LOGINArthur bertemu kembali dengan orang tuanya, mereka berdua masih tampak cukup muda dan sehat. Arthur memeluknya tadi malam dengan erat dengan wajah yang basah karena air matanya mengalir deras. Pagi harinya Arthur bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, dia sudah tidak sabar bertemu dengan calon istrinya.
Ia segera menaiki sepedanya dan mengayuhnya dengan kencang. Menghirup udara segar kembali di pagi hari sewaktu berangkat sekolah adalah momen yang mengenang baginya. Memarkirkan sepedanya kemudian masuk ke dalam kelas untuk melihat pujaan hatinya, Eleanor Grace. Seseorang menyapanya dari belakang sambil menepuk pundaknya, "Hei Arthur, tumben sekali kau datang pagi-pagi begini?" ucap temannya yang bernama Liam Patrick. Liam Patrick adalah sahabat masa kecil Arthur yang selalu bersama dengannya. Arthur merangkulnya dengan senang dan tersenyum lebar. "Hohoho! Sahabatku! Sial sudah lama sekali aku tidak melihatmu, aku sangat merindukanmu! Kemana saja kau selama ini!" ujar Arthur yang membuat Liam terlihat kebingungan. Arthur lupa kalau dia bukanlah Liam yang dulu, tanpa sadar Arthur jadi mengatakan hal yang membuatnya bingung. "Apa maksudmu? Kau pikir aku bolos setiap hari? Apa kau sudah pikun, Arthur?" Arthur menggaruk-garuk kepalanya, lalu tiba-tiba saja seseorang yang ditunggu-tunggunya telah datang. Gadis cantik yang menjadi primadona di sekolahnya berjalan dengan anggun memasuki kelas. Mata mereka berdua bertemu untuk sesaat, hal itu membuat Arthur tersenyum tipis. Liam melambaikan tangan di depan wajah Arthur yang sedang termenung. "Lagi-lagi pandanganmu hanya fokus kepada Grace setiap kali melihatnya." Arthur tersenyum, "Yah, mau bagaimana lagi jika aku sangat mencintainya." Arthur segera bangun dari bangku untuk menghampiri Grace yang sedang mengobrol bersama temannya. Namun tiba-tiba saja Pak Edward yang mengajar mata pelajaran matematika datang ke kelasnya. Alhasil semua murid kembali ke tempat duduk mereka, dan Arthur harus menunggu dengan sabar agar bisa mengobrol dengan Grace. Pak Edward terkenal sebagai guru killer dan banyak membuat murid-muridnya kewalahan dengan soal-soal yang dia berikan. Jadi setiap kelas yang di ajar oleh beliau akan hening seketika seperti kuburan. Tapi bagi Arthur yang telah mengulang kehidupan, soal-soal yang diberikan oleh Pak Edward sama sekali bukan masalah. "Jadi, siapa yang bisa menjawab soal di depan? seseorang maju atau bapak akan tunjuk!" ucap Pak Edward dengan tegas. Arthur mengangkat tangan dengan santainya, dan berjalan ke depan dengan penuh percaya diri. Semua orang menatapnya dengan heran, karena yang mereka tahu Edward tidak pernah maju ke depan dan hanya mendapatkan nilai biasa-biasa saja. Biasanya orang yang selalu menjawab soalan Pak Edward adalah Eleanor Grace. Dengan wajah yang penuh keraguan, Pak Edward memberikan spidol kepadanya. Arthur mulai mencorat-coret seluruh isi papan tulis itu hingga akhirnya menemukan jawaban dari soalan itu. "Jawabannya benar, kau boleh duduk kembali." ucap Pak Edward yang membuat seluruh murid di kelasnya seakan tidak percaya. Edward berjalan kembali ke bangkunya dan melewati bangku Grace. Ia membisikkan sesuatu kepadanya, "Jam istirahat nanti, aku ingin bicara padamu." Keberadaan Edward bagaikan sosok dewa baru di kelasnya. Karena hanya segelintir orang saja di kelasnya yang bisa menjawab soalan Pak Edward. Saat jam istirahat telah tiba, seluruh murid keluar kelas untuk pergi ke kantin mengisi perut mereka yang kosong. Grace menengok kebelakang dan menatap Arthur, lalu berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Grace dengan wajah datar. Arthur memegang tangannya lalu menariknya membawanya pergi. Grace hanya diam saja dan membiarkan dirinya di tarik oleh Arthur. Saat mereka ingin keluar kelas, tiba-tiba saja seseorang datang dan menabrak Arthur. Orang itu, adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini. Seorang berandalan yang bersikap seenaknya, karena dia seorang anak direktur sekolah, maka tidak ada seorangpun yang berani menyentuhnya. Semua perintahnya mutlak baginya, dan juga dia adalah pacarnya Grace saat ini. "Ah aku lupa kalau ada kejadian ini." cetus Arthur sambil menggaruk-garuk kepalanya. Anak berandalan itu menatap tajam kepada Arthur. "Apa yang kau lakukan dengan pacarku? Kenapa kau memegang tangannya? Apa kau mencoba merebutnya dariku?" tanya anak berandalan itu dengan wajah yang marah. Anak itu bernama, Felix Alexander. Dia memiliki badan yang besar dan kekar, tinggi badan yang mencapai 185 cm lebih, membuatnya ditakuti oleh siapapun. Arthur mencoba untuk menghadapinya dengan tenang, dengan badannya yang biasa-biasa saja dan tingginya yang saat ini hanya mencapai 175 cm. Arthur tersenyum dengan ramah kepadanya dan berkata, "Tenanglah tuan Felix, aku tidak berniat merebutnya darimu." Felix terlihat semakin marah, emosinya semakin tidak stabil. "Kalau begitu kenapa kau masih menggenggam tangan pacarku! Lepaskan sekarang!' bentak Felix. Arthur tersenyum menyeringai, "Tidak akan!" Amarah Felix sudah tidak tertahankan lagi, kesabarannya sudah mencapai pada batasnya. Melihat wajah Arthur yang terlihat tenang seolah-olah dia tidak bersalah membuat Felix geram. Tanpa basa-basi Felix langsung melayangkan tinjunya ke arah Arthur. "Hentikan!" ucap Grace yang tiba-tiba saja menghadang dan memajang dirinya di depan Arthur untuk melindunginya. Felix menghentikan tinjunya ya sudah melayang, "Ayo kita pergi dari sini, sayang!" ujar Grace yang merangkul Felix agar suasana hatinya tenang. Felix menurut namun ia meninggalkan pesan kepada Arthur sebelum pergi. "Kalau lain kali aku melihatku berbuat seperti tadi. Akan ku pastikan kau mati di tanganku!" Pada akhirnya mereka berdua pergi, bersama dengan para bawahan Felix. Saat ini Arthur tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Grace. Karena di dunia ini saat ini hanya Arthur saja yang mengetahui hubungan Grace dengan Felix yang sebenarnya. Liam menarik badan Arthur dengan wajah khawatir. "Apa kau sudah gila! Apa yang baru saja kau lakukan! Kau ingin hidupmu hancur seperti anak-anak lainnya yang telah berani mengganggu Felix?" Arthur diam karena ia telah membuat sahabatnya khawatir. "Maafkan aku, hehe." Liam menggelengkan kepalanya lalu menghembuskan nafasnya dalam-dalam. "Sebenarnya apa yang kau pikirkan sih? Meskipun kau sangat mencintainya, tapi jangan sampai membahayakan dirimu sendiri." ucap Liam yang terlihat sangat mengkhawatirkannya. Arthur meminta maaf kepadanya karena telah membuatnya khawatir. Setelah itu Mereka berdua pergi ke kantin bersama untuk mengisi perut mereka yang kosong. Seperti biasa mereka membeli Nasi goreng spesial Buk Mae di kantin, karena harganya yang murah dan porsinya yang banyak. Liam menatap Arthur yang terlihat seperti sedang banyak pikiran. Jadi ia bertanya kepadanya, "Arthur, apa kau berniat untuk melakukan hal gila lagi?" "Ah, belum." jawab Arthur. Liam menepuk kepalanya, "Astaga apa maksudmu dengan belum! Apa kau ingin melakukan hal gila seperti tadi di lain waktu?" Arthur hanya cengengesan sambil menggaruk-garuk kepalanya. Karena ia tahu bagaimana dan seperti apa penderitaan yang di alami Grace saat ini. Mereka berdua tampak serasi di luar dan seperti pasangan sungguhan bukan? Tapi Arthur mengetahui hubungan mereka yang sebenarnya di masa depan. Itu semua terjadi karena keluarga Grace memiliki banyak hutang kepada keluarga Felix. Pada akhirnya sebagai gantinya Grace harus berpacaran dengan Felix dan kemudian menikah saat umur mereka sudah cukup untuk menikah. Tapi Arthur di masa depan saat itu tahu mengenai hubungan mereka berdua yang sebenarnya. Arthur menyelamatkannya dari kehidupan yang seperti neraka. Karena itu Arthur berniat untuk membantu Grace di kehidupan kali ini dengan lebih cepat dari kehidupan sebelumnya.Esok harinya, Arthur bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia berangkat bersama dengan Liam ke sekolah, karena malamnya mereka berjanjian untuk berangkat bersama. Saat mereka sedang bersepeda bersama, Arthur mengatakan sesuatu kepada Liam. "Hei, Liam. Apa kau yakin tidak mengenal seseorang yang bernama Nathaniel Thomas?" tanya Arthur untuk memastikan kembali. Liam menatapnya dengan heran dan dia mencoba mengingat-ingat kembali. "Aku yakin, aku sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Apakah kau memiliki masalah dengan orang itu? Beritahu aku jika kau sedang dalam masalah." ujar Liam yang khawatir. Arthur menjawabnya dengan santai, "Tidak, tidak. Aku tidak memiliki masalah dengan siapapun saat ini." ucap Arthur. Rasa penasaran itu telah larut dalam pikiran Arthur dan membuatnya terus mengingatnya. Ia hanya berharap bahwa dia hanyalah orang biasa. Rasa kewaspadaan Arthur terhadap orang-orang yang ia temui semakin besar. Ini semua ia rancang
Jam istirahat telah tiba, murid-murid di kelasnya keluar dan menertawakan Arthur yang masih berdiri di luar. Sampai akhirnya Liam datang, wajahnya terlihat sedang menahan diri untuk tidak tertawa. Wajahnya terlihat menjengkelkan sekali, kalau ingin tertawa maka tertawalah Arthur pergi meninggalkan Liam ke kantin. "Hei tunggu, jangan marah padaku karena tak bisa menahan tawa. Lagi pula berani sekali kau berkata seperti itu kepada pak Edward." ujar Liam yang mengikutinya. Arthur menghembuskan nafasnya dan bergerutu, "Aku berharap dia memberikan soalan yang paling sulit kepadaku dan bukannya menyeretku keluar. Telingaku masih sakit tahu!" ketus Arthur. Liam hampir tertawa mendengarnya. "Uh, benar sekali. Telingamu masih sangat merah." balas Liam. Mereka ke kantin bersama dan membeli makan untuk makan siang. Setelah itu mereka mengobrol seperti biasa layaknya seorang pelajar. Arthur benar-benar sangat menikmati kehidupan di masa-masa sekolahnya kembali. Meskipun di depannya ada
Beberapa Minggu telah berlalu sejak paman Max menanyakan kebenaran tentang kekuatan Arthur. Sejak saat itu juga paman Max tidak pernah datang untuk menjenguk Arthur lagi. Kondisi Arthur sudah cukup baik saat ini, dan dokter sudah memperbolehkan untuk pulang, dan melakukan perawatan sederhana di rumah. Arthur sudah memiliki nomor telepon paman Max, dan mereka sudah terbiasa mengobrol melalui media sosial. Akhir-akhir ini paman Max sedang sibuk mengurusi masalah bisnisnya yang sedang jatuh. Tak hanya itu, terkadang ia membagikan foto saat sedang membantu merawat anak-anak yatim piatu di panti asuhan. Dia benar-benar orang yang sangat baik, kedatangannya membuat hati dan pikiran Arthur jauh lebih jernih. Tapi rasa penasaran Arthur tentang siapa dia, masih belum diketahui. Meskipun terlihat begitu familiar, sosoknya tidak menimbulkan kekhawatiran atau orang yang berbahaya bagi Arthur. Arthur terus termenung di meja makan bersama dengan kedua orang tuanya. "Apa yang sedang ada di dal
Pancaran cahaya yang begitu menyilaukan masuk ke dalam mata Arthur. Ia membuka matanya dan mendapati dirinya terbangun di sebuah ruangan kosong yang serba putih. Arthur tidak mengerti kenapa dirinya berada di tempat seperti ini, sampai akhirnya seseorang datang dan membuatnya tahu mengapa ia berada di tempat yang asing itu. Arthur menurunkan pandangannya di hadapan orang itu. "Sudah cukup. Aku tidak mau lagi melihat omong kosong ini. Kau hanya akan menyakitiku, Grace." ucap Arthur yang seketika air matanya mengalir deras. Grace ingin memeluknya, namun Arthur segera menepis tangannya dan menjauh darinya. "Arthur, kau tidak seperti Arthur yang aku kenal. Ada apa denganmu?" tanya Grace. Arthur menatapnya dengan sorot mata yang penuh arti. "Kau, bukanlah Grace! Sudahi semua omong kosong ini! Aku tidak ingin lagi berhalusinasi atau berada di dunia mimpi denganmu! Kau tahu sendiri bahwa aku ingin bersamamu hanya di dunia nyata! Kenapa kau terus datang di pikiranku dan mengacaukan segalan
Pemandangan klasik berupa langit malam yang penuh dengan bintang muncul lagi di hadapannya. Kali ini, ia tak melihat bahwa langit malam yang penuh dengan bintang itu indah. Ia melihatnya sebagai kegagalan, baik gagal dalam meraih impian, gagal sebagai teman, gagal sebagai seorang anak, bahkan gagal sebagai seorang manusia. Pikirannya terasa sangat begitu berat, begitu juga dengan napasnya. Arthur memutuskan untuk berdiam diri merenungkan kesalahannya sambil bersandar di pohon besar. Dirinya mengingat-ingat kembali betapa bodohnya dirinya di kehidupan yang lalu. Tanpa sadar matanya bergelimang air mata, "Aku takut. Aku takut untuk menghadapinya lagi! Aku takut aku mengulang kesalahan yang sama! Aku takut kalau akan gagal lagi! Aku benar-benar takut!" ujar Arthur yang berteriak-teriak sendiri hingga tubuhnya bergemetaran. Setelahnya menyadari percobaan bunuh dirinya tidak memenuhi harapan untuk mati dan tak kembali hidup. Arthur merasa lelah, keputusasaannya semakin besar. Ia terge
Malam penghakiman telah tiba, ketiga orang itu bersujud di hadapan Arthur. Mereka memohon-mohon kepada Arthur demi keselamatan nyawa mereka. Mereka bergemetar ketakutan, kecuali Frederick Noah, dia tidak bersujud melainkan melotot seperti orang yang marah besar pada Arthur. Arthur menatapnya balik, "Aku sudah menduga ini. Tidak semudah itu bagi kalian u ditangkap oleh polisi. Sudahi saja peranmu sebagai tulang punggung dan hentikan sandiwara permainan keluarga ini, Noah." ujar Arthur yang menodongkan senjatanya ke kepalanya. Noah tidak gentar dan itu membuat Arthur semakin kesal. DOR! Arthur menembak kepala Oscar hingga berlubang dan mati dihadapan mereka. Tubuh Noah bergemetar, tapi ia tetap menatap Arthur dengan berani, sementara Bella segera memeluk Oscar sambil menangis. Perasaan Bella bercampur aduk antara marah dan sedih. "Apa yang telah kau lakukan! Huhu, kenapa kau membantai keluarga kami! Dasar monster!" teriak Bella. Tanpa basa-basi Arthur menembak Bella, DOR! Tapi t







