Home / Romansa / Terpaksa menikahi Tuan muda / Bab 7:Luka yang tidak terlihat

Share

Bab 7:Luka yang tidak terlihat

Author: itzjane
last update Last Updated: 2025-08-02 20:00:27

Arsen memandangi langit-langit kamar dengan mata kosong. Nafasnya berat, seakan dunia sedang menghimpit dadanya. Sejak kejadian malam itu, sejak tatapan mata Nayla menusuk jiwanya, ada yang berubah dalam dirinya—sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.

Dia bukan lagi lelaki yang bebas. Dia mulai merasa seperti boneka dalam permainan yang dikendalikan oleh wanita penuh misteri itu.

Ketukan halus di pintu mengejutkannya.

“Nayla?” tanyanya ragu.

Pintu terbuka perlahan. Nayla muncul dengan wajah yang terlihat lembut, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu yang tidak bisa ditebak. Ia membawa nampan berisi sup hangat dan segelas susu.

“Aku tahu kamu belum makan dari tadi pagi. Aku buatkan ini untukmu,” ucapnya sambil tersenyum.

Arsen bangkit duduk di ranjang, berusaha memahami niat Nayla.

“Kenapa kamu baik padaku?” tanyanya dengan suara serak.

Nayla meletakkan nampan di meja kecil di samping ranjang, lalu duduk di tepi tempat tidur. Jari-jarinya yang dingin menyentuh tangan Arsen, membuat bulu kuduknya berdiri.

“Karena kamu berharga buatku,” bisiknya.

Arsen menarik tangannya perlahan. “Tapi aku bahkan tidak mengenalmu sepenuhnya.”

“Itu bukan alasan untuk tidak merasakan sesuatu,” Nayla membalas dengan tenang.

Sejenak, keheningan memenuhi ruangan. Arsen merasa bingung, tersesat antara kenyataan dan rasa aneh yang mulai tumbuh dalam dirinya—antara ketakutan dan ketertarikan. Nayla adalah teka-teki, dan semakin dia mencoba menjauh, semakin dalam dia tenggelam.

“Aku tidak bisa,” bisik Arsen.

“Kau bisa... dan kau akan,” balas Nayla sambil mengelus pipinya dengan lembut.

Wajah mereka kini hanya beberapa inci saja. Nafas mereka berpadu dalam udara malam yang dingin. Tapi sebelum bibir mereka bersentuhan, Nayla menarik diri.

“Aku akan menunggumu... sampai kamu sadar sendiri siapa yang benar-benar kamu butuhkan.”

Ia bangkit dan melangkah keluar, meninggalkan Arsen yang masih terdiam di ranjang. Detik itu juga, Arsen tahu—Nayla bukan sekadar gadis biasa. Dia adalah luka yang tidak terlihat, dan mungkin, tidak akan pernah sembuh.

Arsen menggenggam kuat selimutnya. Kata-kata Nayla bergema di telinganya, seperti mantra yang tak bisa diusir. “Aku akan menunggumu... sampai kamu sadar sendiri siapa yang benar-benar kamu butuhkan.”

Tapi siapa sebenarnya Nayla?

Kenapa setiap kali dia mencoba menjauh, Nayla seperti menariknya kembali ke pusaran perasaan yang tak bisa ia kendalikan?

Ia bangkit dari ranjang, melangkah ke arah jendela. Hujan mulai turun, gerimis lembut yang menari di atas kaca. Sejuk. Tapi hatinya jauh lebih dingin dari itu.

Tiba-tiba, sorotan cahaya ponselnya menyala. Satu pesan masuk.

Nomor tidak dikenal: “Kau pikir dia mencintaimu? Dia hanya bermain-main denganmu. Lihat lebih dekat siapa Nayla sebenarnya sebelum kau hancur sepenuhnya.”

Jantung Arsen seketika berdetak lebih cepat. Tangannya gemetar saat memegang ponsel. Siapa pengirimnya? Dan... bagaimana dia tahu?

Dia menoleh ke pintu kamar yang sudah tertutup. Tiba-tiba semua perhatian dan sikap lembut Nayla terasa... terlalu sempurna. Terlalu terencana. Terlalu aneh.

Kecurigaan itu kembali muncul—dan kali ini, lebih kuat dari sebelumnya.

Arsen keluar dari kamarnya pelan-pelan. Rumah itu gelap, hanya diterangi lampu meja kecil dari ruang tamu. Suara hujan di luar terdengar semakin deras, seakan ingin memperingatkannya bahwa malam ini tidak akan berjalan biasa.

Langkahnya terhenti di depan kamar Nayla. Ia mendekatkan telinga ke pintu.

Sunyi.

Lalu...

Klik.

Suara pintu lemari terbuka dari dalam kamar. Tapi Nayla tidak menyadari kehadiran Arsen di luar sana. Suara itu disusul dengan suara kertas yang seperti terjatuh ke lantai. Arsen menahan nafas. Ia tahu dia tidak boleh melakukan ini. Tapi hatinya sudah dipenuhi rasa ingin tahu yang membara.

Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu perlahan.

“Nayla?” bisiknya.

Nayla tersentak kaget. Ia sedang duduk di lantai kamar, dikelilingi oleh potongan kertas, foto, dan... sebuah buku catatan merah.

Arsen terdiam. Matanya membelalak melihat salah satu foto itu—foto dirinya saat SMA. Foto yang bahkan ia sendiri tak ingat pernah difoto dari sudut itu.

Nayla berdiri, panik. “Arsen, ini bukan seperti yang kamu kira—”

“Kamu... siapa sebenarnya?” bisik Arsen. “Dan kenapa kamu punya semua ini?”

Nayla tidak menjawab. Hanya tatapan kosongnya yang seakan berkata: Terlambat. Kamu sudah masuk terlalu dalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 13: kebenaran yang membunuh

    Langit sore itu kelabu, tapi suasana di apartemen jauh lebih suram. Nayla berdiri membelakangi Arsen, menatap keluar jendela yang dipenuhi butiran hujan. Suara langkah pria itu terdengar mendekat, berat dan penuh tekanan.“Aku akan ceritakan semuanya,” ucap Arsen akhirnya, suaranya dalam. “Tapi setelah ini, kau tidak bisa berpura-pura tidak tahu.”Nayla tetap diam, jemarinya meremas pinggiran sweater.“Ayahku… tidak mati karena sakit, seperti yang semua orang pikirkan,” lanjut Arsen. “Dia dibunuh. Dan yang membunuhnya adalah orang-orang yang sekarang berada di belakang Clara. Waktu itu, aku hanya anak bodoh yang tidak tahu apa-apa. Sampai suatu malam, aku melihat mereka… memukuli ayahku sampai dia berhenti bernapas.”Nayla menutup mata, menahan mual.“Aku ingin balas dendam. Tapi aku tahu aku tidak bisa melawan mereka sendirian. Jadi aku masuk ke lingkaran mereka, pura-pura ikut permainan kotor mereka. Aku harus kotor, Nayla… karena hanya

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 12: kedatangan yang tak terduga

    Hujan belum berhenti sejak malam sebelumnya. Udara dingin merayap ke dalam apartemen, membuat Nayla menarik selimut tipis di pundaknya saat duduk di ruang tamu. Arsen berangkat pagi-pagi sekali, tanpa banyak bicara. Ia hanya meninggalkan satu kalimat sebelum pergi: “Jangan buka pintu untuk siapa pun.”Nayla mengira itu hanya bentuk proteksi berlebihan. Sampai bel pintu berbunyi.Awalnya ia mengabaikan. Namun bunyi itu terdengar lagi, kali ini disertai ketukan pelan. Rasa penasaran mengalahkan kehati-hatian. Nayla mendekat, melihat melalui lubang intip.Seorang wanita berdiri di luar. Rambut hitam panjangnya basah oleh hujan, wajahnya cantik sempurna meski tanpa riasan. Matanya tajam, namun senyum tipisnya menusuk seperti pisau.Clara.Nayla membuka pintu sedikit, hanya sebatas rantai pengaman. “Apa yang kau inginkan?” suaranya dingin.“Aku pikir sudah saatnya kita bicara… sebagai dua wanita yang mencintai pria yang sama,” jawab C

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 11: rahsia yang terkubur

    Pagi itu, udara terasa berat. Langit mendung, seakan ikut menyimpan sesuatu yang tak ingin diungkapkan. Nayla duduk di meja makan sendirian, menggulir sendok di dalam cangkir kopi yang sudah dingin.Arsen belum keluar dari kamarnya sejak subuh. Biasanya ia sudah rapi dengan jas dan dasi, siap berangkat ke kantor. Namun kali ini, ada keheningan yang aneh.Pintu kamar terbuka perlahan. Arsen keluar, masih mengenakan kaos hitam dan celana santai. Rambutnya sedikit berantakan, tatapannya sayu. “Kita harus bicara,” ucapnya tanpa basa-basi.Nayla mengangkat alis. “Tentang apa?”“Clara.”Nama itu membuat perut Nayla mengencang. Ia mempersiapkan diri, meski hatinya berdebar.Arsen duduk di depannya, menautkan jari-jari tangan. “Aku dan Clara… tidak seperti yang kau pikirkan.”Nayla tersenyum miring. “Oh? Jadi selama ini aku salah menilai? Kau tidak tidur dengannya? Tidak berjanji menikahinya?”Arsen menghela napas, mena

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 10: Retakan di antara kita

    Malam telah larut ketika Arsen pulang. Suara pintu yang terbuka pelan memecah kesunyian apartemen. Nayla duduk di sofa, menunggu, meski matanya berat dan tubuhnya letih.Ia tidak bertanya dari mana Arsen datang. Hanya menatapnya diam-diam, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah lelaki itu. Tapi Arsen, seperti biasa, tahu bagaimana menyembunyikan rahasianya.“Kau belum tidur?” tanyanya, sambil melepas jas dan meletakkannya di kursi.“Aku menunggu,” jawab Nayla singkat.Arsen menatapnya sebentar, lalu berjalan menuju dapur, menuangkan segelas air. “Menunggu apa?”“Menunggu jawaban. Tentang Clara. Tentang kita.”Suara Nayla terdengar datar, tapi di baliknya ada badai yang siap meledak. Arsen meletakkan gelas, lalu menatapnya dengan mata yang dalam. “Aku lelah, Nayla. Kita bicarakan ini besok.”“Besok? Berapa lama lagi aku harus menunggu?!” Nayla berdiri, nadanya meninggi. “Aku bukan boneka yang kau simpan dan ambil kapan k

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 9: gairah yang terlarang

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik saat Nayla membuka matanya. Suasana kamar masih remang, hanya cahaya tipis dari jendela yang menyelinap masuk. Ia merasakan hangatnya tubuh Arsen yang memeluknya dari belakang, napasnya tenang dan stabil di leher Nayla.Degup jantung Nayla mulai tak beraturan. Ia tak bergerak, hanya berbaring dengan dada yang sesak oleh perasaan yang bercampur aduk. Semalam mereka tidak berbicara banyak, tapi malam itu tubuh mereka yang saling mendekat telah berbicara sendiri.“Sudah bangun?” suara Arsen serak, berat, dan masih lelap.Nayla hanya mengangguk kecil. Tapi pelukan Arsen semakin erat. Ia menarik tubuh Nayla lebih dekat hingga punggungnya menempel sempurna di dada bidang lelaki itu.“Maaf,” bisik Arsen, mengecup lembut tengkuk Nayla. “Aku hanya... ingin kamu tetap di sini.”Kucupan itu membuat tubuh Nayla bergetar. Ia seharusnya menjauh, mengingat Clara, mengingat semua yang telah terjadi. Tapi saat tangan Arsen mulai mengusap lengan dan pinggangnya

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 8: batas kesabaran

    Langit malam menurunkan gerimis lembut, seakan memahami apa yang sedang dirasakan Nayla. Ia berdiri di depan jendela, menatap tetesan air hujan yang mengalir perlahan di balik kaca. Dadanya sesak. Hatinya sakit.Sudah beberapa hari sejak pertengkaran terakhirnya dengan Arsen. Kata-kata lelaki itu masih terngiang-ngiang di telinganya—tajam, dingin, seakan semua kesalahan ditumpahkan padanya."Jadi menurutmu aku yang salah? Setelah semua yang aku korbankan untuk hubungan ini?" bentak Nayla saat itu.Namun Arsen hanya diam. Tatapannya kosong, bahkan tak sedikitpun menyesal telah menyakitinya.Kini Nayla duduk di tepi ranjang, menatap bingkai foto yang dulu mereka ambil bersama saat awal pacaran. Senyuman Arsen di foto itu terasa begitu asing sekarang. Seakan lelaki itu bukan lagi orang yang sama."Kenapa kamu berubah, Arsen?" bisiknya lirih. "Atau... aku yang terlalu buta sejak awal?"Ponselnya berdering. Sebuah notifikasi pesan mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status