Share

Bab. 3 kepergok di Hotel

Helena tercengang. Kali ini, wanita itu tidak bisa berkomentar. Ia pikir ucapan kekasihnya beberapa hari yang lalu hanya omong kosong biasa.

"Sayang?" Panggilan dari Nico menyadarkan lamunan Helena.

"I–iya Mas?" tanya Helena terbata-bata.

Nico mengulas senyumnya. "Kenapa? Kamu bisa menemani Mas, 'kan?" 

Helena mengangguk, tanpa mengeluarkan suara.

Kedua pasangan itu segera pergi ke suatu tempat. Helena duduk di samping Nico yang sedang fokus melajukan mobil. 

Tak lama Nico memarkirkan mobilnya di depan gedung yang begitu megah. Bahkan sangat jelas namanya menghias di depan gedung tersebut. Di ukir menggunakan bunga berwarna-warni yang begitu indah.

"Helena dan Nico?" tanya Helena, melirik Nico yang sedang tersenyum kepadanya.

"Memangnya kamu lupa dengan pesta pernikahan kita yang akan di langsungkan seminggu kemudian?" Nico mencolek dagu Helena, membuat wanita itu mengulum senyum.

"Ti– tidak, tidak. Rasanya tidak percaya saja, mas Nico akan menikahiku secepat ini." 

"Ayo, kita masuk!" Ajakan dari Nico, justru membuat Helena menggeleng.

"Aku percaya, Mas. Sebaiknya kita persiapkan kebutuhan yang lain. Apa kamu sudah menyiapkan makanan atau desainer untuk membuat baju pengantin kita?" Nico mengangguk.

"Sudah aku siapkan. Bagaimana kita pergi ke tempat lain? Untuk mengganti pesta ulang tahun yang sempat kita lewati?" tawar Nico.

Helena mengangguk, karena ia pun sudah lama tidak bepergian di malam hari. Siang hari pun ia selalu menyibukkan diri di dalam rumah.

"Kenapa kita ke sini, Mas?" tanya Helena gugup.

Helena membulatkan matanya sempurna. Karena sang kekasih membawanya ke hotel bintang lima yang lumayan jauh dari kediamannya. 

“Mas?”

Nico tidak menjawab. Pria berpakaian jas dilengkapi celana hitam itu segera turun dari mobil. Memutari kendaraan seraya membuka pintu milik Helena.

"Turunlah. Kita nikmati malam ini." Ujar Nico menyodorkan tangannya agar Helena menerima gandengan jemari kekarnya itu.

Helena tertegun. Wanita itu memang ragu karena belum sepenuhnya milik pria di depannya itu. 

‘Bagaimana jika nantinya Mas Nico membohongiku? Kalau aku hamil, apa mas Nico mau menganggap anaknya adalah darah dagingnya sendiri?’

Pertanyaan itu mengelilingi pikiran Helena, tetapi ia tidak bisa memberontak karena Nico terus menuntunnya masuk ke dalam kamar yang sudah di pesan. 

Sampai akhirnya keduanya sudah berada di dalam ruangan kamar. Kini ditemani debaran jantung yang tak karuan, Helena duduk di tepi ranjang.

“Ihs, Mas!” protes Helena merasa risi, Nico sengaja mencolek dagunya.

Nico memberikan pandangan menggairahkan, menunjukkan ketertarikan dan keinginannya kepada Helena.

Tatapan memikat dari Nico, membuatnya semakin gugup saat pria itu duduk di sampingnya. Helena menggeser kan tubuh agar sedikit ada jarak dengannya, tetapi Nico mengikuti gerakannya, bahkan pria itu mengikis jarak semakin mendekati telinga Helena. 

“Berikan tubuhmu sekarang dan aku akan memberikan mahar lebih untukmu."

Bisikan dari pria gagah itu membuat Helena meremang. Seketika masuk ke dalam alam bawah sadarnya.

"Ta– tapi Mas ..." Helena mendorong tubuhnya agar menjauh.

"Ayolah ... nikmati malam ini denganku. Aku janji akan mengganti malam lain dengan yang lebih indah." 

Nico menatap Helena dengan lekat. Matanya tak rela menghindari kecantikannya. 

"Ma– mas ..." Lirih Helena. 

Jemari kekar itu menyusup ke dalam lehernya membuat debaran jantung semakin memburu, kala Nico perlahan menutup mata dengan bibir kini tak berjarak mencumbunya.

“Hmpt ... Ma– mas!” desah Helena. 

Keindahan setiap inci tubuh Helena semakin membuatnya tergoda, apalagi Nico sudah melepas sebagian pakaiannya. Tak sabar merasakan surga dunia yang saat itu terpampang jelas di depannya. 

Napas Helena tak beraturan, tatapan nakal dari Nico seperti harimau yang sedang mengincar mangsa. Helena mundur menjauh dari Nico yang mengikis jarak dengannya.

"Cukup!" Helena mendorong tubuh Nico agar menjauh darinya.

"Kenapa? Kamu seperti perawan saja yang baru pertama kali melakukan ini?" celetuk Nico terkekeh.

"Aku memang perawan!" Ketus Helena segera bangkit dan mengambil tasnya di atas meja.

"Kamu mau ke mana, Sayang?" Nico meraih tangannya untuk menghentikan langkah, tetapi Helena menepis tangan kekar itu.

"Aku tidak bisa. Maaf aku. Bukannya Mas bilang sebentar lagi kita akan menikah? Aku mohon ... kendalikan nafsumu, Mas!" 

Beruntung dress hitam yang dikenakannya masih rapi, ia hanya menepuk-nepuk bagian yang kusut setalah itu pergi meninggalkan Nico. 

"Helena!" Tak rela menyia-nyiakan waktu kedekatannya bersama Helena, Nico secepat mungkin menggunakan jas putihnya. Ia berlari mengejar Helena.

"Kamu mau pergi ke mana?" Helena mematung di tempat, setelah seseorang berhasil meraih tangannya.

"A– aku mohon jangan lakukan itu," sahut Helena lirih.

"Tidak perlu takut, sayang. Ikut kembali denganku, ya?" bujuk Nico, kali ini Helena mencoba menenangkan diri ikut kembali dengan Nico ke dalam kamar.

Helena memilih duduk di sofa merah dekat jendela, Nico berdiri di belakangnya. "Aku tidak akan melukaimu. Jangan takut seperti ini."

Tubuh Helena kembali meremang, merasakan belaian lembut dari Nico mengusap kepalanya. "Lalu, untuk apa Mas membawaku ke sini lagi?"

Nico Mengubah posisinya, kali ini ia berlutut di depan Helena. "Hanya ingin sedikit menyentuhmu. Tenang saja, aku akan melakukannya dengan lembut."

Helena tertegun, ingin sekali ia memberontak, tetapi tenaga Nico sulit di tepisnya. Pria tua itu menangkup tubuhnya tanpa ada jarak. 

"Aku mencintaimu, Helena!" Peluh keringat menemani ketegangan Helena malam ini, deru napasnya beradu dengan Nico yang mulai menghangatkan dalam bibirnya. 

"Ma– mas. Aku mohon jangan. Bawa aku pulang sekarang!" Helena terperanjat, kala mendapati sentuhan dari jemari kekarnya yang menyusup ke inci bagian tubuh yang sensitif.

Helena berlari ke depan pintu, membuat Nico sedikit kesal dan mengejarnya. "Jangan munafik, Helena. Aku mengerti, jika kamu sudah lima tahun menjadi janda. Pastinya kamu menginginkan hal lebih dari seorang pria." 

"Tidak." Helena menggeleng. Ia terus menundukkan kepala dengan punggung yang sudah menempel di pintu.

"Ayolah ..." kali ini Nico sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya, ia menarik tubuh Helena dan mendorongnya terlentang di ranjang.

"Ma– mas!" Helena memundurkan tubuh, selimut putih menjadi sakit bagaimana wanita itu benar-benar ketakutan. Apalagi netra tajam dari Nico, menatapnya yang sudah berada di atas tubuh Helena.

"Di sini tidak ada yang akan menolong mu!" ancam Nico, perlahan ia mengecup seluruh bagian raut wajah Helena. Helena selalu menyingkirkan bibir Nico, tetapi tenaganya lebih kuat darinya.

*****

“M– mas. Jangan. Aku geli!”

Ezra menghentikan langkah, mendengar suara wanita yang sangat di kenalnya dari salah satu kamar yang dilewatinya. 

Ia sengaja mengikuti ke mana mobil yang dilajukan oleh Nico. Bahkan sudah satu jam lamanya ia menunggu di depan kamar. 

"Seharusnya yang di sana itu aku, bukan Ayah!" gumam Ezra. 

Pria itu mengepalkan tangannya. Bahkan mengacak-ngacak rambutnya karena frustrasi. Mendengar suara desahan yang bersahutan, terbayang sang pujaan hati dengan ayahnya sedang melakukan kebahagiaan di dalam kamar.

Ezra mendengus kesal seraya bangkit. Emosi yang memburu membuatnya berani untuk mendobrak pintu kamar di depannya.

BRAK!

"Dasar pak Tua gila. Lepaskan tante Helena!" cecar Ezra di depan pintu. Melihat sang Ayah berada di atas tubuh pujaan hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status