Kupikir, kemarahan Richard sudah mereda setelah aku menggodanya untuk bercinta tadi malam. Namun, meski aku sudah berhasil membuat dia puas, sepertinya Richard masih dendam perihal kucing hitam yang aku ceritakan kemarin. Buktinya, pagi hari, Mayes tiba-tiba membangunkanku. "Nyonya, tuan ingin sarapan bersama," ucap Mayes dengan lembut dan menawarkan untuk membantuku bersiap. "Hm? Tumben. Biasanya dia tidak pernah sarapan, kan?"Aku menyahut dengan kebingungan, selain itu aku juga masih sangat mengantuk setelah melayani Richard semalaman. "Katanya hari ini hari istimewa. Tuan bilang beliau sudah menunggu Anda di ruang makan."Mayes mengatakan itu dengan nada sedikit mendesak sehingga aku segera bangun dan bebersih, sebelum kemudian mendatangi Richard di ruang makan. "Selamat pagi, Rich," sapaku dengan senyum lebar karena berpikir jika Richard sudah benar-benar tidak marah. "Pagi juga, Jeany. Silakan duduk," jawab Richard seraya menunjuk tempat duduk. Dia tersenyum seperti biasa
Untungnya, tidak lama kemudian, Mayes kembali ke kamar. Ketika aku mendengar bahwa kereta sudah siap, aku segera turun sendirian. Untungnya aku tidak bertemu dengan kepala pelayan, dan Richard sudah berangkat ke kantor di jam seperti ini. "Kamu tidak perlu ikut, Mayes"Saat aku naik mobil yang terparkir di depan, Mayes mencoba ikut, yang segera aku tahan. "Apa? Tapi tugasku adalah melayani dan menemani Anda, nyonya," jawab Mayes, bingung. "Sssst, ini adalah hadiah surprise untuk suamiku tercinta, dia akan curiga kalau kepala pelayanan melihat kamu tidak ada di sini dan ternyata ikut denganku. Rencana surprise ku akan hancur berantakan," ucapku dengan raut menyesal. Mayes yang sepertinya tersihir dengan wajah memelasku dan benar-benar percaya bahwa aku ingin membelikan surprise untuk Richard, akhirnya mengangguk. "Jadi begitu. Kalau begitu, selamat jalan dan hati-hati," ucapnya. "Ya. Aku akan segera kembali. Jadi tolong lakukan pekerjaanmu untuk membantuku memberi Richard supris
Aku tak bisa menjawab rentetan pertanyaan Damien dan hanya tersenyum canggung. Itu karena sangat sulit menjelaskan situasiku sekarang, di mana aku tiba-tiba sudah menikah dengan seorang pria dan kini sedang melarikan diri ke rumah saudara tiriku karena konflik internal di antara kami. Untungnya Damien tidak bertanya lebih jauh dan hanya tersenyum lebar sambil memegang kedua tanganku. "Apa pun masalah yang sedang kamu hadapi, percayalah, bahwa aku sangat senang sekarang. Kamu akhirnya kembali, Jeany. Aku sudah lama menunggu.""Apa?"Bingung, aku menyahuti ucapan Damien. Kamu sudah menungguku, untuk apa? Bukankah kita tidak terikat hubungan darah? Begitu ibuku meninggal, aku dan Damien bahkan sebenarnya tak ada hubungan apa pun. Aku tadi memutuskan untuk lari ke sini karena sangat terburu-buru dan tak mengenal orang yang mungkin kedudukannya sekuat Richard kecuali Damien, aku benar-benar tak menyangka, Damien telah lama menunggu aku kembali ke rumah ini. Tentu saja karena kami s
"Kamu ingin aku memberi tahu Jeany? Sama sekali jangan berharap," cibir Damien begitu Richard pergi. Damien sama sekali tidak berniat menyampaikan kata-kata peringatan Dante Richardo kepada Jeany. Bagaimana pun sekarang Jeany sudah kembali ke sini, dan Damien tidak akan membiarkannya pergi dari rumah ini lagi.Setelah Jeany pergi dari rumah ini selepas kematian ibunya, Damien tidak pernah melupakannya satu hari pun. Mungkin ini yang dinamakan cinta pertama, Damien tak tahu. Namun, saat pertama kali bertemu Jeany setelah memasuki gadis itu memasuki kediaman Freed bersama ibunya, Damien tiba-tiba saja sangat bertekad ung melindungi gadis cantik ini selama sisa hidupnya.Damien tak pernah ragu memberikan semua perhatian kepada Jeany, menumpahkan semua kasih sayang yang dia miliki. Namun, Jeany selalu berusaha menghindari dirinya dan tak menerima sedikit pun perasaan tulus Damien. Damien pikir, selamanya dia tidak akan memiliki Jeany di sisinya, meski begitu Damien tak pernah berhenti
Aku langsung teringat kepada Mayes, serta sopir yang dulu membawaku ke kediaman Damien.Siapa dari mereka yang dimasukkan Richard ke penjara? "Apa kamu tidak tahu, kabarnya akhir-akhir ini dokter keluar masuk ke rumah itu setiap hari."Pelayan itu bicara lagi, sehingga aku kembali menajamkan pendengaran. "Kudengar tuan Dante Richardo benar-benar menggila, dia bahkan mengadakan pertandingan gladiator di rumahnya dengan hadiah besar. Tapi apa kamu tahu, itu bukan pertandingan gladiator biasa, tapi seperti keinginan tuan Dante untuk mengakhiri hidupnya. Kabarnya, senjata yang dipakai untuk pertandingan juga senjata asli."Mendengar itu, wajahku langsung pucat. "Apa yang kamu bicarakan?"Tanpa sadar, aku keluar dan bertanya. Kedua pelayan itu tampaknya sangat kaget dengan kemunculan diriku. "A-aku minta maaf, Nyonya."Mereka langsung membungkuk untuk meminta maaf. Percakapan yang mengejutkan itu membuatku muncul di hadapan mereka tanpa menyadarinya. Dan begitu mereka melihatku, waj
Ucapan Damien membuat keningku berkerut dan segera berkata dengan ketus. "Kita adalah saudara laki-laki dan perempuan. Apakah menurutmu itu masuk akal sekarang?"Damien malah tertawa mendengar itu dan menjawab dengan santai. "Lagi pula, kita bukan saudara kandung. Jadi apa yang salah?"Setelah mengatakan hal itu, Damien berjalan mendekat ke arahku, dengan senyuman yang makin lebar. "Dulu, ayahku menolak hubungan kita. Dia menentang keras perasaanku padamu karena baginya kamu dan aku sama, sama-sama anaknya. Tapi aku sudah menyingkirkan ayahku yang mengganggu dan hanya tersisa kita berdua di sini mulai sekarang. Tidak ada siapa pun yang akan mengganggu lagi, jadi kenapa tidak tinggal di sini saja, Jeany?"Damien menyemburkan fakta yang sangat mengejutkan dari mulutnya, di mana dia dengan kesadaran sendiri mengatakan bahwa dialah yang telah membunuh ayah kandungnya, sehingga membuat langkahku mundur dengan ekspresi tegang. Pria ini, dia benar-benar gila. "Jangan mendekatiku," ucapk
Tidak peduli berapa kali aku memanggil, dia membuat jalan merah, meneteskan darah tanpa menjawab. Aku segera mengejarnya dan segera sampai di dalam rumah. "Rich...."Semua pelayan hanya menatap kami dari jauh. Tentu saja, tidak ada yang mau mendekat. Aku terus mengikuti Richard yang berjalan masuk ke kamar kami di lantai dua, mengabaikan tatapan dan suaraku yang memanggil dari belakang.Namun, dia tidak menutup pintu kamar sepenuhnya karena itu berarti aku harus masuk. Aku ragu-ragu sejenak dan masuk ke kamar. Aku sangat takut, tapi, tidak, ini belum terlambat. Namun aku bingung harus berkata apa padanya. Apa yang harus kukatakan pertama-tama? Maaf aku lari tanpa berkata apa-apa? Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku takut? Sekarang, apakah itu ada gunanya? Aku merasa kepalaku akan meledak karena banyaknyapertanyaan.Meski begitu, aku nekat melangkah maju. "Rich, ada yang ingin kukatakan...!"Penyesalan tidak akan bisa diubah, tapi harus diperbaiki.Aku berdiri dengan p
Saat melihat wajahku dari dekat, Richard tiba-tiba tersenyum dan membelai pipiku. "Kamu tahu, Jeany? Sejujurnya, ini lebih lambat dari yang diharapkan. Apakah saudara tersayangmu itu menutup mata dan telingamu sehingga kamu sama sekali tidak mendengar tentang kegemparan yang kuciptakan?"Kegemparan? Apakah yang dia maksud adalah menjebloskan pelayan ke penjara dan melakukan pertunjukan gladiator di rumahnya dengan dalih pelatihan untuk perusahaan keamanan yang dia kelola? Apakah... dia melakukan semua itu untuk menarik perhatianku? Menyadari fakta itu, lagi-lagi aku tak bisa menjawab, ketika aku masih tidak menjawab, dia terus mengatakan apa yang dia katakan.Richard yang sedang membelai pipiku, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan berkata dengan suara termenung. "Entah kenapa aku terus merasa jika tatapannya padamu sangat berbeda. Hm, apakah rasanya seperti sedang menatap lawan jenis, bukan keluarga?" Richard mengatakan itu dengan nada yang menakutkan. Ucapan Richard membuat