Callista sedang duduk di meja makan, menata beberapa kue dan minuman ringan yang baru saja dibawa dari toko favoritnya. Adrian duduk di seberangnya, mata terus mengawasi setiap gerakan istrinya, seolah takut ada yang bisa membahayakan dirinya atau anak mereka.
“Kau terlihat serius sekali menatapku, Adrian. Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Callista sambil tersenyum nakal.Adrian menegakkan tubuhnya, menatap serius. “Kesalahan? Tidak. Tapi aku harus memastikan semuanya aman. Kau dan anak kita adalah yang paling penting, dan aku tidak bisa membiarkan hal-hal kecil menjadi masalah.”Callista menertawakan nada seriusnya. “Adrian, kau bahkan khawatir tentang kue dan minuman ringan. Jangan berlebihan. Anak kita pasti akan tumbuh bahagia dengan rasa aman yang kau ciptakan, tapi jangan sampai aku merasa dipantau terus-menerus.”Adrian tersenyum kecut, mencondongkan tubuhnya, mengecup pipi Callista. “Aku hanya ingin memastikan tidak ada yang salah… kadanSuara tawa kecil Elara memenuhi rumah mereka. Bayi mungil itu menggeliat di pangkuan Callista, matanya mengikuti gerakan ayahnya yang sibuk menata mainan dan baju bayi. Adrian menunduk, tersenyum lebar, dan menyentuh tangan mungil Elara dengan lembut.“Kau tahu, Elara… ayah akan selalu ada di sini. Tidak ada yang akan memisahkan kita,” ucap Adrian pelan, suaranya penuh kasih sayang.Callista menatapnya, senyum lembut menghiasi bibirnya. “Aku merasa aman karena kau selalu di sini. Setiap detik, setiap senyumanmu membuatku merasa dicintai dan terlindungi.”Adrian mencondongkan tubuh, mengecup keningnya lembut. “Aku berjanji… kita akan melewati semua ini bersama, apa pun yang terjadi.”**Elara mulai bergerak, tangan mungilnya meraih wajah Adrian. Ia menatap bayi mereka, hati dipenuhi rasa kagum. “Lihat… dia sudah mengenal ayahnya. Kau pasti akan menjadi ayah yang hebat,” bisik Callista sambil tersenyum.Adrian menatap Callista, sor
Rumah kecil mereka terasa hidup dengan kehadiran Elara. Suara napas halus bayi itu, ditambah tawa pelan Callista dan gumaman Adrian membuat suasana hangat dan penuh cinta. Adrian berjalan mengelilingi ruang tamu sambil membawa keranjang baju bayi, sesekali menatap Elara yang tertidur nyenyak di pangkuan Callista. “Kau tahu, aku tidak pernah menyangka akan menjadi ayah secepat ini,” ucap Adrian, menunduk melihat bayi mungil itu. “Dan aku juga tidak pernah menyangka aku bisa begitu… mencintai seseorang lebih dari dirimu, Callista.” Callista menatapnya, senyum tipis menghiasi bibirnya. “Adrian… kau selalu berhasil membuatku tersenyum. Bahkan saat aku kelelahan karena Elara, melihatmu di sini membuatku merasa kuat.” Adrian mencondongkan tubuh, mengecup keningnya lembut. “Itu karena aku di sini, selalu. Dan aku tidak akan pergi. Kita akan melewati semua ini bersama.” ** Elara menggerakkan tangan mungilnya, menatap
Pulang dari rumah sakit, rumah kecil mereka terasa lebih hangat dari sebelumnya. Elara tertidur pulas di gendongan Callista, napasnya halus dan lembut, seolah dunia berhenti sejenak untuk menyambutnya. Adrian berjalan di samping mereka, menatap bayi mereka dengan mata berbinar, hati dipenuhi rasa kagum dan cinta yang tak terhingga. “Kau tahu… aku tidak pernah membayangkan hidupku akan begini,” ucap Adrian pelan, suaranya hampir berbisik. “Kita memiliki Elara… keluarga kecil kita sudah lengkap.” Callista menatapnya, senyum lembut menghiasi bibirnya. “Aku tahu… dan aku merasa aman karena kau selalu di sini. Setiap detik, kau membuatku merasa dicintai dan terlindungi.” Adrian mencondongkan tubuh, mengecup keningnya lembut. “Aku berjanji… aku akan selalu ada untuk kalian berdua. Tidak ada yang bisa memisahkan kita.” ** Elara menggerakkan tangan mungilnya, membuka mata sedikit dan menatap Adrian. Matanya yang gela
Ruang persalinan dipenuhi suara alat medis dan napas Callista yang berat, namun ada kehangatan yang tak tergantikan di sana. Adrian tetap di sisinya, tangan mereka saling menggenggam erat, matanya tak pernah lepas dari wajah Callista.“Kau luar biasa, Callista… lihat betapa kuatnya kau,” ucap Adrian lembut, suaranya bergema penuh ketenangan. “Setiap tarikan napasmu mendekatkan kita ke momen yang paling kita tunggu.”Callista mengerutkan alis, menahan rasa sakit kontraksi yang semakin intens. “Aku… aku tidak tahu apakah aku bisa…”Adrian segera menahan tangannya, menatap matanya dalam. “Kau bisa. Aku di sini. Setiap detik, setiap napas… aku memegang tanganmu, dan kita akan melewati ini bersama. Bayi kita akan segera hadir, dan kita akan menjadi keluarga lengkap.”Callista mengangguk meski napasnya tersengal. Ada campuran rasa takut, sakit, dan bahagia yang menyelimuti hatinya. Adrian terus membisikkan kata-kata lembut, sesekali mencium keningnya, m
Callista merasakan sebuah getaran lembut di perutnya. Awalnya ia mengira itu hanya tendangan biasa dari Elara, tapi rasa itu perlahan berubah menjadi tarikan halus yang membuatnya mengerutkan alis.“Adrian… rasanya aneh,” ucapnya pelan, suara sedikit tegang.Adrian segera menoleh, sorot matanya langsung waspada. “Aneh bagaimana? Apa kau baik-baik saja?”Callista menggenggam tangannya, napasnya sedikit terengah. “Aku… sepertinya… kontraksi, Adrian. Aku rasa ini… dia hampir siap.”Mata Adrian langsung melebar, tapi ada campuran panik dan antusiasme yang sulit disembunyikan. Ia menepuk bahu Callista lembut. “Tenang… kita bisa lakukan ini. Aku akan ada di sisimu setiap detik. Jangan khawatir, aku yang akan urus semuanya.”Callista menahan senyum di tengah rasa cemasnya. “Aku tahu… tapi aku sedikit takut, Adrian.”Adrian mencondongkan tubuh, menatap matanya dalam. “Tak perlu takut. Aku akan memegang tanganmu, membimbingmu, dan menjaga
Callista duduk di kursi goyang di kamar bayi, tangannya menempel di perut yang semakin membesar. Setiap gerakan kecil Elara membuat senyum merekah di wajahnya, dan Adrian duduk di sampingnya, memegang tangannya erat, matanya berbinar hangat.“Kau tahu, Adrian… bayi ini membuatku merasa hidup lebih lengkap,” ucap Callista pelan. “Aku merasa… setiap detik bersamamu dan dia begitu berarti.”Adrian mencondongkan tubuh, mengecup keningnya, sorot matanya lembut tapi protektif. “Itu karena kau luar biasa, Callista. Dan karena aku mencintaimu… aku akan selalu ada untuk kalian berdua.”Callista menutup mata, tersenyum lembut. “Aku tahu… dan aku merasa aman saat kau di sini. Selalu.”**Mereka mulai menata kembali perlengkapan persalinan: tas rumah sakit, pakaian bayi, selimut, dan beberapa mainan lucu. Adrian sedikit cemburu saat melihat Callista tersenyum menatap baju mini yang menggemaskan.“Kau tersenyum terlalu lebar melihat itu,” uca