Share

Bab 4 Perjanjian

“Ini surat perjanjian pernikahan kita. Aku akan jelaskan lebih dulu poin-poin di dalamnya.” Danish memberikan berkas berisikan perjanjian dengan Isha.

Isha menerima berkas berisi surat perjanjian pernikahan yang diberikan Danish padanya. Namun, dia lebih tertarik untuk mendengarkan lebih dulu apa yang dijelaskan Danish.

“Pertama, kamu akan bercerai dengan suamimu sebelum menikah dengan aku.” Danish menjelaskan poin pertama. “Kedua kamu harus melalui serangkaian pemeriksaan rumah sakit untuk memastikan kesehatan.” Danish menjelaskan pada Isha.

“Pemeriksaan kesehatan ini untuk apa?” Isha menatap Danish. Baru satu poin dia sudah dibuat pusing.

“Memastikan kamu sehat dan tidak terkena penyakit menular. Serta memastikan jika kamu bisa hamil.” Danish merasa harus berhati-hati mengingat bisa saja dia akan tertular penyakit.

Pemeriksaan itu seperti tuduhan untuk Isha. Padahal dia sehat-sehat saja. Lagi pula dia hanya berhubungan dengan suaminya saja. Namun, Isha harus bersabar. Di sini dia harus mengikuti semua perintah Danish.

“Ketiga, kita akan menikah sampai kamu dapat melahirkan anak untukku.” Danish kembali memberitahu perjajian yang kedua.

“Jika pernikahan terjadi sampai melahirkan saja. Artinya semakin saya cepat hamil dan melahirkan. Semakin cepat kita bercerai?” Isha kembali bertanya pada Danish ketika mendengarkan poin ketiga yang diucapkan Danish.

“Benar. Semakin cepat kamu hamil dan melahirkan anakku, maka semakin cepat juga kita akan bercerai. Mungkin kita bisa bercerai antara sepuluh bulan sampai setahun. Tapi, jika kamu tidak kunjung hamil, kita akan semakin lama di dalam ikatan pernikahan.” Danish mencoba menjelaskan. Dia memang tidak berniat berlama-lama. Baginya, dapat anak sudah lebih dari cukup.

Isha mengerti yang dijelaskan Danish. Tentu saja dia mau cepat bercerai dengan Danish. Jadi dia berharap bisa segera hamil.

‘Jika aku cepat hamil, artinya Abra akan cepat dibebaskan.’

Isha merasa kehamilannya akan menentukan nasib Abra juga. Jadi semua tergantung berapa lama dia akan hamil nanti. Dia hanya berharap Tuhan memberikan kehamilan cepat mungkin nanti.

“Keempat, suamimu akan dibebaskan setelah kamu hamil. Tapi, dia tidak boleh menemuimu selama masa kehamilan itu terjadi.” Danish menjelaskan kembali poin keempat dalam perjanjian pernikahan.

“Kenapa dia tidak boleh menemui saya?” Isha dengan polosnya bertanya kembali.

“Aku mau anak itu murni anakku. Tidak mau sampai ada darah orang lain mengalir di tubuhnya.” Danish memberikan senyum seringai.

“Apa Anda menuduh aku akan melakukan hubungan intim dengan orang lain selama pernikahan?” Isha mengerti ke mana arah pembicaraan itu.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depan. Jadi aku harus berjaga-jaga. Apalagi dia bekas suamimu. Bisa saja kalian saling merindukan dan melakukan hubungan intim lagi.”

Isha menahan geramnya. Merasa benar-benar kesal karena Danish menuduhnya yang tidak-tidak, padahal itu belum terjadi. Baginya pernikahan adalah hal yang sakral. Tidak akan pernah dia melakukan hubungan dengan pria lain selama pernikahan.

“Tenang saja. Saya tidak akan melakukan hal itu.”

“Bagus jika begitu.” Danish mengangguk-anggukan kepalanya. Berusaha percaya.

“Poin kelima. Kamu akan tinggal di rumahku selama pernikahan. Dilarang pergi tanpa izin. Dilarang melakukan hal buruk selama kehamilan, seperti minum minuman beralkohol, memakai barang terlarang, atau apa pun yang membahayakan kandungan.”

Isha mengangguk mengerti. Dia tentu saja akan menjaga kandungan dengan baik. Agar bisa segera terbebas dari Danish.

“Keenam, aku akan berikan kompensasi sebanyak dua ratus juta untukmu setelah melahirkan. Kamu bisa pergi jauh dari kehidupanku. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Jika anak itu sudah besar, kamu tidak boleh mengaku sebagai ibunya karena aku akan membuat kesan mantan istriku adalah ibunya.”

Mendengar ucapan Danish membuat hati Isha sedikit sakit. Ternyata saat jadi ibu, dia harus sekejam itu. Meninggalkan anaknya begitu saja. Demi Abra, dia akan melakukannya. Lagi pula kelak dia akan punya anak dengan Abra.

“Itu enam poin yang harus kamu lakukan. Jika kamu setuju isi data dirimu di kertas itu dan berikan tanda tangan.”

Isha melihat surat perjanjian pernikahan. Poin yang dijelaskan oleh Danish tertera di dalam surat tersebut. Dia juga sudah mengerti karena Danish sudah menjelaskan dengan rinci. Melihat memang tidak ada yang aneh. Akhirnya Isha menandatangani surat perjanjian pernikahan tersebut.

Danish cukup senang ketika Isha menandatangani surat perjanjian itu. Artinya sebentar lagi dia akan dapat menuruti sang papi untuk memberikan keturunan. Jika sudah seperti ini, dia tidak akan dicoret dari daftar warisan IZIO Grup.

“Besok Dino akan menjemputmu untuk ke rumah sakit.”

“Baiklah.” Isha mengangguk.

Setelah menandatangani perjanjian itu, Isha segera pergi. Danish segera memanggil Dino. Meminta asistennya itu membuat surat perceraian antara Isha dan Abra. Serta meminta Abra menandatangani perjanjian juga. Danish tidak mau rugi di kemudian hari jika tidak ada perjanjian dengan Abra.

***

Dino pergi ke penjara bersama pengacara pagi ini. Menemui Abra untuk meminta tanda tangan surat perceraian dan surat perjanjian dengan Danish.

“Ini berkas perceraian Anda. Silakan tanda tangani untuk proses perceraian Anda dengan Nona Isha.” Dino memberikan surat perceraian pada Abra.

Abra melihat jika Danish benar-benar akan menikahi Isha. Terbukti pria itu sudah membuat surat cerai untuknya. Tanpa pikir panjang, Abra langsung menandatangani surat cerai tersebut.

“Ini surat perjanjian Anda dengan Pak Danish untuk pembebasan Anda kelak.” Setelah Abra menandatangani surat perceraian, dia menyodorkan surat perjanjian.  

Abra segera membaca surat perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian itu tertulis jika hutang tersebut sekarang dialihkan ke Nikeisha Kaula. Abra akan dibebaskan setelah Isha hamil anak dari Danish Morgan Fabrizio. Di dalam perjanjian juga tertera, jika Abra tidak boleh menemui Isha setelah bebas dari penjara. Jika semua dilakukan, maka Danish akan menuntut Abra.

Tanpa berbasa-basi Abra langsung menandatangani perjanjian tersebut. Bayang-bayang kebebasan sudah di depan mata. Jadi dia tidak mau melepaskan kesempatan itu.

Dino hanya tersenyum tipis melihat Abra. Pria itu cukup kejam menurutnya. Karena mengorbankan istrinya agar bisa bebas dari penjara.

Dari penjara, Dino segera menjemput Isha di rumahnya. Sebelum berangkat ada beberapa hal yang dilakukan Dino.

“Ini surat perceraian Anda. Silakan ditandatangani.” Dino menyerahkan berkas pada Isha.

Isha hanya bisa memandangi berkas perceraian dirinya. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Karena akhirnya dia bercerai dengan suaminya. Namun, demi kebaikan sang suami. Dia harus melakukannya. Dengan penuh keyakinan Isha segera menandatangani surat perceraian tersebut, kemudian memberikan pada Dino.

Dino segera memberikan berkas pada pengacara. Meminta pengacara mengurus semua secepat mungkin.

Setelah urusan berkas tersebut selesai, akhirnya Dino mengajak Isha untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.

Di rumah sakit Isha melakukan pemeriksaan kesehatan. Ternyata banyak sekali pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Isha. Sampai-sampai saat siang baru selesai melakukan pemeriksaan kesehatan.

Dari rumah sakit, Isha langsung pergi ke butik. Di butik Isha diminta untuk memilih kebaya pengantin. Isha mencoba kebaya pengantin. Kemudian Dino akan memotretnya. Mengirimkan pada Danish. Jika Danish tidak suka, Isha akan mengganti kebaya pengantin berikutnya.

Beberapa kali Isha mencoba kebaya pengantinnya. Tentu saja melakukan itu sangat melelahkan sekali. Apalagi beberapa kali harus berganti-ganti terus.

Akhirnya setelah sekitar tujuh kebaya dicoba Isha, Danish menyukai satu kebaya terakhir yang dipakai oleh Isha. Dino pun segera membayar kebaya pengantin tersebut. Kemudian membawanya pulang. Dino segera mengajak Isha untuk pulang.

“Pak Dino, boleh saya tanya?” Isha menatap Dino yang sedang sibuk menyetir di kursi kemudi.

“Silakan.” Dino melihat Isha dari pantulan kaca yang berada di atas dashboard.

“Seperti apa Pak Danish itu?” Isha begitu penasaran sekali.

“Dia pria baik dan bertanggung jawab.”

Jawaban itu tidak memuaskan sekali bagi Isha. Seolah Dino tidak mau menjelekkan atasannya itu. Alih-alih memberikan pertanyaan lagi, dia memilih untuk diam dan melihat jalanan yang dilalui.

Mobil terus melaju membelah jalanan malam ibu kota. Dari pagi Isha sibuk sekali hingga malam hari barulah semua selesai. Saat memerhatikan jalanan yang dilalui, Isha merasa ada yang aneh, karena jalanan yang dilaluinya itu bukan ke rumahnya.

“Pak Dino mau bawa saya ke mana?” tanya Isha.

Mga Comments (10)
goodnovel comment avatar
Sari 💚
Abra benar² gelap mata yah ckckck. Mungkin kalau kamu mengenal Danish lebih dalam bakalan menemukan dia baik mungkin sesuai perkataan Dino
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
suami yang mementingkan dirinya sendiri tu si Abra.........
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
isha terlalu bodoh percaya sama suami nya yg rela ngejual istri nya walau secara GK langsung
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status