Share

Bab. 4 Nico tertipu

"Ezra, jaga etikamu!" 

Nico yang terbelalak akan kedatangan sang anak, ia bergegas bangkit dan mendekati Ezra, Helena menghela napas panjang, ia merasa lega akan kedatangan Ezra.

"Kenapa kamu lancang seperti ini?"

"Jika bukan tante Helena wanitanya, aku tidak peduli!" sentak Ezra. Pria muda itu berjalan mendekati Helena.

"Apa Tante baik-baik saja?" tanya Ezra, Helena mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

"Sebegitu pedulinya kamu kepada Helena." 

"Karena tante Helena adalah kekasihku!" 

Nico terbelalak, tatapan tajam darinya tertuju kepada Helena. Helena menggeleng cepat, ia bangkit mendekati Nico. 

"Ezra bohong, Mas. Jangan percaya."

Nico yang kini menatap kebencian pada Helena, ia berkata, "Dasar wanita rakus. Kamu sudah menghabiskan hartaku, bisa-bisanya kamu juga punya hubungan dengan anakku."

Nico bergegas pergi, di temani emosi yang sudah mencapai ubun-ubun. Membuat Helena berlari mengejar Nico. 

"Mas, aku berani bersumpah tidak punya hubungan apa pun dengan Ezra." 

"Tante!" Tak mau kalah, Ezra pun mengejar keduanya. Ia berhasil meraih tangan Helena. Membiarkan Nico masuk ke dalam mobil.

Helena mendengus kesal, ia membalikkan badan seraya melayangkan tangannya, menampar Ezra sangat kencang.

"Cukup, Ezra. Kenapa kamu menghalangi hubungan kami?" 

"Ka– karena aku sangat mencintai, Tante," ujar Ezra lirih, meringis perih sambil mengusap-usap pipinya yang mendadak merah.

"Cinta dari mana, hah? Kalau kamu cinta sama Tante, seharusnya kamu bahagia melihat Tante dekat dengan Ayahmu yang jelas-jelas bisa membahagiakan Tante!"

"Itu tidak mungkin, Tan," sahut Ezra.

"Ingat! Tante hanya mencintai mas Nico, tidak ada yang lain, apalagi kamu!" 

Tunjuk Helena kepada Ezra dengan tatapan tajam. Wanita itu pergi, menjauh dari Ezra di temani amarah yang masih meronta-rota.

Ezra yang masih mengamati Helena di dalam mobil, akhirnya bergegas menghampirinya. Tidak tega melihat Helena berdiri sendirian menunggu taksi.

Begitu keras kepalanya pemuda itu, menepis rasa sakit hatinya yang sudah di cecar oleh pujaan hatinya. 

"Ayo aku antar!" tawar Ezra yang sudah berdiri di samping Helena. Wanita itu sama sekali tidak menggubris ucapan Ezra.

"Tan, mana ada taksi lewat jam 2 malam seperti ini. Apa Tante mau ada seseorang yang sengaja menjahati Tante? Diculik, dirampok, ah, pokoknya kejahatan malam yang lain." Ezra membual, membuat Helena mendelikkan mata padanya.

"Kau pelakunya!"

"Ayolah ..."

Helena berpikir sebentar. Akhirnya Helena mau di antar oleh Ezra, karena tubuhnya sudah menggigil. Di temani rasa nyeri di hati karena Nico tega meninggalkannya, ia masuk ke mobil dan duduk di samping Ezra.

"Kenapa Tante mau di ajak ke hotel itu?" tanya Ezra. 

"Kenapa kamu berada di sana?" tanya balik Helena.

"Karena gak mungkin membiarkan pujaan hatiku terluka, meskipun oleh Ayahku sendiri." 

"Tutup mulutmu!" Pekik Helena, yang akhirnya Ezra bungkam tanpa kata. 

Hatinya merasa senang yang akhirnya pujaan hatinya luluh berduaan dengannya, meskipun jawaban Helena ketus bahkan menyeramkan.

"Kenapa kamu mengatakan kepada mas Nico kalau aku adalah kekasihmu?" tanya Ezra.

Ezra mengacuhkannya ia fokus melajukan mobil dengan tatapan ke depan. 

"Ezra!" tanya Helena bernada tinggi.

"Hmm!" Deheman dari Ezra, membuat Helena mendengus kesal.

"Jawab. Sekarang mas Nico marah padaku bahkan menyebutku dengan sebutan wanita rakus. Padahal aku selalu mengacuhkanmu!" 

Ezra seperti tidak punya telinga, sama sekali tidak menggubris ucapan Helena.

"EZRA!" Teriaknya di dekat telinga Ezra.

"Tutup mulutmu!" sindir Ezra, apa yang diucapkan Helena, kembali diucapkan olehnya.

"Astaga ... buka mulutmu!" 

"Aaaaaa!" Dengan santainya Ezra menganga, membuat Helena mengacak-ngacak rambutnya karena frustrasi.

"Bukan itu maksudku. Jawab. Kenapa kamu menuduhku kekasihmu?" tanya Helena dengan tatapan tajam.

"Karena di mimpiku memang seperti itu!" jawab Ezra santai.

Helena menggeleng. "Tolong jelaskan kepada mas Nico, jika ucapanmu itu tidak benar. Jangan membuat hubunganku dengannya berantakan seperti ini!" 

Ezra menoleh pada Helena, seraya memicingkan mata. "Yakin minta tolong padaku?" 

Helena mengangguk. 

"Ok!"

Perdebatan itu akhirnya usai. Keduanya tak banyak lagi berbicara karena Ezra sudah menepikan mobilnya di depan gerbang rumah Helena. 

Wanita itu bergegas keluar dari mobil. "Ezra, Tante mohon dekatkan lagi hubungan Tante dengan mas Nico."

Ezra mengangguk, ia melajukan mobilnya kembali. Bukan pria muda yang bodoh baginya, karena nyatanya di pikiran Ezra sudah berencana untuk menghancurkan kedekatan Helena dan sang Ayah.

Tiba di kediamannya ...

Ezra tersenyum licik, melihat sang Ayah yang berdiri di depan teras rumahnya, membayangkan amarah Nico akan mencecarnya. Pria muda itu menghela napas panjang mencari energi untuk bisa menerima amukan sang Ayah.

"Selamat malam, Ayah." Ujarnya santai sembari berjalan melewati Nico yang menatap tajam padanya.

Nico menarik jas hitam Ezra untuk menghentikan langkah. "Kenapa kamu bisa tahu Ayah dan Helena berada di hotel itu?"

"Karena Ayah membawa belahan jiwaku," jawab Ezra santai, tanpa menoleh padanya.

“Lupakan Helena, jangan sampai Ayah benar-benar marah padamu!” pekik Nico. 

"Aku tidak peduli, atau Ayah sengaja menguji kesabaranku untuk membuka kebusukan Ayah di depan tante Helena?" Ezra menghentakkan bahunya, agar cengkeraman tangan Nico tersingkir dari tubuhnya.

"Kau!" 

Ezra yang begitu santai jalan ke kamar, membuat Nico semakin geram. Kini, keduanya seperti sedang berlomba-lomba memiliki Helena.

Pagi hari yang tak terasa untuk Ezra dan Nico. Keduanya sudah menggunakan pakaian rapi, karena akan pergi ke kantor. Ezra CEO di perusahaan Nico. Namun, bukan berarti Nico melepas Ezra begitu saja. Karena masih banyak perusahaan lainnya di berbagai kota agar tidak terbengkalai.

"Zra, ayah mau bicara!" 

Ezra yang sudah bangkit di kursi meja makan setelah menyelesaikan sarapannya, ia mematung di tempat tanpa menoleh padanya.

"Duduk!" perintah Nico. Ezra mengikuti permintaan Nico, ia duduk di depannya. 

"Cari wanita yang lebih pantas untukmu, jangan Helena. Umurnya tak lagi muda, Zra!" 

"Aku tahu!" jawab Ezra santai.

"Kenapa kamu begitu keras kepala seperti ini? Ayolah ... mengalah untuk Ayah."

Ezra mendecih. "Untuk apa aku mengalah? Seharusnya Ayah yang mengalah padaku. Istri Ayah ada lima, dua di ceraikan begitu saja. Tersisa tiga, mau di apakan wanita-wanita itu, hah?"

"Seharusnya kamu mengerti karena ayah pindah-pindah kota," jawab Nico. Kali ini, ia menghadapi Ezra dengan tenang.

"Lagi pula, aku sudah menjelaskan semuanya kepada tante Helena. Bahkan wanita itu marah besar kepada Ayah." 

Ucapan dari Ezra, membuat Nico terbelalak. "Jangan bercanda, Zra. Kamu mengatakan apa pada Helena, hah?"

"Aku mengatakan jika Ayah mempunyai tiga istri. Kurasa cukup untuk tante Helena yang sebentar lagi akan pergi dari kehidupan Ayah!"

"Kau benar-benar keterlaluan!" Nico mendengus kesal, ia bangkit dan bergegas pergi dari hadapannya.

Melihat punggung Nico sudah menghilang dari pandangannya, Ezra tertawa terbahak-bahak.

"Pak Tua yang bodoh!" gumam Ezra sambil menggeleng. 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status