Saat itu bukan musim hujan, tapi hujan terus turun sejak Jeany kembali ke kampung halaman.Untungnya menjelang tengah hari, hujan akhirnya berhenti.Jeany membuka tirai dan membuka jendela. Udara segar setelah hujan meresap ke dalam lubang hidungnya. Awan telah cerah dan langit cerah karenasinar matahari. Itu adalah hari tercerah yang pernah dilihatnya.Merasa terkurung di dalam kamarnya sepanjang hari, Jeany memutuskan untuk berjalan jalan.Ini sudah seminggu sejak dia pulang ke rumah lamanya. Rumah yang dia miliki sebelum sang ibu menikah dengan orang-tua Damien. Rumah itu tidak begitu jauh dari rumah sang bibi yang beberapa waktu lalu dia gunakan untuk menginap saat melarikan diri dari Richard. Rumah yang sekarang dia tinggali cukup kecil, tapi Jeany merasakan ketenangan saat tinggal di sini, satu-satunya tempat yang merupakan miliknya secara pribadi tanpa ada campuran milik siapa pun. Claude, pengacara Damien sudah berkali-kali menawarkan kepada Jeany untuk menempati rumah D
"Rich, ayo masuk."Jeany berkata lagi, sedangkan Richard tersenyum sinis menatap Claude yang berdiri di depan Jeany, menghalangi dirinya. "Tentu, sebagai pasangan ada banyak hal yang perlu kita bicarakan. Pembahasan yang tidak akan bisa dipahami oleh orang yang belum menikah."Richard mengatakan itu sambil menekankan kata pasangan dan berjalan maju untuk menarik pinggang Jeany.Saat Claude menatap tajam ke arah lengan Richard yang tengah melingkari pinggang Jeany, Richard dengan halus menariknya mendekat, seolah menegaskan kepemilikannya.Tidak nyaman terjebak di tengah-tengah. Jeany berharap Claude minggir dulu karena Richard tidak berniat melakukannya."Berapa lama kamu akan berdiri di sana?" tanya Richard dengan terganggu saat Claude belum juga menyingkir. Claude tidak menjawab, hanya menatap Jeany dan bertanya."Apakah kamu akan baik-baik saja?"Jeany mengangguk. Wajah Richard menjadi semakin bermusuhan mendengar suaranya yang penuh kasih sayang."Apakah menurutmu aku akan menya
"Bukankah itu maksudmu dengan membahas pengeluaran di saat seperti ini?" sahut Jeany, dengan wajah tersinggung. "Kalau kedengarannya seperti itu, mungkin memang begitu. Aku hanya menyatakan faktanya."Sebenarnya, Richard melakukan itu karena dia ingin meredakan kegelisahan dalam dirinya. Selama ini istrinya tidak pernah nmenolak untuk berbagi ranjang dengannya. Jadi, tadi dia sungguh-sungguh berharap bahwa Jeany tidak akan mendorongnya menjauh, seperti yang selalu dia lakukan selama ini. "Kalau begitu, aku akan melakukan penebusan hutangnya sekarang."Jeany menatap Richard dengan tatapan menantang, mengatakan dia akan bersedia melakukan penebusan hutang atas uang yang dia habiskan selama menjadi istri Richard."Berapa kali kamu ingin aku melakukan ini? Melayanimu sampai hutangku lunas?" tanya Jeany lagi dengan suara sinis, tanpa menyadari kesedihan yang terpancar di mata suaminya. "Apakah kamu akan bersikap seperti orang bodoh sekarang?""Kamu yang lebih dulu memperlakukanku seper
"A-apa katamu?"Jeany merasa shock dengan ucapan Richard. Sulit dipercaya. Dia saja sudah hampir pingsan hari itu. Lalu sekarang suaminya dengan enteng mengatakan mereka tidakmengakhirinya dengan tergesa-gesa. Berapa banyak lagi rasa sakit, berapa banyak lagi klimaks yang harus dia tanggung hari ini? Jeany bahkan tidak bisa membayangkannya."Kamu bisa menantikannya. Akan sangat seru," ucap Richard dengan seringai jahat. "Aku ingin berhenti."Jeany berteriak mendesak."Kamu berbohong, Jeany," sahut Richard. Senyuman aneh tersungging di sudut mulutnya saat dia berbicara. Jeany nmembeku ketika mata mereka bertemu. Kebohongan tidak ada gunanya di hadapan mata yang tajam itu.Sudah jelas betapa sebenarnya Jeany juga menginginkannya, betapa dia sebenarnya ingin memiliki p*nis suaminya di dalam dirinya.Seakan-akan mengetahui isi pikiran Jeany, Richard menyeringai, bibirnya melengkung membentuk cibiran.Richard menelusurkan jari-jarinya di sepanjang tulang selangka lurus Jeany dan dengan
"Mmm, hah."Erangan Jeany terdengar tanpa henti. Ketika Richard sudah cukup lama membelai p'ssy nya, pria itu pun menurunkan celananya. Dia menggosokkan pilarnya dengan malas di antara l*bia istrinya, lalu memasukkannya ke dalam lubang sang istri yang memerah. Itu adalah penetrasi yang dalam, ujungnya menyentuh pintu masuk rahimnya.Pukulan keras dan panas menghantam, menyebabkan Jeany mengerang keras dan pahanya bergetar."Hmph, kumohon."Permohonannya tidak didengarkan saat Richard tanpa henti terus bergerak di dalam dirinya. "Tolong, lakukan lebih keras? Apakah itu maksudnya, Jeany?"Richard membalas ucapan Jeany dengan suara sinis tapi menggoda. Jeany tentu saja segera menggeleng. "Mmm, tidak, kumohon.""Jangan khawatir. Aku akan melanjutkannya sampai kamu mau tidak mau memohon," jawab Richard, yang benar-benar berniat membuat istrinya menderita malam ini. "Hmph, ahhhh!!""Menangislah lagi, Jeany. Terus dan teruslah menangis."Jeany terisak. Sedangkan Richard semakin bergembira
"Tidak, aku tidak pernah suka diperlakukan kasar," sanggah Jeany, cepat. "Kapan kamu akan jujur padaku? Hmm?"Richard menggerakkan tangannya lebih rendah dan menggigit lebih keras. Jeany merasa terpelintir dan mengerang kesakitan."Jangan terlalu dekat dengan pengacara bajingan itu."Richard tib-tiba berkata sambil menggigit putingnya dan Jeany terkejut dengan penyebutan Claude yang tiba-tiba ini."Jawab aku, Jeany."Richard menggeram dengan nada tegas. Ketika Jeany masih tidak merespons, dia menarik puting wanita itu lebih keras, meregangkan dan memelintirnya dengan menyakitkan seperti adonan."Hmph, ah, oke. Oke!"Jeany akhirnya berhasil berbicara, merasa malu dan tidak nyaman.Hanya ketika Richard akhirnya berhasil membuat Jeany melontarkan kata-kata yang dia inginkan, barulah pria itu melepaskan putingnya yang merah dan bengkak. Area yang dicengkeram terasa mati rasa dan dingin. Dia pria yang mesum.Di punggung Jeany, p*nis Richard kembali mengeras. Jeany mencoba mengabaikannya
"Main-mainnya aku rasa cukup sampai sini, Dante. Sampai kapan kamu terus menerus jadi bodoh karena wanita rendahan itu?"Suatu pagi, nyonya Rosalie tiba-tiba muncul di depan rumah Jeany saat Richard hendak pergi keluar. Mengatakan itu dengan sinis dan tangan terlipat di dada. Sudah sebulan sejak Richard tinggal bersama Jeany di rumah kecil ini, hubungan keduanya mulai membaik meski Jeany kadang-kadang menyebutkan perceraian mereka. Richard segera menutup pintu depan begitu melihat ibunya datang, menghalangi wanita itu bertemu Jeany. Untuk melindungi istrinya. Saat ini Jeany sedang berada di dalam kamarnya, tertidur pulas. Jadi Richard merasa aman saat harus berkonfrontasi dengan ibunya di sini. "Wanita bodoh? Justru di mataku ibulah yang wanita bodoh di sini," balas Richard dengan senyuman dingin. Ekspresinya yang begitu dingin mengejutkan nyonya Rosalie, pasalnya, selama ini sang putra tak pernah memperlihatkan sikap tak sopan seperti itu padanya. "Kamu...!"Tangan nyonya Rosal
"Richard.... "Jeany yang akhirnya bangun dari pingsan, menatap suaminya yang sedang tertidur sambil memegangi tangannya, dengan ekspresi bersalah.Dia tadi tidak sengaja mendengarkan percakapan Richard dengan ibunya, Jeany merasa sangat terharu saat mendengar bahwa Richard sudah mengetahui semuanya dan di saat seperti itu, Richard bahkan masih berpihak padanya. Meski dalam sebulan ini Richard kadang-kadang bermain kasar dengannya saat bercinta, Jeany kini menyadari perasaan tulus laki-laki tersebut. Jeany merasa perasaannya begitu campur aduk saat mendengar bahwa Richard bahkan rela dicoret dari ahli waris ibunya dengan mempertahankan Jeany, sehingga wanita itu pun jatuh pingsan. Lalu saat mendapati suaminya yang kini juga menunggu dirinya di sini, Jeany merasa sangat terharu sampai matanya berkaca-kaca. "Jeany?"Richard rupanya sadar bahwa istrinya sudah bangun, sehingga membuka mata. Jeany memegang tangan Richard, menatap suaminya dengan mata basah dan membisikkan kata maaf.