Share

Menyerahkan Diri

Penulis: sherina vellyn
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-04 20:07:18

Karena rasa bersalah yang membuat hatinya gelisah, Ayesha jadi terus terpikirkan tentang apa yang terjadi hari ini dan memikirkan setiap apa yang dia katakan sebelumnya. Hal itu juga menjadi dorongan untuk Ayesha mengambil sebuah lingerie dari lemarinya.

Untuk pertama kalinya, Ayesha menggunakan salah satu hadiah pernikahannya yang dia tahu persis untuk apa itu. Sebuah potongan kain yang digunakan untuk menarik perhatian pria. Pikirannya agak sedikit kacau karena memikirkan Izhar yang sempat tampak putus asa tadi.

Dengan pakaiannya yang baru, Ayesha duduk di atas kasur sambil menggigiti jarinya. Dia gelisah sambil menantikan sosok Izhar yang akan tidur bersamanya malam ini.

Pintu terbuka perlahan dan Ayesha bisa melihat bagaimana Izhar memasuki kamarnya. Gadis itu seketika mematung sesaat saat melihat Izhar masuk, sebagaimana Izhar yang langsung mematung juga begitu melihat pemandangan yang dia sangka bisa dilihatnya malam itu.

“Ay, kamu ... ngapain?” Izhar tercengang setengah mati dengan tangannya yang bahkan agak gemetar saat menutup pintu kamar Ayesha.

Ayesha melamun sesaat. Mendadak tubuhnya terasa lumpuh sekarang.

“Itu ... Bukannya Aa pengen punya bayi? Bukannya harus bikin dulu?” Ayesha berusaha tenang.

Izhar mengernyitkan dahinya. Sedikit bingung dengan perubahan sikap Ayesha. Semula dia menolak, mendadak sudah menyiapkan dirinya dan bahkan menyerahkan dirinya begitu saja.

“Kamu berubah pikiran?” tanya Izhar agak ragu.

“Kenapa? Aa enggak mau? Ya udah, enggak usah.” Merasa suasana semakin canggung dan Ayesha tidak mau malu sendiri jika sekarang Izhar yang balik menolaknya.

“Bukan begitu, Ay.” Izhar menghela nafasnya dan menggaruk pelan kepalanya.

“Mau sekarang atau enggak sama sekali? Ay mulai enggak nyaman ini,” keluhnya.

“Sebentar, Ay. Kamu mendadak banget kayak gini, bikin Aa agak sedikit bingung.”

“Ish, buruan!” Kesabaran Ayesha bak tisu dibagi tiga, dia tak nyaman berpakaian seperti itu di depan Izhar hanya untuk menghilangkan perasaannya yang gelisah dan tak enakan.

“Kamu udah enggak sabar?” tanya Izhar mengernyit pelan.

“Ay enggak nyaman!” keluh Ayesha lagi. “Entah itu karena pakaiannya, entah itu karena tatapan Aa, entah itu karena atmosfer di sekitar sini.”

Izhar tampak masih agak canggung dengannya. Jika di depannya Nirmala, mungkin dia sudah tersenyum menghampirinya dan menerkamnya begitu saja. Tapi ini Ayesha. Yang semula menolak dirinya dan secara mendadak, kurang dari 12 jam dia mengubah pikirannya.

“Kamu mengizinkan Aa menyentuh kamu malam ini? Kamu ridho?” tanya Izhar memastikan.

Ayesha memejamkan matanya sesaat dan menghela nafasnya panjang. Dia benar-benar sudah tak tahan lagi dengan jantungnya yang berdebar tak karuan karena atmosfer di sekitarnya.

“Iya!” tekan Ayesha lagi.

“Atas izin kamu, ya, ini.” Izhar mendekati Ayesha, naik ke atas kasur menghampiri Ayesha.

Namun, mendadak Ayesha langsung mengangkat telapak tangannya untuk menghentikan Izhar sesaat. Rautnya menunjukkan sedikit rasa takut dan keraguan atas tindakannya sendiri.

“Aa berpengalaman, kan? Ini bukan pertama kalinya buat Aa, jadi ...” Ayesha memejamkan matanya erat, benar-benar menyesali tindakannya.

“Aa bakal pelan-pelan, Aa janji. Ya, seperti yang kamu tahu, ini bukan yang pertama untuk Aa. Aa tahu apa yang perlu Aa lakukan,” balas Izhar, menatap Ayesha dengan yakin.

Izhar memperhatikan bagaimana wajah Ayesha sudah memerah saat itu. Dengan kedua matanya yang terpejam erat ketakutan. Ini pertama kalinya dia bisa Ayesha secara terbuka dengan ekspresinya di saat yang pertama. Ini akan menjadi salah satu momen kenangan yang indah.

Ayesha menghela nafasnya dan membuka matanya perlahan. Dia kemudian membaringkan tubuhnya, berusaha santai dan rileks. Izhar menatapinya dan terkekeh kecil melihat preman yang sukanya marah-marah itu.

Karena Ayesha yang agak tegang dan tatapannya yang terus menatap ke arah langit-langit, dia bahkan tak tahu kapan Izhar menarik selimutnya dengan keadaan sudah mengekspos dadanya.

Mata Ayesha melebar saat Izhar membawa selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh dirinya sendiri. Sungguh, begitu Izhar memeluk Ayesha untuk memberikan rasa tenang, Ayesha membisu.

Izhar menatap Ayesha dan mengecup keningnya sambil membacakan doa. Ayesha tak bisa mendengar dengan baik, tapi dia tahu apa yang Izhar lakukan.

***

Deru nafas menghiasi kamar Ayesha yang sudah gelap. Ayesha tak bisa tidur dengan lampu menyala, harus selalu padam. Namun meski lampu sudah padam, Ayesha tak bisa memejamkan matanya.

Gadis itu tidur meringkuk dengan badan Izhar yang besar mendekapnya dari belakang. Ayesha sebenarnya lelah, tapi jantungnya masih tak stabil untuk membuatnya beristirahat. Ini seperti dirinya baru saja meneguk satu cup kopi.

“Apa sakit, Ay?” tanya Izhar dengan matanya yang tak lepas dari Ayesha saat itu.

“Aa nanya?” balas Ayesha berusaha menstabilkan suara nafasnya yang lebih menggebu.

“Memastikan, Ay.“ Izhar tersenyum tipis dan mempererat pelukannya.

“Bisa berhenti meluk, enggak? Lengket tau!” keluh Ayesha pelan.

“Kamu enggak suka dipeluk? Biasanya perempuan paling suka dipeluk,” balas Izhar.

Izhar menguap, dia sebenarnya mengantuk namun tak ingin tidur begitu saja. Dia tak ingin menyinggung Ayesha jika dirinya meninggalkan Ayesha setelah menggunakannya.

“Enggak,” jawab Ayesha seadanya, dia sebenarnya hanya mulai tak terbiasa dengan pelukan.

“Ngomong-ngomong, apa yang membuat kamu berubah pikiran, Ay? Bahkan langsung menyerahkan diri kamu begitu saja. Ada yang mengusik kamu sebelumnya?” tanya Izhar.

Ayesha tak menyiapkan jawaban untuk itu. Dia bahkan tak terpikirkan jika Izhar akan bertanya. Dia pikir Izhar akan tak begitu memikirkannya.

“Cuman ... Enggak ada,” jawab Ayesha lagi.

“Kalau kamu merasa terpaksa, atau mengalami tekanan dari orang lain ... Aa enggak bisa bilang kamu seharusnya enggak kayak gini, soalnya udah terjadi juga. Tapi kamu bisa cerita sama Aa, kalau-kalau memang ada yang menekan kamu untuk ini,” ujar Izhar.

Izhar cukup perhatian. Ayesha pikir Izhar kaku padanya, namun tidak juga. Izhar juga mungkin butuh waktu untuk beradaptasi dengannya, sama halnya dengan Ayesha.

“Enggak ada,” jawab Ayesha lagi.

Izhar hanya tersenyum mendengarnya dan mengecup kepala Ayesha dengan halus. Beberapa saat Ayesha diam, Izhar mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Ayesha. Ayesha mulai memejamkan matanya dan dia hanya tersenyum sambil mengusap pelan pipi Ayesha.

Gadis itu cantik.

***

Pukul 03.00, Izhar sudah keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah. Dan karena dia mandi di kamar mandi yang terdapat di kamar Nirmala, dia disambut begitu keluar dari kamar mandi.

“Tumben, keramas jam segini setelah dari kamar Ayesha,” ucap Nirmala dingin menatapnya.

Izhar menatap Nirmala sambil tersenyum simpul. Dia tak bisa mengatakan jika dirinya habis melakukan hubungan, itu rahasia. Dan tak seharusnya dia umbar, walau pada Nirmala, istri pertamanya

“Kepalanya lagi enggak enak,” balas Izhar.

“Aa berharap aku enggak dengar suaranya Ayesha dari sini? Apa Aa enggak sadar seberapa keras suaranya?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kakak Beradik

    “Saya enggak bisa tinggal diam. Saya bisa bawa kasus ini ke pengadilan.” Ayesha menyilangkan tangannya, menatapi gadis yang menangis sesenggukan setelah melempar tempat pensil pada Juan hingga menyebabkan pelipis Juan terluka.“Aish... ini cuman masalah anak-anak. Kita enggak harus sampai bawa-bawa ini ke pengadilan, kan? Namanya juga anak-anak,” ucap pria yang kelihatannya ayah dari gadis itu cukup manis untuk membujuk Ayesha yang kini merangkul Juan yang duduk di UKS. “Lagian itu salah anak kamu! Kenapa sampai harus bentak-bentak anak saya. Dia kan, jadi takut. Itu salah satu refleks anak untuk melindungi dirinya sendiri!“ bela ibunya dengan lantang. “Oh...” Ayesha tertawa sinis dan melebarkan matanya dengan kesal. “Ternyata ibu sama anak sama aja. Tukang jual gosip.” “Ayesha!” Izhar menatapi Ayesha dan menyentuh pundaknya, yang langsung ditepis Ayesha. “Apa?! Tukang jual gosip?! Saya enggak sekedar bergosip, itu fakta! Anak yang tu

  • Terpaksa Menjadi Madu   Juan dan Arsy

    “Kamu ketemu Arsy sama ibunya?!” Ayesha melebarkan matanya saat Juan mengakuinya. “Juan... Juan tahu mereka karena lihat beberapa kali fotonya. Juan agak curiga, kenapa ayah enggak tinggal sama kita kayak ayah-ayah lainnya. Ternyata ayah punya keluarga lain,” ucap Juan pelan. Terdengar nadanya kecewa. Dia mungkin sudah menahan perasaannya untuk tak menunjukkan jika dia tahu sesuatu di depan bundanya. Namun Ayesha kemudian menghela nafasnya dan mendekati Juan. Tangannya mengusap halus pundak putranya itu. “Maaf, karena membiarkan kamu terlahir sebagai anak madu,” ucap Ayesha lirih. “Bunda enggak perlu minta maaf. Juan enggak pernah malu punya bunda,” jawab Juan cepat, dia tak ingin membuat bundanya yang telah mengorbankan banyak hal untuknya. Ayesha menghela nafasnya. Lagi pula, Juan memang harus tahu tentang ini. Ayesha menatapi putranya yang sudah beranjak dewasa. Dia kemudian memegangi keningnya, mengangkat sedikit rambut putranya

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pindah Lagi

    Juan tumbuh dengan pesat. Dia bersekolah di Bogor untuk sekolah dasarnya dan akan pindah ke kota asal ibunya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Juan tumbuh menjadi anak yang aktif. Karena pindah kota lagi, dia bisa dekat dengan ayahnya sekarang. “Arsy juga bakal sekolah di sekolah yang sama,” ucap Izhar tiba-tiba. Ayesha yang sedang menatapi persyaratan yang diperlukan untuk mendaftar lantas menggeser brosur sekolah yang ditunjukkan Izhar untuk Juan bersekolah di sana. “Aa yakin enggak akan masalah?” Ayesha menatapi Izhar dengan tatapan yang masih sama. “Enggak akan, Ay. Justru supaya Juan sama Arsy saling mengenal. Juan belum pernah main sama Arsy sebelumnya. Kamu enggak pernah izinkan Aa bawa Juan pulang. Neneknya kangen sama Juan,” ucap Izhar seraya menghela nafasnya dengan berat. “Itu buat kebaikan Juan. Aku enggak mau, Juan sampai mendengar sesuatu yang buruk dari ibu Aa.” Izhar menghela nafasny

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pergi Tanpa Melepas

    “Ay bakal ikut keluarganya Devan pindah ke luar kota.” “Ay, kamu itu istri Aa. Justru kamu seharusnya itu Aa. Kenapa kamu malah ikut-ikut keluarga Devan?” Izhar merasa tertekan karena mendengar Ayesha akan pergi ke kota lain. Ayesha mengulum senyum dan menatapi Juan yang berada di kursi tingginya. Dia kemudian menyuapi Juan makanannya. Bayi itu terlihat sangat lahap makannya. “Ay kalau enggak sama Devan di sini sendirian. Aa enggak pernah ada sepenuhnya buat Ay, Devan yang malah jadi harus repot sama Ay, meski Ay udah nikah. Jadi, ya mau gimana lagi? Ay di sini atau Ay di sana, kayaknya buat Aa sama aja, kan?” Ayesha tersenyum tipis. Izhar menghela nafasnya. Setelah banyak yang dirinya dan Ayesha lakui, pada akhirnya Ayesha malah ingin pergi. Dia pikir kehadiran Juan akan cukup untuk mengikat Ayesha. Namun sepertinya tidak. Apa lagi dirinya kurang menghadirkan dirinya untuk sosok ibu dari anak laki-lakinya itu. “Juan bakal Ay bawa pa

  • Terpaksa Menjadi Madu   Skeptis

    Izhar tak pernah diizinkan menggendong Juan lagi setelahnya. Ayesha benar-benar mengawasi Juan hingga tak satu pun orang berani menggendong Juan. Bahkan teman-temannya yang ingin bermain dengan Juan dilarang untuk menggendongnya, hanya boleh menyentuhnya saja secara normal. Dan karena Nirmala dan Ayesha mungkin sudah seharusnya tidak berada di atap yang sama, karena mereka benar-benar tak bisa akur, akhirnya Nirmala pulang ke rumah Izhar. Dan pembantu rumah tangga mereka tentunya akan ikut bersama Izhar dan Nirmala. “Emang kamu bisa, rapihin rumah sendiri?” Izhar menghela nafasnya berat. “Devan bakal nyari pembantu buat bantu-bantu Ay di sini. Aa boleh pergi sekarang,” ucap Ayesha, secara tak langsung ingin mengusir Izhar yang sebenarnya memang akan pergi. “Ay, kamu jangan keterusan kayak gini, dong. Ke depannya, Arsy sama Juan bakal tumbuh besar, yang pastinya nanti mereka tahu kalau mereka itu kakak beradik. Jangan sampai Juan sama Arsy nant

  • Terpaksa Menjadi Madu   Celaka!

    “JUAN!” Ayesha memekik keras mendapati Juan yang sudah tergeletak di lantai dengan mulutnya yang terbuka lebar dan menjerit memanggil sang ibu. Ayesha berlari secepatnya untuk meraih Juan. Izhar sendiri segera menaruh Arsy di sofa dan menggendong Juan. Ayesha tanpa pikir panjang langsung merebut Juan dari Izhar. Tampak bagaimana tubuhnya gemetar, seolah merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakan putranya. Perempuan itu tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tangannya memeluk erat Juan yang menangis sejadinya. Sementara Izhar tampak cukup panik sekarang menatapi Ayesha yang membeku, kaget karena putranya baru saja kenapa-napa. Sementara Arsy ikut menangis karena mendengar tangisan Juan, itu membuat Izhar segera menggendong Arsy juga. Karena itu, Nirmala juga bergegas keluar dari kamar mandi dan menatapi Ayesha dan Izhar. Ayesha tampak hampir menangis menatapi putranya yang menangis sangat kencang, sepertinya dia terbentur cukup keras saat jatuh.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status