Share

Melanjutkan Kehidupan

Author: Nuri Atlaan
last update Last Updated: 2025-09-02 08:20:29

Malam hari telah tiba, seorang anak terbangun di sebuah bukit. Ia segera berdiri dan menatap sekitar dengan wajah yang kebingungan, keringatnya bercucuran begitu deras. Wajahnya seakan-akan mengatakan bahwa semua hal yang berlalu bukanlah kenyataan.

Arthur memegangi wajahnya, "Aku, hidup kembali? Bagaimana bisa? Apakah lagi-lagi aku diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku?" ujar Arthur yang bertanya-tanya kepada dirinya.

Ingatannya di kehidupan sebelumnya masih teringat jelas dan masih hangat diingatannya. Arthur merenung memikirkan kembali apa yang baru saja terjadi pada dirinya barusan. Ia terjatuh lalu mati karena Felix mendorongnya, kemudian Felix memukuli Grace.

Seketika hatinya terbakar, saat ini Arthur dipenuhi oleh amarah yang meledak-ledak. Dia sudah memantapkan hatinya untuk segera memberi Felix pelajaran yang setimpal. Arthur segera mengambil sepedanya dan melaju dengan kencang menuruni bukit.

Di malam hari itu Arthur berkeliling kota menggunakan sepedanya untuk mencari dimana Felix berada. Amarah dan dendam yang menumpuk di hatinya membuat dirinya tidak lagi berpikir jernih. Arthur berniat melakukan hal gila, dan hanya ada satu kata dipikirannya, "Bunuh".

Dalam batinnya yang terbakar Arthur berkata, "Aku tidak akan memaafkanmu kali ini Felix! Aku akan membunuhmu! Akan ku pastikan kau mati di tanganku!"

Dengan menggunakan informasi ingatannya di kehidupan pertamanya. Arthur mengingat jelas biasanya malam-malam begini Felix sering mengajak Grace keluar ke kafe. Ia tahu dimana letak face favoritnya berada, Arthur terus mengayuh sepedanya dengan kencang secepat kilat.

Sampai akhirnya dia sampai di depan cafe itu. Arthur melihat Felix dan juga Grace yang sedang berada di dalam cafe, sesuai dengan dugaannya. Grace terlihat tidak bahagia, dia hanya diam saja seperti sebuah boneka. Sementara itu Felix terlihat sangat menikmatinya dan begitu bahagia.

Mata Arthur yang melihatnyan terasa terbakar, begitu pula dengan hatinya. Sebuah batang besi yang dia ambil dari perjalanan sewaktu ke sini, sedang dipegang di tangannya. Kriet! Arthur masuk ke dalam kafe dengan memegang batang besi di tangannya.

Orang-orang di dalam kafe ketakutan dan menjerit-jerit. Semua orang berlari-lari menyelamatkan diri mereka dan juga ada yang bersembunyi. Melihat semua orang di dalam kafe menjadi dramatis, membuat Felix heran.

Felix melihat Arthur yang sedang berdiri di depannya. Wajahnya terlihat tersenyum lebar sampai gigi gerahamnya terlihat. "Siapa kau? Apa yang akan kau lakukan dengan besi di tanganmu?" ujar Felix yang tubuhnya bergetar ketakutan.

Tanpa basa-basi Arthur segera menghantam besinitu tepat di kepala Felix. Arthur merasa belum puas, hatinya benar-benar terbakar dan dipenuhi dengan dendam yang sangat besar. Ia terus menghantam besi itu ke kepala Felix bertubi-tubi hingga bentuk kepalanya tidak lagi dikenali.

Setelah merasa puas dan dendamnya telah hilang. Arthur menjulurkan tangannya kepada Grace yang terlihat ketakutan. Ia berniat untuk menolong Grace dan membawanya kabur bersamajya ke suatu tempat. Karena ia tahu bahwa dirinya telah menjadi seorang kriminal dan tidak bisa hidup dengan aman di masyarakat.

"Grace, ayo ikut denganku." ucap Arthur yang tersenyum ramah dengan tangan yang berlumuran dengan darah.

Grace sangat ketakutan hingga akhirnya ia berteriak, "Pembunuh! Tolong selamatkan aku! Aku tidak mau mati! Ada pembunuh di sini!" teriak Grace sambil bersembunyi di bawah meja dengan tubuhnya yang bergemetaran hebat.

Arthur merasa hatinya tersentak melihat gadis pujaannya berkata dan memandang dirinya seperti itu. Wuing! Wuing! suara sirine mobil polisi sudah datang, pemilik toko telah menelponnya sejak Arthur masuk ke dalam kafenya. Polisi itu dengan sigap segera menahan Arthur dan mengunci pergerakannya.

Sebelum diseret keluar, Arthur berteriak kepada Grace, "Grace! Aku melakukan semua ini demi dirimu! Aku melakukan ini untuk menyelamatkanmu dari penderitaan yang selama ini kau hadapi! Ketahuilah bahwa aku mencintaimu Grace!"

Namun Grace tidak merespon apa-apa dan dirinya tetap dalam ketakutan. Melihat Grace yang seperti itu membuat hati Arthur terluka lebih dalam lagi. Hatinya begitu sesak dan nafasnya menjadi begitu sempit hingga air matanya keluar dengan deras dalam diam.

Pada akhirnya Arthur di masukkan ke penjara dan divonis hukuman dua puluh tahun dipenjara. Orang tuanya datang melihat anak mereka yang tumbuh menjadi seorang pembunuh. Wajah mereka berdua terlihat sangat kecewa dan tidak percaya bahwa anaknya yang baik itu akan menjadi seorang pembunuh yang brutal.

"Ibu tidak kuat melihatnya lagi. Ibu tidak akan lagi datang untuk menemuimu, karena setiap kali melihatmu, hati ibu sakit." ucap ibu Arthur sembari menangis terisak-isak.

Sementara itu ayahnya menenangkan hati istrinya dan membawanya pergi. Sebelum itu ayahnya berkata, "Ayah tidak pernah merasa sekecewa ini padamu nak." ujar ayahnya.

Sementara itu Arthur hanya bisa diam saja dan merenungkan perbuatannya. Ia tahu bahwa dirinya salah, dan tidak seharusnya berbuat hal ekstrim seperti itu. Karena perbuatannya, kini satu-persatu orang yang ia cintai pergi meninggalkan dirinya.

Arthur menghabiskan dirinya dua puluh tahun hidupnya di penjara. Usianya kini sudah tiga puluh lima tahun, ia sudah dibebaskan dari penjara. Meski begitu jiwanya masih terasa belum bebas, masih ada hal yang mengganjal di hati dan pikirannya.

Keadaan kota di depannya kini terlihat berbeda, sama seperti di kehidupan pertamanya. Dengan informasi di kehidupan sebelumnya, Arthur dapat mengenali tempat-tempat yang tampak berbeda setelah dua puluh tahun lamanya. Arthur tidak segera pulang ke rumah, karena ia tahu bahwa itu bukan lagi tempat dimana ia harus berada.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Mungkin aku harus mencari pekerjaan, meski itu akan sulit." ujar Arthur dalam batinnya.

Ia mencari pekerjaan ke sana kemari dan terus mendapatkan penolakan karena identitasnya sebagai kriminal. Sampai akhirnya ada seseorang yang mau memperkerjakan dirinya. Meski pekerjaan kasar, Arthur merasa sedikit lega karena akhirnya dia bisa menghasilkan uang sebagai seorang kuli bangunan.

Ia segera memulai pekerjaannya di hari pertama, tentunya tidak semulus kelihatannya. Orang-orang di sana tahu bahwa Arthur adalah seorang kriminal yang baru saja keluar dari penjara. Semua orang menjauhi dirinya karena takut sewaktu-waktu ia akan berbuat kejahatan lagi.

Satu bulan sudah berlalu, dan Arthur bisa menyewa tempat untuk tinggal sendiri. Orang-orang yang bekerja bersamanya pun perlahan-lahan sudah mulai terbuka kepada dirinya. Meski begitu masih terdapat beberapa orang yang tetap menjauhinya dan membicarakannya di belakang.

Saat waktu istirahat tiba, Arthur mengobrol dengan teman kerjanya, "Ngomong-ngomong, aku belum pernah melihat pemilik rumah yang rumahnya sedang kita bangun selama sebulan ini." ujar Arthur.

Temannya yang bernama, Ethan David menjawab, "Sebelum kau datang dan bekerja di sini. Pemilik rumah ini pernah datang sekali."

"Benarkah? Aku jadi penasaran orang sekaya apa dia sampai membuat rumah sebesar dan seluas ini." ucap Arthur sambil melihat ke sekeliling rumahnya sedang di bangun.

"Keluarga mereka sangat kaya, tapi kekayaan itu dari suaminya. Mereka terlihat tampak bahagia bersama kedua anak mereka yang masih kecil." balas Ethan yang sepertinya memimpikan keluarga yang seperti itu juga.

Setelah beberapa saat mereka mengobrol bersama, pemilik rumah itu datang untuk melihat progres rumah mereka. Semua pekerja di sana memberikan salam kepadanya, dan mulai bekerja kembali karena pemiliknya datang. Begitu juga dengan Ethan, dan Arthur yang segera bekerja kembali agar tidak dikira malas-malasan.

Keluarga yang bahagia, memiliki dua anak dan memiliki rumah yang begitu besar pasti mereka keluarga yang sangat bahagia. Arthur berpikir seperti itu sambil tersenyum karena hal itu teringat kembali dengan dirinya dan Grace di kehidupan pertamanya. Sampai akhirnya Arthur terkejut melihat siapa pemilik rumah itu.

Grace, bersama dengan seorang pria yang tidak ia kenali sedang bermesraan bersama di hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Menerobos Maju

    Esok harinya, Arthur bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia berangkat bersama dengan Liam ke sekolah, karena malamnya mereka berjanjian untuk berangkat bersama. Saat mereka sedang bersepeda bersama, Arthur mengatakan sesuatu kepada Liam. "Hei, Liam. Apa kau yakin tidak mengenal seseorang yang bernama Nathaniel Thomas?" tanya Arthur untuk memastikan kembali. Liam menatapnya dengan heran dan dia mencoba mengingat-ingat kembali. "Aku yakin, aku sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Apakah kau memiliki masalah dengan orang itu? Beritahu aku jika kau sedang dalam masalah." ujar Liam yang khawatir. Arthur menjawabnya dengan santai, "Tidak, tidak. Aku tidak memiliki masalah dengan siapapun saat ini." ucap Arthur. Rasa penasaran itu telah larut dalam pikiran Arthur dan membuatnya terus mengingatnya. Ia hanya berharap bahwa dia hanyalah orang biasa. Rasa kewaspadaan Arthur terhadap orang-orang yang ia temui semakin besar. Ini semua ia rancang

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Menjadi Netral

    Jam istirahat telah tiba, murid-murid di kelasnya keluar dan menertawakan Arthur yang masih berdiri di luar. Sampai akhirnya Liam datang, wajahnya terlihat sedang menahan diri untuk tidak tertawa. Wajahnya terlihat menjengkelkan sekali, kalau ingin tertawa maka tertawalah Arthur pergi meninggalkan Liam ke kantin. "Hei tunggu, jangan marah padaku karena tak bisa menahan tawa. Lagi pula berani sekali kau berkata seperti itu kepada pak Edward." ujar Liam yang mengikutinya. Arthur menghembuskan nafasnya dan bergerutu, "Aku berharap dia memberikan soalan yang paling sulit kepadaku dan bukannya menyeretku keluar. Telingaku masih sakit tahu!" ketus Arthur. Liam hampir tertawa mendengarnya. "Uh, benar sekali. Telingamu masih sangat merah." balas Liam. Mereka ke kantin bersama dan membeli makan untuk makan siang. Setelah itu mereka mengobrol seperti biasa layaknya seorang pelajar. Arthur benar-benar sangat menikmati kehidupan di masa-masa sekolahnya kembali. Meskipun di depannya ada

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Ketenangan Batin

    Beberapa Minggu telah berlalu sejak paman Max menanyakan kebenaran tentang kekuatan Arthur. Sejak saat itu juga paman Max tidak pernah datang untuk menjenguk Arthur lagi. Kondisi Arthur sudah cukup baik saat ini, dan dokter sudah memperbolehkan untuk pulang, dan melakukan perawatan sederhana di rumah. Arthur sudah memiliki nomor telepon paman Max, dan mereka sudah terbiasa mengobrol melalui media sosial. Akhir-akhir ini paman Max sedang sibuk mengurusi masalah bisnisnya yang sedang jatuh. Tak hanya itu, terkadang ia membagikan foto saat sedang membantu merawat anak-anak yatim piatu di panti asuhan. Dia benar-benar orang yang sangat baik, kedatangannya membuat hati dan pikiran Arthur jauh lebih jernih. Tapi rasa penasaran Arthur tentang siapa dia, masih belum diketahui. Meskipun terlihat begitu familiar, sosoknya tidak menimbulkan kekhawatiran atau orang yang berbahaya bagi Arthur. Arthur terus termenung di meja makan bersama dengan kedua orang tuanya. "Apa yang sedang ada di dal

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Max Henry

    Pancaran cahaya yang begitu menyilaukan masuk ke dalam mata Arthur. Ia membuka matanya dan mendapati dirinya terbangun di sebuah ruangan kosong yang serba putih. Arthur tidak mengerti kenapa dirinya berada di tempat seperti ini, sampai akhirnya seseorang datang dan membuatnya tahu mengapa ia berada di tempat yang asing itu. Arthur menurunkan pandangannya di hadapan orang itu. "Sudah cukup. Aku tidak mau lagi melihat omong kosong ini. Kau hanya akan menyakitiku, Grace." ucap Arthur yang seketika air matanya mengalir deras. Grace ingin memeluknya, namun Arthur segera menepis tangannya dan menjauh darinya. "Arthur, kau tidak seperti Arthur yang aku kenal. Ada apa denganmu?" tanya Grace. Arthur menatapnya dengan sorot mata yang penuh arti. "Kau, bukanlah Grace! Sudahi semua omong kosong ini! Aku tidak ingin lagi berhalusinasi atau berada di dunia mimpi denganmu! Kau tahu sendiri bahwa aku ingin bersamamu hanya di dunia nyata! Kenapa kau terus datang di pikiranku dan mengacaukan segalan

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Kegilaan

    Pemandangan klasik berupa langit malam yang penuh dengan bintang muncul lagi di hadapannya. Kali ini, ia tak melihat bahwa langit malam yang penuh dengan bintang itu indah. Ia melihatnya sebagai kegagalan, baik gagal dalam meraih impian, gagal sebagai teman, gagal sebagai seorang anak, bahkan gagal sebagai seorang manusia. Pikirannya terasa sangat begitu berat, begitu juga dengan napasnya. Arthur memutuskan untuk berdiam diri merenungkan kesalahannya sambil bersandar di pohon besar. Dirinya mengingat-ingat kembali betapa bodohnya dirinya di kehidupan yang lalu. Tanpa sadar matanya bergelimang air mata, "Aku takut. Aku takut untuk menghadapinya lagi! Aku takut aku mengulang kesalahan yang sama! Aku takut kalau akan gagal lagi! Aku benar-benar takut!" ujar Arthur yang berteriak-teriak sendiri hingga tubuhnya bergemetaran. Setelahnya menyadari percobaan bunuh dirinya tidak memenuhi harapan untuk mati dan tak kembali hidup. Arthur merasa lelah, keputusasaannya semakin besar. Ia terge

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Kegagalan

    Malam penghakiman telah tiba, ketiga orang itu bersujud di hadapan Arthur. Mereka memohon-mohon kepada Arthur demi keselamatan nyawa mereka. Mereka bergemetar ketakutan, kecuali Frederick Noah, dia tidak bersujud melainkan melotot seperti orang yang marah besar pada Arthur. Arthur menatapnya balik, "Aku sudah menduga ini. Tidak semudah itu bagi kalian u ditangkap oleh polisi. Sudahi saja peranmu sebagai tulang punggung dan hentikan sandiwara permainan keluarga ini, Noah." ujar Arthur yang menodongkan senjatanya ke kepalanya. Noah tidak gentar dan itu membuat Arthur semakin kesal. DOR! Arthur menembak kepala Oscar hingga berlubang dan mati dihadapan mereka. Tubuh Noah bergemetar, tapi ia tetap menatap Arthur dengan berani, sementara Bella segera memeluk Oscar sambil menangis. Perasaan Bella bercampur aduk antara marah dan sedih. "Apa yang telah kau lakukan! Huhu, kenapa kau membantai keluarga kami! Dasar monster!" teriak Bella. Tanpa basa-basi Arthur menembak Bella, DOR! Tapi t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status