanda untuk sarapan. Sudah menjadi rutinitas mereka bertiga untuk sarapan bersama sebelum Bas berangkat ke kantor.“Cantik sekali Ayana,” puji Amanda begitu melihat adik madunya datang.Bas yang tengah mengupas apel untuk Amanda melirik, ingin mengatakan hal yang sama namun ia urungkan, cukuplah dalam hati saja.Ayana tersenyum, menarik kursi kosong di samping Amanda lalu duduk.“Biar saya, Pak!” Ia menengadahkan tangan kanannya, meminta apel yang dipegang Bas. “Bapak sarapan saja.”Bas menurut, diserahkannya apel itu pada Ayana tanpa kata, lalu mengambil roti tawar di atas meja dan mengolesnya dengan selai.“Kau sudah belajar semalam?” tanya Amanda. Hari ini Ayana akan berangkat untuk ujian masuk Universitas Negeri.“Sudah, Bu.”“Baguslah, semoga lulus, ya, Ayana. Kau bisa kuliah di tempat yang kau impikan.”“Terimakasih, Bu,” ucap Ayana lalu memberikan sepiring apel yang sudah ia kupas dan potong-potong pada Amanda. Setelah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status