Share

Tidak Menerima Istri Kedua

Stefan memutuskan untuk menuju lantai dua setelah mendengar setelah mendengar sesuatu di arah sana. Sementara, Amora beserta orang tuanya tetap berada di ruang tamu dengan perasaan tak menentu. Di atas, lelaki itu segera mengetuk pintu kamarnya.

"Jovita, kamu sedang apa?"

Stefan berkali-kali mengetuk, tetapi tak kunjung dibuka. Ia mencoba untuk membuka pintu dan ternyata tidak dikunci. Setelah dibuka, ternyata banyak sekali barang yang berserakan di lantai.

"Jovita, apa yang sedang kamu lakukan?" Stefan naik pitam, ia masuk ke kamar setelah melihat Jovita melempar barang ke segala arah.

"Aku gak mau dia jadi istri kedua kamu, Mas! Aku gak mau! Cukup aku saja yang jadi istrimu. Kalau nggak, aku harus mati aja!" teriak Jovita seolah-olah telah hilang pikiran.

"Cukup, Jovita! Cukup! Sampai kapan lagi kamu bersikap egois seperti ini?"

Stefan menjadi marah. Ia langsung berkata bahwa dirinya menikah dengan Amora hanya untuk meneruskan keturunan. Dirinya pun menambahkan bahwa Jovita adalah perempuan yang tidak berguna.

"Kalau emang kamu ingin bunuh diri, silakan saja! Kehadiran dirimu atau pun sebaliknya, nggak akan berdampak pada kehidupanku!"

Pria itu segera pergi dari kamar tersebut, tak acuh terhadap pikiran dan perasaan istrinya. Jovita merasa kesal, ia mengumpat sembari mengacak rambutnya. Dirinya tidak bisa menghentikan niat pernikahan sang suami yang bersifat dingin dan pemarah.

Jovita ingin segera bunuh diri, tetapi jika mati konyol pun hanya sia-sia saja. Melihat wajah Amora yang lugu membuatnya tidak ingin kalah. Ia seketika memikirkan hal yang di luar dugaan.

"Awas saja. Aku akan buat dia hidup seperti di neraka!"

***

Di ruang tamu, Stefan berencana untuk menetapkan hari pernikahan bersama Amora. Semuanya tampak tegang, termasuk Amora. Masa depannya kini dipertaruhkan, apakah akan hidup bahagia bersama Stefan atau malah akan membuatnya semakin sengsara saja.

"Saya sudah putuskan bahwa saya akan menikah dengan Amora di minggu depan."

"Apa? Minggu depan?" Rahmi terkejut mendengarnya.

Amora hanya pasrah dengan yang terjadi ke depannya. Perempuan itu rela berkorban demi utang keluarga yang sangat besar. Dirinya rela untuk memutus hubungan dengan Delvin yang masih belum mengetahui masalah ini.

"Bagaimana? Apakah kamu setuju, Amora?" Stefan balik bertanya kepada calon istri keduanya.

Gadis berambut panjang itu hanya menunduk, tak lama kemudian langsung mengangguk. Stefan tersenyum terkecil dan puas. Semua keinginannya sudah terwujud dan akan selalu terpenuhi.

Sementara itu, Jovita melihat keberadaan keluarga Amora yang masih di bawah sana. Ia berencana untuk membuat kehidupannya semakin sengsara setelah menjadi istri kedua. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu.

"Kalau aku bunuh diri, pasti mereka nggak akan peduli denganku."

Keputusan untuk bunuh diri menjadi hilang seketika. Dirinya yang sejak tadi menangis, tiba-tiba tersenyum jahat. Seolah-olah akan merencanakan sesuatu yang tidak baik.

"Lihat saja nanti! Aku akan membuat pernikahan kalian menjadi rusak dan gagal! Aku akan mempermalukan kamu di hadapan semua orang!" ucapnya dengan tangan yang melipat di depan dada.

Setelah semua rencana telah matang, Amora beserta kedua orang tua pun memutuskan untuk pulang. Mereka diantar oleh Stefan yang mana akan menjadi calon suami bagi Amora sendiri.

***

Seminggu kemudian, hal-hal yang ditunggu pun telah tiba. Pernikahan yang megah dan mewah dari seorang bos muda telah dirayakan. Stefan dan Amora telah resmi menjadi suami istri.

Sementara, Jovita yang melihat itu merasa iri dan dengki. Meski ia berencana untuk menghancurkan pernikahan mereka, ternyata hal tersebut tidak berjalan sesuai keinginan. Ia dikurung oleh Stefan di dalam kamar dan tidak diperbolehkan untuk hadir di acara pernikahan.

Ya, suaminya tahu bahwa sang istri berencana yang tidak baik di hari pernikahannya. Hal itu diketahui oleh para anteknya sendiri. Alhasil, Stefan menjadi marah dan mengancam untuk cerai.

"Kenapa juga dia tahu tentang rencanaku? Hampir saja aku bakalan cerai dengan dia!" Jovita merasa geram. Kali ini, dirinya hanya bisa berdiam diri di rumah megahnya dengan penjagaan yang ketat.

Sementara, pernikahan Stefan dan Amora berlangsung di hotel berbintang. Banyak yang hadir di acara tersebut, termasuk rekan kerja Stefan di perusahaannya yang turut hadir bersama orang-orang yang ikut berpengaruh di dunia bisnis.

"Gila, istri kedua Tuan Stefan cantik banget!" ujar salah seorang tamu kepada sesama temannya.

"Iya, beruntung banget Tuan Stefan mendapatkan gadis cantik seperti dia," bisik yang lainnya juga.

Amora melihat ke sana kemari. Banyak sekali tamu yang datang dan menikmati perjamuannya. Ia berpikir bahwa semua orang yang berada di sana termasuk orang kaya.

Sungguh, dirinya tidak menyangka bahwa hal itu bisa terjadi. Menjadi istri kedua dari seorang bos muda merupakan salah satu yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.

"Sekarang, kamu sudah resmi menjadi istri aku. Jadi, kamu harus memanggil saya dengan sebutan sayang, bukan tuan lagi." Stefan berbisik, sementara Amora menutup mata tatkala suaminya itu berbisik.

Di sisi lain, ponsel milik Amora yang tersimpan di rumah terlihat berdering. Terdapat nama kekasihnya yang sudah menelepon berkali-kali dan tak kunjung diangkat juga. Sampai saat ini, Delvin belum mengetahui terkait kejadian itu. Sungguh, hal itu pasti tidak mengenakkan bagi dirinya.

Pernikahan pun berjalan dengan lancar. Semua tamu undangan tampak puas terhadap acara pernikahan megah itu. Bagaimana tidak? Mana mungkin pernikahan seorang bos muda akan berjalan dengan sederhana. Pastinya dengan mewah dan pelayanan yang serba mahal.

"Awas saja, Amora. Aku akan buat dirimu sengsara di rumah ini. Aku jamin, kamu nggak akan dapat cintanya Stefan" Jovita bernapas lega karena dirinya bisa keluar dari kamar setelah seharian dikurung oleh Stefan.

Stefan beserta istri keduanya terlihat pulang dari hotel menuju rumah di malam hari menggunakan mobil yang penuh dengan hiasan. Mereka berdua tampak lelah, tetapi Stefan sangat menunggu momen ini. Ia bisa berdua dengan Amora di malam pertama.

Untuk pertama kalinya juga Amora terpisah dari orang tua dan juga rumahnya. Ia masih sedih, terlebih jika mengingat Delvin yang sudah lama tidak berbicara secara daring. Bahkan, tiga minggu lagi lelaki tersebut akan pulang.

"Amora, aku minta sesuatu dari kamu untuk malam ini, Sayang." Seketika, Stefan berbisik setelah mereka sampai di kamar.

"Tuan, apa yang Tuan lakukan?" Amora memalingkan wajah ke sembarang arah.

Amora memalingkan wajah ke arahnya. Lelaki itu tampak menyunggingkan senyum. Setelah itu, ia menghampiri pintu dan menguncinya dari dalam.

Amora semakin tak karuan, ia mundur secara perlahan. Pandangannya tertuju pada sembarang arah, lalu menutupnya. Ia tidak ingin melihat tindakan yang dilakukan oleh Stefan padanya.

"Tuan, aku mohon! Jangan sekarang!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status