LOGINSore hari telah tiba, burung-burung berkicau dan terbang lebih tinggi untuk kembali ke sarangnya. Begitu juga dengan bel pulang sekolah yang telah berdering, seluruh murid di sekolah segera bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya. Begitu kelas selesai, Arthur segera menghampiri bangku Grace untuk berbicara empat mata.
Arthur menatap Grace sambil tersenyum ramah kepadanya. "Grace, ayo kita pergi dari sini." ujar Arthur yang langsung menarik tangan Grace. Grace marah dan menghempaskan tangan Arthur. "Apa yang ingin kau lakukan! Aku sudah punya pacar! Cari saja gadis lain yang belum memiliki pacar!" teriak Grace dengan wajah yang kesal. Namun Arthur tidak melihatnya begitu, ia melihat wajahnya yang sedih dan meminta tolong. Begitulah yang Arthur sadari di masa depan, meski ia telat menyadarinya. Arthur menundukkan kepalanya sejenak, dan ia menatap Grace dengan wajah serius. Arthur menggenggam kembali tangan Grace dan berkata, "Aku tahu semuanya!" Tiga kata yang diucapkan Arthur membuat Grace terkejut hingga pupil matanya membesar. Dunia seakan-akan telah berhenti begitu saja di ruangan kelas itu. Kesunyian dan rasa ingin berharap untuk bebas menggetarkan hati dan jiwanya yang tak bersalah itu. Namun, Grace mengelaknya, "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan." "Aku tahu semuanya Grace. Maafkan aku, karena di kehidupan lalu aku telat menyadari penderitaanmu. Oleh karena itu aku ingin kau bisa segera lepas dari penderitaan ini, Grace!" ujar Arthur yang bersungguh-sungguh hingga matanya berbinar-binar. Melihat Arthur yang tangguh seperti itu membuat Grace terdiam. "Kau ini bicara apa. Omong kosong yang kau katakan itu, sepertinya kau baru saja bermimpi ya." ketus Grace. Saat mereka sedang berbincang, seseorang datang dan masuk ke dalam kelas. Dia adalah Felix Alexander, matanya melotot begitu lebar begitu melihat Arthur menggenggam tangan pacarnya. Langkahnya yang berat dan tangannya yang bersiap-siap membuat Arthur sedikit takut. Arthur menepuk kedua pipi Grace dan berkata, "Tunggu apa lagi, Grace! Ayo ikut denganku!" ucap Arthur yang menarik tangan Grace dan pergi membawanya keluar jendela. Tanpa sadar Grace mengikuti perintahnya dan ia berlari bersama dengan Arthur. Mereka melompat keluar jendela dan terdapat beton penyangga di bawah jendela. Saat ini mereka ada di lantai dua, dengan ketinggian sekitar empat meter dari bawah. "Bagaimana cara kita turun ke bawah!" ujar Grace yang panik. "Mau kemana kalian!" teriak Felix yang berteriak sambil mengejar mereka berdua. Arthur tidak memiliki cara lain selain menggendong Grace ala tuan putri. Hup! Arthur loncat begitu saja dari lantai dua dengan harapan kakinya sanggup menahan beban dirinya dan juga Grace. Bugh! kaki Arthur mendarat dan hampir kehilangan keseimbangannya karena jatuh terlalu kencang. Kakinya terasa sangat nyeri dan sakit, tapi Arthur terus menggendong Grace sambil membawanya lari. Sementara itu Felix yang melihat mereka berteriak-teriak dari jendela lantai dua. Felix berniat untuk loncat juga, tapi ia tidak berani yang pada akhirnya dia memilih untuk lewat tangga. "Antar aku ke rumahku saja." ucap Grace dengan wajahnya yang datar. "Tidak, jika aku mengantarmu ke rumahmu, maka pengorbananku akan sia-sia." balas Arthur. Grace menatapnya dengan heran dan berkata, "Kenapa? Sebenarnya apa yang kau tahu tentangku? Kau berbicara seperti itu seolah-olah kau tahu semuanya tentangku." Arthur menatapnya dengan tersenyum. "Karena di masa depan nanti, kau pasti akan menjadi istriku." ujar Arthur dengan percaya diri. Arthur pergi ke parkiran sepeda untuk mengambil sepedanya, lalu mereka berdua menaiki sepeda itu bersama. Arthur mengayuh sepedanya dengan kencang keluar dari sekolah. Sementara itu Grace hanya termenung diam duduk di bangku belakangnya sambil memeluk Arthur agar tidak jatuh. "Mau kemana kalian!" teriak Felix yang baru saja keluar dari gedung sekolah. Arthur bersama dengan sepedanya melaju dengan kencang meninggalkan sekolah. Arthur berniat untuk membawa Grace pergi sejauh mungkin dari suatu tempat yang sekiranya tidak akan di datangi oleh Felix. Mereka terus melaju dengan kencang, hingga matahari sebentar lagi akan segera terbenam. Setelah kabur dari Felix, mereka berdua akhirnya sampai di sebuah tempat. Tempat di mana Arthur bangkit kembali dari kematiannya, yaitu di sebuah bukit di belakang kota. Setelah sampai mereka turun dari sepeda dan duduk bersama di tepi bukit untuk melihat pemandangan kota dari atas bukit. "Bagaimana menurutmu, pemandangan kota dari atas sini?" tanya Arthur. Grace menjawab dengan wajah tersenyum, "Sungguh indah, aku tidak tahu kalau pemandangan kota akan terlihat indah seperti ini. Cahaya-cahaya itu terlihat sangat indah." Arthur menghembuskan nafasnya dengan lega. "Itu tidak seberapa sampai kau melihat langit di malam hari." "Oh, ya? Ngomong-ngomong sampai kapan kita di sini?" tanya Grace. Benar juga, Arthur tidak terpikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Permasalahan sebenarnya di mulai saat ini, Arthur merasa seakan-akan dirinya telah terjebak. Felix dan para bawahannya pasti akan terus mencari dirinya dan juga Grace setiap harinya. Sekolah bukan lagi tempat yang aman bagi buat mereka berdua. Tidak mungkin jika mereka berdua harus terus pergi seperti ini. Arthur juga harus pulang ke rumah dan kembali ke sekolah agar orang tuanya tidak khawatir, begitu pula dengan Grace sendiri. Seketika isi kepala Arthur banyak sekali pikiran yang mengganggunya. "Aku ingin tahu. Mengapa kau sampai melakukan semua ini untukku? Padahal kita tidak pernah berbicara sebelumnya selama ini." tanya Grace dengan wajah penasaran. Arthur tersenyum dan mencoba untuk menghilangkan semua pikiran yang mengganggunya saat ini. Di hadapannya saat ini, terdapat seseorang yang sangat berarti untuknya. Membuatnya seolah-olah menghilangkan semua beban pikirannya. Tentang bagaimana ke depannya, dan apa yang harus mereka lakukan. Lebih baik memikirkan hal itu nanti saja, yang terpenting Arthur harus membuat Grace bahagia mulai saat ini. Itulah yang ada dipikiran Arthur sampai akhir Felix dan para bawahannya menemukan mereka berdua. "Jahat sekali, kalian piknik berdua saja tanpa mengajakku." ucap Felix yang datang entah dari mana. Arthur terkejut dan segera berdiri lalu melindungi Grace di belakangnya. Ia tidak mengira bahwa mereka berdua akan ditemukan secepat ini oleh Felix dan para bawahannya. Ternyata masalah yang lebih besar datang langsung di hadapan mereka saat ini. Arthur mencoba untuk bersikap tenang. "Tenanglah, aku hanya berniat mengajak Grace untuk menikmati pemandangan kota dari sini." ujar Arthur yang terlihat begitu tenang. Kemudian Felix melangkah maju dan berdiri di sampingnya sambil melihat pemandangan kota. "Kau benar, pemandangan kota dari atas sini benar-benar indah." jawab Felix. "Haha, sudah kubilang kan." Felix menatap Arthur sambil tersenyum ramah. "Tapi, pemandangannya akan lebih indah jika kau mati sekarang juga!" teriak Felix yang tiba-tiba saja ia mendorong Arthur dengan tangannya sekuat tenaga. "Arthur!" teriak Grace sambil menangis. Arthur terjatuh bebas dari atas bukit, ia hanya bisa melihat Grace yang semakin jauh semakin ia terjatuh. Ia melihat Felix memukuli Grace karena kesal, hal itu membuat amarah Arthur menjadi meledak-ledak. Tapi, tidak ada yang bisa Arthur lakukan saat ini, hingga akhirnya kepalanya terbentur batu dan pecah. Saat itu juga, Arthur dinyatakan telah meninggal dunia. Ia tidak menepati janjinya untuk menyelamatkan Grace dari Felix lebih awal. Kata-kata yang memberikan harapan besar kepada Grace hanya menjadi omong kosong. Semua yang terjadi saat ini menjadi sia-sia, tidak ada yang tersisa lagi.Brak! Bruk! Bruak! Felix dan para anak buahnya mengobrak-abrik rumah hantu itu. Banyak orang yang ketakutan dan berlarian segera menjauh dari kekacauan itu. Sementara itu Arthur dan Grace masih terjebak di dalam rumah hantu itu, dengan berharap mereka tidak ketahuan."Bubarkan tempat ini! Aku yakin mereka masih berada di sini!" teriak Felix yang suaranya menggelegar bagaikan guntur.Semua anak buahnya ketakutan dan menurut atas perintah Felix. Mereka merobohkan bangunan dan penyangga rumah hantu ini. Tidak hanya membawa anak buahnya yang dari sekolah saja ternyata ia punya geng berandalan di belakangnya.Grace tampak ketakutan dan tubuhnya bergemetar sampai keringat membasahi wajahnya. Arthur memeluknya dengan erat sambil membelai rambutnya yang panjang. Air mata Grace berkaca-kaca mengetahui bahwa dirinya tidak akan bisa lolos dari Felix.Arthur menatap Grace sambil tersenyum tipis. "Grace, di belakangku ada lubang untuk keluar dari sini. Kau pergilah diam-diam dan biarkan aku yang m
Dunia terasa begitu indah dan menenangkan. Bunga-bunga bermekaran di taman menyambut sinar matahari yang datang. langit begitu bewarna, begitu juga dengan dunia ini. Semuanya terlihat begitu luar biasa, sangat sulit untuk diucapkan oleh kata-kata."Ya, aku mau. Arthur!" ucap seorang gadis yang rapuh.Tubuhnya bergemetar lemas bukan karena takut, tapi karena ia bisa merasakan kebebasan. Air matanya mengalir bukan karena sedih, tapi karena bahagia. Pelukan hangat membuatnya hidup kembali, bukan hanya Grace, Arthur juga merasakannya kembali."Terima kasih, karena telah memilihku. Grace. Aku sungguh, sungguh sangat bahagia sekarang." balas seorang laki-laki yang sama rapuhnya dengan gadis yang ia pelukSuaranya yang bergemetar menandakan akhir dari penderitaannya. Matanya yang berbinar-binar menandakan bahwa ia telah dihidupkan kembali. Raut wajahnya yang penuh emosional menandakan bahwa harapannya telah terjadi.Hari itu, dunia yang begitu kelam dan tak berwarna itu. Telah berubah menjad
Besok paginya Arthur memulai hari dengan semangat yang membara. Bukan karena ingin bertemu dengan Grace, atau ingin melanjutkan perkelahiannya dengan Felix. Tetapi ia benar-benar dipenuhi semangat untuk sekolah yang sangat murni. Ia sudah tidak peduli lagi dengan permasalahan yang terjadi. Pikiran Arthur saat ini adalah jalani dan laksanakan. Entah masalah apa yang menimpanya nanti, itu bukan masalah besar. Arthur telah memikirkannya baik-baik dan ia telah memutuskan untuk menjadi orang yang lebih gila. Gila dengan keadaan sadar dan menguntungkan bukan gila yang membawa kerugian. Arthur baru saja sampai di sekolahnya, dan sudah ada Felix bersama dengan anak buahnya yang menghadangnya. Arthur tersenyum dan menyapa mereka, "Pagi! Bagaimana kabar kalian hari ini?" ujar Arthur yang mendekati mereka seolah-olah telah melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Semua orang menatapnya dengan heran. "Apa kau sudah gila, Arthur?" tanya Felix sambil menatapnya dengan tajam.Arthur tersenyum le
Setelah kejadian besar itu, Arthur segera pulang ke rumah dan berniat menyembunyikan tubuhnya yang kesakitan. Arthur sudah membicarakannya kepada Liam agar tidak mengadu kepada orang tua Arthur. Meskipun penampilannya seperti telah dipukili orang hingga babak belur, Arthur sudah menyiapkan akal-akalannya agar menghindari kekhawatiran orang tuanya. Arthur pulang ke rumah diam-diam tanpa membuat suara. "Arthur? Ada apa dengan wajahmu?" tanya ibunya. Arthur tersenyum dan berkata, "Bukan apa-apa Bu, tadi aku hanya terjatuh di tangga. Semuanya baik-baik saja, jadi jangan khawatir. Putramu sudah besar dan bisa mengurus diri." ucap Arthur dengan nada suara yang lembut. Ibunya mengelus-elus kepalanya, dan sebenarnya itu terasa sakit. Tapi Arthur menutupi rasa sakit itu dengan tersenyum lebar kepada ibunya. Ibunya menerima alasannya dan membiarkan Arthur lewat. Arthur berbaring di kasurnya dengan lega. Rasa nyeri di bagian yang di pukul Felix masih terasa begitu menyakitkan, terutama d
Terjadi perkelahian yang hebat di kelas. Seorang berandalan yang berpengalaman dengan seorang murid biasa yang tak memiliki kemampuan bertarung. Perkelahian mereka terlihat tidak seimbang, anak berandalan itu terlihat lebih unggul dalam bertarung. Buagh! Duagh! Felix melayangkan tinju beratnya yang menghantam wajah Arthur. Arthur mencoba untuk bertahan dan menginjakkan kakinya dengan kuat agar tidak terjatuh. Pertarungan ini memang sudah tidak seimbang dari awal, kondisi Arthur sudah babak belur sekarang. Felix tersenyum menyeringai. "Kau masih belum aku hajar ya?" oceh Felix. Arthur tersenyum lebar dan berkata, "Setidaknya aku dapat mendaratkan beberapa pukulan padamu." ujar Arthur. Benar, Arthur yang tak memiliki kemampuan membela diri itu tidak sepenuhnya kalah telak oleh Felix. Melalui berbagai pengalaman hidup yang sudah ia jalani, dan juga adrenalin yang membara. Membuat Arthur menjadi sosok yang sangat gila, lebih gila dari pada dirinya di kehidupan sebelumnya. Felix
Esok harinya, Arthur bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia berangkat bersama dengan Liam ke sekolah, karena malamnya mereka berjanjian untuk berangkat bersama. Saat mereka sedang bersepeda bersama, Arthur mengatakan sesuatu kepada Liam. "Hei, Liam. Apa kau yakin tidak mengenal seseorang yang bernama Nathaniel Thomas?" tanya Arthur untuk memastikan kembali. Liam menatapnya dengan heran dan dia mencoba mengingat-ingat kembali. "Aku yakin, aku sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Apakah kau memiliki masalah dengan orang itu? Beritahu aku jika kau sedang dalam masalah." ujar Liam yang khawatir. Arthur menjawabnya dengan santai, "Tidak, tidak. Aku tidak memiliki masalah dengan siapapun saat ini." ucap Arthur. Rasa penasaran itu telah larut dalam pikiran Arthur dan membuatnya terus mengingatnya. Ia hanya berharap bahwa dia hanyalah orang biasa. Rasa kewaspadaan Arthur terhadap orang-orang yang ia temui semakin besar. Ini semua ia rancang







