Ayesha menuruni tangga yang curam untuk makan malam. Perutnya keroncongan karena tidak makan sama sekali. Dia punya sereal kesukaannya di dapur jika memang tidak ada makanan lain.
Dia mendekati dapur dan mengintip apa yang ada di bawah tudung saji, apa yang bisa dia makan. Sayangnya itu kosong dan membuatnya mendecak pelan. Dia melewatkan makan malamnya, lagi.“Kamu cukup lancang juga untuk mencari makanan saat rumah sepi.”Ayesha terkejut setengah mati mendengar suara Mayang di tengah malam. Dia tersentak dan menatapi ibu mertuanya yang berdiri tepat di dekat dapur. Ayesha mengelus halus dadanya.“Kamu berharap ada sesuatu yang bisa kamu makan? Masaklah sesuatu sendiri! Kamu berharap Mala atau saya mau melayani kamu meski hanya dengan memberi kamu makan?”“Enggak juga. Cuman kalau ada makanan sisa, bukannya sayang kalau didiemin semalaman?” balas Ayesha, dia cukup realistis.“Kami juga bukan tipe orang yang mubazir soal maIzhar menatap ke arah kamar Ayesha saat hendak sarapan pagi itu. Dia melihat Mayang yang sedang membantu Nirmala menyiapkan sarapan. Mayang tampak manis pada menantunya yang sedang hamil itu. Izhar hanya tersenyum kecil melihat hubungan mereka berdua kembali baik. Izhar tak lupa akan Ayesha yang sekarang dalam pengasingan. Pria itu kemudian membawakan piring yang sudah diisi makanan untuk dibawa ke kamarnya Ayesha. Dia juga harus memantau kondisi Ayesha, semarah apa pun padanya, sebesar apa pun kesalahannya. “Aa mau ke mana?” Nirmala menatapi Izhar yang membawakan makanan dan minuman itu. “Aa harus cek kondisinya Ayesha. Aa yakin dia ngambek sekarang dan enggak akan mau turun buat makan. Sekalian Aa mau negur Ayesha juga,” jawab Izhar. “Enggak usah dibawain makanan juga, nanti kebiasaan manja kayak gitu. Kalau memang lapar, nanti juga pasti turun kayak semalam. Nunggu rumah sepi, habis itu dia nyari-nyari makanan di sini,” bals Mayang dengan n
Nafas Ayesha menderu di pelukan Izhar. Dia akui, dia senang berada di dekat Izhar dengan keadaan seperti ini. Jantungnya berdebar kencang setiap kali sehabis melakukannya. Dan ada perasaan yang kadang membuatnya egois ingin Izhar terus seperti ini, senantiasa membutuhkannya. “Kamu mencapai pelepasan kamu?” tanya Izhar berbisik. Ayesha kemudian memukul lengan besar pria itu. Dia lantas menatapi Izhar yang terkekeh sambil meringis. “Pertanyaan apa-apaan itu?” Ayesha tak nyaman dengan pertanyaan dari Izhar tersebut. “Salahkah bertanya kayak gitu sama istri sendiri? Itu buat memastikan kalau kamu juga puas. Aa enggak mau, kamu berpikir Aa menggunakan kamu untuk melampiaskan nafsu Aa semata. Aa mau kamu menikmati juga. Supaya kamu ikhlas setiap kali melakukannya, supaya kamu merindukan—”“Cukup!” Ayesha kemudian memerah dan menutup mulut Izhar yang terus bicara saat itu. “Kamu tersipu? Kamu merah sekarang,” goda Izhar memperhatikan wajah istrinya tersebut. “Enggak,” sangkal Ayesha se
“Dingin?” Tiba di perkebunan teh, rombongan tersebut berhenti di sebuah warung. Ayesha yang tampak kedinginan mengundang perhatian dari Argi yang memperhatikannya sejak dia baru datang. “Enggak juga,” jawab Ayesha seraya terkekeh pelan.“Ekhm!” Teman-teman Ayesha memperhatikan Argi yang tampaknya memulai pendekatan lagi. Ayesha seketika melirik ke arah mereka dengan rautnya yang tak nyaman. Dia tahu, Argi sedang berusaha mendekatinya lagi di sana. Dan teman-temannya terkekeh menggodanya. “Ay, kita mau ke kamar mandi, lo ikut enggak?” tanya Belia, salah satu temannya. “Ey, Bel, lo ngerusak suasana aja. Udah, enggak usah ikut lo, Ay. Ngapain juga ke kamar mandi rame-rame. Gi, titip Ayesha dulu sebentar, ya. Si Devan lagi sama yang lain soalnya.” Syifa seolah memberikan peluang untuk Argi dengan membiarkannya berduaan dengan Ayesha. “Oh, okay. Jangan lama, ya!” pinta Ayesha. Mereka hanya tersenyum dan mening
“Kan, Aa udah bilang, jangan pulang malam-malam.” “Ay enggak pulang malam, Ay pulang pagi,” celetuk Ayesha karena lagi-lagi ditegur Izhar. “Ngeyel ya, kamu! Kamu enggak ada di rumah sehabis magrib itu bikin Aa khawatir, Ay. Kemarin kalau ada apa-apa di sana gimana?” Izhar menolak pinggangnya dan menatapi istrinya yang benar-benar baru pulang. “Aa mau Ay kemarin pulang dari sana sore-sore? Terobos hujan? Terobos kabut? Ay yakin sampai sekarang Ay enggak akan sampai rumah tapi sampai rumah sakit, lebih parahnya kuburan.” Izhar menghela nafasnya. Ayesha sulit diatur, membuatnya harus benar-benar bersabar menghadapinya. Pria itu membiarkan Ayesha beristirahat setelah ditegur. Melihat Ayesha yang langsung terlelap membuat Izhar tahu, dia mungkin kelelahan juga. Izhar keluar dari kamar Ayesha setelah mengetahui Ayesha terlelap. Dia menemukan Nirmala yang membawa keranjang dari halaman belakang dan tampak tengah kesal. “Kamu ngapa
“Tapi itu dari Aa! Aku enggak ikhlas itu rusak karena itu dari Aa!” “Nanti bisa diperbaiki sama tukang jahit. Ya, walau bentukan bagian tangannya enggak akan kayak dulu lagi. Tapi, kan yang penting bisa menutupi kamu.” Izhar mencoba menenangkan Nirmala. Nirmala menangis seharian karena gamisnya. Ayesha tak mengerti apa yang salah dengan itu. Namun melihat Nirmala sangat menyayangi gamis pemberian Izhar, berarti dia sangat mencintainya. Dan Izhar yang memberikannya juga kelihatannya sangat mencintai Nirmala. “Kan, Aa juga sebelumnya udah bilang, supaya cuciannya Aa aja yang cuci, kenapa kamu malah minta Ayesha? Ya, jadi begini, kan ...” Izhar dengan tenang mengusapi punggung Nirmala. Sementara Ayesha, yang ditetapkan sebagai tersangka berdiri di depan kamar Nirmala. Bersandar ke dinding dengan menyenderkan kepalanya ke tembok. Dan dia menatapi Izhar yang keluar dari kamar Nirmala dengan membawa gelas kosong. “Kenapa Aa nyuruh Ay di si
Bertemu banyak orang yang tak dikenalnya, bahkan orang-orang yang membuatnya tak nyaman saja sudah cukup menekan Ayesha. Kejadian barusan juga berhasil membuatnya melamun di kamar mandi. Sambil menaruh tangannya di air mengalir, seperti Izhar merawat luka Nirmala. Dia sudah lelah berada di lingkungan yang membuatnya tak nyaman dan harus menghabiskan energi ekstra untuk tetap bertahan. Kemalangan lagi-lagi membuatnya semakin terpuruk. Sudah cukup baginya belakangan ini merasa diasingkan oleh suaminya. Dan kini dia harus melakukan kesalahan di depan keluarga besar Izhar. Dia bisa saja menyangkal jika itu bukan salahnya dan membela dirinya sekencang biasanya. Namun entah kenapa belakangan ini rasanya lemas. “Ay?” Izhar memasuki rumah dari halaman belakang dan melihat Ayesha yang sedang ada di kamar mandi dapur, karena kamarnya tak memiliki kamar mandi khusus.“Kamu apa-apaan? Apa cuman karena Mala nyuruh kamu siapin minuman, kamu sampai numpahin d
Keputusan Ayesha kemudian membulat. Jika dirinya sekarang memilih untuk bercerai. Toh, Izhar tak membelanya sama sekali tadi dan justru menyudutkannya. Dia bahkan tak tahu jika lengannya terluka dan malah menyentuhnya. Ayesha juga sudah muak terjebak dalam pengasingan. Saat Ayesha mengemas barangnya, dia tampak ragu untuk meninggalkan Izhar yang tengah terluka, di saat istri pertamanya tengah hamil. Meski begitu, dia yakin keluarganya tak akan membiarkannya. Lain jika dirinya yang sakit, dia tak punya siapa-siapa untuk merawatnya. Ayesha keluar dari kamarnya, dan berpapasan dengan Inaya yang setia menunggunya di sana. Inaya menatapnya dengan tatapan marah, karena Ayesha telah melukai kakak dan kakak iparnya. “Jadi, kamu memutuskan untuk pisah sama A Izhar? Kenapa enggak dari dulu aja? Kata Teh Mala sebelumnya kamu udah pulang ke rumah sepupu kamu buat cerai,” sinis Inaya. “Itu atas permintaan Aa kamu, Aa kamu yang enggak mau cerai,” jawab Ayes
Karena mendadak mual setelah mencium bau mi instan, Ayesha membuangnya. Mengurungkan niatnya untuk makan. Malah karena setelah itu, dia masih harus merasakan mual. Tak ada yang mencurigakan baginya jika berpikir mungkin mi kadaluwarsa menghasilkan bau seperti itu. Izhar bukannya tak ada niat menemui Ayesha. Namun mengingat jika Ayesha sendiri mungkin kaget dan membutuhkan waktu untuk sendiri, dia mengurungkan niatnya. Dan berpikir jika Ayesha bersama paman dan bibinya mungkin lebih baik dari pada di rumah saat ada dua keluarga. Ayesha sendiri bangun dengan keadaan tak enak. Entah karena dirinya tak makan nasi sama sekali kemarin dan maag-nya kambuh atau karena luka di tangannya yang terinfeksi hingga timbul demam. Dia hanya berbaring, tak ada yang ingin dia makan pagi itu karena mual melandanya. Mual yang terjadi semalam tampaknya belum reda. Namun karena lapar, di siang hari Ayesha memesan kimbap untuk dia makan. Setidaknya ada yang harus dia makan.