Share

Bab 3 Keputusan

“Apa maksudmu?” Isha mengerutkan dahinya, bingung kenapa tiba-tiba Abra berubah pikiran. Tadi suaminya itu mau bekerja keras untuk membayar hutang, kini justru menyuruhnya menerima tawaran Danish.

Abra menarik tangan Isha. Menggenggam erat. “Dengar, empat puluh dua tahun itu lama. Jika bisa dibayar dalam satu atau dua tahun, kenapa harus menunggu waktu lama?” Abra berusaha untuk meyakinkan Isha. Dia merasa jika itu adalah cara yang lebih efektif dibanding harus berpuluh-puluh tahun kerja tanpa dibayar.

“Apa kamu gila? Bagaimana bisa kamu menyuruh istrimu untuk menikah dan melahirkan anak orang lain? Lebih baik aku hidup susah dengan membayar hutang bertahun-tahun dari pada menikah dan melahirkan anak pria lain!” Isha menarik tangannya yang digenggam oleh Abra.

Abra mengembuskan napasnya kasar. Merasa benar-benar pusing ketika istrinya itu tidak mau menerima tawaran Danish. Menurut Abra tawaran Danish itu sangat menguntungkan. Bayangkan saja hutang dua milyarnya bisa lunas hanya dengan Isha menikah dan hamil anak atasannya itu. Belum lagi, Abra tidak perlu susah-susah menghidupi Isha bertahun-tahun.

“Sayang, bayangkan jika kelak aku saja yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita. Bukan aku tidak mau bertanggung jawab, tetapi pasti akan sangat berat untuk kehidupan kita. Bagaimana dengan anak kita nanti? Pemasukan kita hanya akan didapat dari penghasilan dariku saja. Pasti anak kita akan kekurangan.” Abra mencoba membujuk Isha.

“Tapi, kamu sadar bukan jika aku harus menikah dan melahirkan anaknya?” Isha masih tidak terima dengan penawaran itu. Dia mau punya anak dari orang yang dicintainya, dan orang itu adalah Abra. “Apa kamu rela istrimu menikah dengan pria lain dan melahirkan anak pria lain?” Isha ragu dengan cinta Abra.

“Tentu saja aku tidak rela, tetapi ini adalah jalan satu-satunya. Aku harus merelakan kamu menikah dengan Pak Danish agar kelak kita hidup bahagia. Setelah kamu melahirkan anak Pak Danish, kita akan wujudkan mimpi kita untuk memiliki dua anak yang lucu. Akan bekerja untuk anak-anak kita. Kamu tinggal di rumah menjaga anak-anak kita saja.” Segala bujuk rayu dilancarkan oleh Abra. Hanya Isha yang bisa membebaskannya. Jika sampai Isha menolak, pastinya akan sulit untuknya lepas dari jeruji besi.

Isha benar-benar bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Bayang-bayang bekerja puluhan tahun begitu sulit untuknya. Namun, menikah dengan pria yang tidak dicintainya, tentu saja bukan harapannya.

“Sayang, kamu mencintai aku ‘kan?” Abra menarik tangan Isha dan menggenggamnya. Meyakinkan istrinya itu.

“Jelas aku mencintaimu.” Isha menjawab dengan pasti.

Isha benar-benar mencintai Abra. Dia dan Abra sudah menikah selama setahun.  Setelah lulus kuliah, dia memutuskan untuk menikah dengan Abra. Isha yang sudah tidak punya orang tua merasa Abra adalah tempatnya bersandar. Apalagi mereka sama-sama tidak punya orang tua. Jadi bisa berbagi kesepian.

“Kalau kamu mencintai aku. Tolong bebaskan aku dari penjara. Aku tidak bisa hidup di penjara.” Abra menatap Isha penuh harap. Hanya Isha yang bisa menolongnya.

Isha melihat sorot mata putus asa dari Abra. Hal itu membuatnya benar-benar dilema dengan keputusan apa yang harus diambilnya.

“Apa kamu akan menerima aku kembali setelah aku bercerai dari atasanmu itu?” tanya Isha memastikan.

“Tentu saja aku akan menerimamu lagi. Apalagi kamu sudah berkorban untukku.” Abra kembali meyakinkan Isha.

Isha terus memikirkan hal itu. Dia benar-benar bingung. Dia harus dapat mengeluarkan Abra sebagai bukti cintanya. Sekali pun harus merelakan dirinya sendiri.

“Baiklah, aku mau menikah dengan atasanmu dan melahirkan anaknya.” Akhirnya Isha setuju dengan pernikahan yang ditawarkan oleh Danish.

Abra berbinar ketika mendengar ucapan Isha. Dia tahu Isha adalah wanita polos yang terlalu mencintainya. Jadi selalu menuruti apa yang diinginkannya.

***

Pagi ini Isha pergi ke kantor IZIO. Karena kemarin, dia menerobos masuk ke kantor IZIO, hari ini dia ditahan oleh petugas keamanan saat masuk. Beruntung ada Dino yang kebetulan datang. Jadi Isha bisa lolos dari petugas keamanan.

“Pak Danish belum datang. Jadi kamu tunggu di sini dulu.” Dino meminta Isha untuk menunggu di ruang tunggu di depan ruangan Danish.

“Baik, Pak.” Isha mengangguk.

Dino segera duduk masuk ke ruangannya untuk segera menghubungi Danish. Meminta atasannya itu untuk segera sampai ke kantor. Beberapa saat kemudian, Danish datang.

“Kamu ke sini untuk memberikan jawaban?” Saat datang, Danish langsung memberikan pertanyaan itu.

“Iya, Pak. Saya ke sini untuk memberikan jawaban.” Isha mengangguk.

Danish tersenyum tipis.  Tebakannya tidak meleset. Wanita di depannya itu benar-benar datang ke kantornya hari ini.

“Ayo, masuk.” Danish mengayunkan langkahnya ke ruangannya.

Isha segera mengekor di belakang Danish untuk mengikuti Danish ke ruangannya.

“Duduklah.” Saat masuk ke dalam ruangan, Danish mempersilakan Isha untuk duduk.

Perintah Danish itu terdengar tak terbantahkan. Isha langsung menuruti. Dia segera duduk di sofa yang berada di ruangan Danish.

Danish segera mengayunkan langkahnya untuk ke sofa. Ikut duduk bersama dengan Isha di sofa. Duduk tepat di depan Isha sambil menyilangkan kakinya. Bersandar pada punggung sofa yang empuk.

“Jadi apa kamu sudah punya keputusan?” Danish menatap Isha lekat.

“Sudah.” Isha mengangguk pasti.

“Apa keputusanmu?” tanya Danish penasaran.

Isha menarik napasnya dalam. Berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya. “Saya mau menikah dan melahirkan anak Anda.” Akhirnya dia mengatakan apa yang menjadi keputusannya.

Danish sudah menebak. Jika Isha akan menerima tawarannya. Lagi pula siapa yang mau kerja tanpa dibayar berpuluh-puluh tahun. Jika ada cara cepat, kenapa tidak?

“Baiklah.” Danish segera mengangkat telepon yang berada meja kecil yang berada di sofa. Menghubungi Dino, sang asisten. “Siapkan surat perjanjian.” Dia memberikan perintah.

“Surat perjanjian?” Isha tampak terkejut mendengar perintah Danish.

Danish segera meletakkan kembali gagang telepon. Kemudian beralih pada Isha. “Apa kamu pikir aku hanya akan meminta tanpa ada perjanjian yang sah secara hukum?” Dia mencibir Isha yang tampak terkejut. Sebagai pebisnis, dia tidak mau sesuatu dilakukan tanpa payung hukum. Tak mau sampai rugi.

Isha hanya bisa menelan salivanya. Entah perjanjian apa yang akan diberikan Danish padanya. Dia begitu penasaran. Berharap perjanjian itu tidak memberatkannya

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Elchanan Horoni
kasihan ishanya JD menurut kemauan bosnya
goodnovel comment avatar
Li Hua Nineten
isha harus berhati² dan sllu waspada karna permainan akan segera d mulai
goodnovel comment avatar
Wzol Salim
cerita bodoh dungu. aku tidak berminat membacanya lagi. kepolosan dan buta hati seorang wanita yg mencintai lelaki brengset tidak berguna dgn membabi buta. puuii...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status