Tepukan di bahu Arumi yang tiba-tiba itu langsung membuatnya berbalik sembari berkata."Kunyuk, kur—" Kalimat Arumi terhenti ketika ia benar-benar berbalik dan melihat kalau orang yang baru saja menepuk pundaknya itu bukanlah Satria."Eh, maaf Pak," ucap Arumi sembari tersenyum canggung pada orang yang ada di belakangnya itu Langsung saja laki-laki tampan dan dewasa yang ada di depannya itu tertawa kecil melihat Arumi yang sedang salah tingkah. "Maaf, aku tadi melihat benda ini jatuh di sana. Apa ini milikmu?" tanyanya sembari menunjukkan sebuah gelang kaki yang ada di tangannya.Mata Arumi sedikit lebih terbuka dari sebelumnya. Ia pun langsung membungkuk untuk memeriksa gelang kaki pemberian Nita itu. "Ah benar, itu milikku," jawabnya sembari kembali berdiri tegap dan kemudian mengambil gelang kaki tersebut."Terima kasih ya, Pak," ujar Arumi lagi sembari memasukkan gelang kaki tersebut ke dalam saku celananya."Sama-sama," jawab laki-laki yang diperkirakan Arumi berusia 30 ta
Saat ini Satria yang sedang melakukan rapat dengan konsentrasi penuh tiba-tiba terganggu karena mendengar notifikasi ponselnya yang sudah berdering beberapa kali. Akhirnya tanpa menunggu rapat selesai, ia pun membuka ponselnya karena penasaran.'Sial!' makinya di dalam hati sembari menggenggam erat ponsel di tangannya karena baru saja foto-foto Arumi yang baru saja diantar oleh laki-laki lain tersebut dikirim padanya. 'Dia memang wanita penggoda. Dia baik dan tersenyum saat bersama laki-laki lain, tapi denganku tidak. Apa maksudnya itu, huh,' gerutunya di dalam hati.Lalu …."Itu Tuan Muda, bagaimana dengan proyek yang akan—" Kalimat salah satu karyawan yang baru saja selesai melakukan presentasi langsung terhenti ketika tiba-tiba saja Satria menoleh dan menatap tajam ke arahnya.Aura gelap, wajah yang menunjukkan rasa tak senang, serta tatapan tajam Satria sukses membuat suasana di dalam ruangan itu berubah suram, hening dan mencekam. Para karyawan penting yang ada di rua
"Nona berkelahi Tuan," jawab orang yang ada di dalam panggilan tersebut."Di mana lagi dia berkelahi?" tanya Satria sembari memijat keningnya."Nona berkelahi di sekolah," terang supir pribadi adiknya yang ada di dalam panggilan tersebut. Setelah itu, supir pribadi tersebut pun memberitahukan bahwa Satria harus pergi ke sekolahan untuk menemui guru pendidikan moral dan juga orang tua korban yang saat ini sedang menuntut adiknya. Sopir itu juga menceritakan bahwa korban mengalami gegar otak karena dipukul menggunakan balok kayu oleh adik perempuannya."Ck, anak itu memang pembuat masalah," gerutu Satria sembari mematikan panggilan tersebut.Setelah itu ia pun bergegas pergi ke halaman perusahaan sembari menelpon Pak Taufik agar segera membawa mobil ke halaman perusahaan. Satria berusaha secepat mungkin keluar dari gedung perusahaan tersebut, hingga dalam beberapa menit akhirnya ia sampai di dekat mobil yang sudah menunggunya. Namun ketika satria akan masuk ke dalam mobil, ti
Pertanyaan spontan tersebut langsung membuat Arumi dan laki-laki di hadapan mereka itu menoleh ke arah Cheri."Ah, maaf. Maksud saya, bagaimana Anda bisa berada di sini?" tanya Cheri lagi yang berusaha terdengar lebih sopan dari sebelumnya.Namun Satria tak menjawab pertanyaan tersebut dan hanya menatap Cheri dengan pandangan aneh."Cher." Arumi menepuk pundak Cheri dan kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Cheri. "Dia itu yang ngambil HP-ku," bisik Arumi.Seketika mata Cheri membulat kembali. Ia dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya karena terkejut."Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Satria sembari beralih menatap ke arah Arumi.Langsung saja Arumi menjawab dengan ketus. "Tidak ada dan bukan urusan kamu. Mana HP-ku?" pinta Arumi sembari menengadahkan tangannya."Ada padaku," jawab Satria dengan tenang."Iya, kalau begitu mana? Cepat berikan, aku ingin cepat pulang," pinta Arumi sekali lagi.Kemudian Satria pun mengeluarkan ponsel Arumi dari dalam saku
Satria lalu berdecak mendengar pertanyaan konyol Arumi. "Badan kamu terlalu kecil untuk jadi pengawal," tukasnya."Lalu?" Arumi mengerutkan dahinya."Sudah diam saja. Kamu hanya perlu menemaniku, tidak ada yang lainnya," tegas Satria sembari membuka pintu di sampingnya.Melihat hal itu, Arumi pun mengikuti Satria dan keluar dari mobil tersebut setelahnya. Setelah itu …."Dasar tidak tahu diri!" maki seorang wanita paruh baya yang sedari tadi menggedor pintu mobil Satria sembari berjalan ke arah Arumi.Arumi tentu saja terkejut mendengar makian yang dilemparkan padanya itu. 'Lah, dia siapa?' batin Arumi karena tentu saja tidak mengenal wanita tersebut. Sementara itu, saat ini Satria hanya menatap wanita paruh baya tersebut dengan tenang. 'Bagaimana dia akan menghadapi ini?' pikirnya yang menunggu hal menarik terjadi.Wanita paruh baya yang sudah ada di depan Arumi pun langsung mengangkat tinggi tangannya.'Loh, kok mau nampar!' seru Arumi di dalam hatinya sembari mundur selangkah.Pl
Semua orang yang ada di ruangan itu seketika menoleh ke arah Satria, bahkan suasana pun menjadi sangat hening selama beberapa saat karena ucapan Satria ini."In-ini-ini, tidak bisa seperti itu," sahut Guru BK dengan terbata-bata, terlihat jelas kekhawatiran dari raut wajahnya."Dia sudah melakukan tindak kriminal, jadi saya tidak keberatan jika dia dihukum seperti yang seharusnya," tukas Satria dengan tenang.Arumi melongo mendengar hal ini. 'Kejamnya … ck-ck-ck,' komentarnya di dalam hati.Tiba-tiba …."Tidak!" teriak seorang gadis yang sedari tadi bersembunyi di belakang sekat ruangan itu.Gadis tersebut pun segera keluar, berhambur melewati tirai yang menutupi mereka. "Tidak Kak, aku tidak mau."Langsung saja semua orang yang ada di dalam ruangan itu berdiri melihat gadis tersebut."Aku tidak mau masuk penjara," ucap gadis remaja bernama Kaila tersebut sembari memeluk Satria dan menangis sesenggukan.Sesaat kemudian, dengan cepat Satria melepaskan pelukan adik perempuannya itu
"Aku tadi …." Tentu saja Arumi ragu-ragu akan mengatakan kalimatnya karena saat ini otaknya sedang berusaha secepat mungkin menyusun jawaban untuk pertanyaan Satria.Ketegangan di otaknya semakin bertambah ketika ia tak sengaja melihat tatapan aneh Kania yang kini tengah menyorot dirinya. 'Dia sedang berharap padaku atau sedang mengancamku,' batin Arumi yang sungguh makin tertekan."Sayang, katakan saja apa yang ingin kamu katakan. Jangan takut," ucap Satria dengan lembut.'Aku akan menendang kepalanya setelah mendapatkan bayaranku nanti,' geram Arumi sembari tersenyum paksa pada Satria.Kemudian Arumi pun menghela napas panjang, lalu menatap lurus ke arah kedua orang tua korban. "Maaf, jika Anda merasa saya kurang sopan. Tetapi, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan cedera ringan di kepala tentu saja jauh dari angka yang Anda sebutkan, Bu.""Memang cederanya ringan, tapi bisa saja itu menyebabkan cedera pada mental putri kami. Itu hal yang serius," sahut Ibu dari Sheril."Kalau be
Pekik Arumi ketika tiba-tiba Satria mencubit pinggangnya.Sontak saja semua orang yang tersisa di ruangan itu menatap ke arah Arumi dengan tanda tanya besar di wajah mereka."Maaf-maaf," ucap Arumi sembari tersenyum canggung pada Kania dan juga Guru BK yang kemudian mereka berdua langsung saling beradu tatap."Ehem!" Guru BK tersebut berdehem dengan cukup keras. "Kania, lain kali Bapak harap kamu bisa lebih bijak lagi dalam menyelesaikan masalah pribadi," tuturnya.Tangan Kania mengepal. 'Ini semua gara-gara Sheril. Beraninya dia menjebakku seperti ini, padahal aku sudah tulus membantunya,' batinnya yang benar-benar marah pada gadis yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya."Kenapa Kania? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" tanya Guru BK sembari kembali melangkah ke arah meja kerjanya."Tidak ada, Pak," jawab Kania yang baru saja tersadar dari lamunannya. ."Bagus kalau begitu," sahut Guru BK dan kemudian menatap ke arah Satria dan Arumi bergantian. "Tolong, saya ingin bicara den