Anna duduk sendirian di ruang makan, pikirannya masih terbayang kejadian beberapa saat sebelumnya. Di saat dia sedang kalut karena semua hal yang tidak sesuai dengan harapannya, tiba-tiba anak mafia itu malah berkata bahwa dia adalah suaminya. Selain itu, dia juga mengetahui banwa Anna sedang mencari tahu kebenaran mengenai kematian sang ayah. Anna menunduk, melihat makanan yang masih tersentuh sedikit, sebelumnya dia merasa lapar, sekarang rasa lapar itu malah menguap. Dia bahkan sudah tidak berselera melihat semua makanan di meja. Apa ini? Kenapa tiba-tiba bisa seperti ini?Semalaman Anna sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Hatinya terus saja melakukan penyangkalan bahwa anak mafia bukan suaminya.Pagi itu, Anna sama sekali tidak sarapan terlebih dahulu. Dia langsung saja pergi ke Shailendra grup seperti yang dikatakan oleh pria itu. Anna berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit. Dia melihat ke atas dan kedua matanya langsung menyipit akibat silau matahari. Entah berapa j
Resepsionis terkejut mendengar nada suara Anna yang meninggi. Keseriusan dalam wajahnya, seketika membuat hati resepsionis bergetar. Namun, dia masih merasa benar jadi tidak memperlihatkan ketakutan yang dirasakannya. "Nona, saya hanya menjalankan tugas saya. Tidak ada maksud untuk menyinggung Anda," resepsionis masih membela dirinya. "Kalau begitu, bukankah seharusnya kau memberitahu sekertaris atau asistennya untuk memastikan apakah aku bisa bertemu dengan Tuan Eric? Kau tidak melakukan hal itu dan langsung mengusirku dengan tidak sopan seakan aku adalah orang yang mengganggu pekerjaan para karyawan di perusahaan." Kepalan tangan Anna mengerat, tatapannya pada resepsionis semakin tajam. Ekspresi wajahnya dingin dan seketika membuat nyali pegawai ini mengecil. Resepsionis melirik ke sekitar, sekarang mereka telah menjadi bahan tontonan. Perkataan Anna tentu saja sudah didengar banyak orang. Sekarang dia bisa mendengar bisikan-bisikan yang menjelekkan namanya. Anna juga menya
Anna berpikir dia akan merasakan sakit yang luar biasa di tubuhnya. Tetapi malah merasakan sepasang tangan yang memeluknya. Anna langsung membuka kedua mata, dia melihat sepasang mata Jason yang menatapnya. Bibir pria itu tersenyum, ekspresi wajahnya khawatir, dia bertanya, "Kau tidak apa-apa, Anna?" Anna bersyukur dia baik-baik saja, tidak harus merasakan sakit akibat dihempaskan kuat oleh dua orang pria. "Tidak apa-apa, terima kasih sudah menolongku," ucapnya tulus pada Jason.Tanpa sempat berpikir, tiba-tiba tubuh Anna ditarik. Dia sangat terkejut dan langsung menoleh untuk melihat siapa yang telah menariknya. Ternyata adalah pria yang sudah menyuruhnya datang."Kau—""Jangan sentuh wanitaku!"Kedua mata Anna terbelalak, dia melihat pria itu sangat marah menatap ke arah Jason. Dalam hatinya berpikir bahwa anak mafia ini sangat tidak sopan. Berani sekali bersikap buruk pada kakak atasannya. Ditambah dengan kalimatnya, yang menyentuh dia adalah wanitanya, membuat Anna bertanya-tany
Senyuman kecil muncul di wajah Eric, pria itu menatap Anna tanpa ekspresi. "Kau berharap aku berada di kursi roda?" Anna melihat ekspresi wajah Eric yang sangat menyebalkan. Pria itu menatapnya dengan biasa tetapi dalam pandangannya, Eric seperti tengah mencemoohnya. Berulang kali diberitahu tetap saja memilih berkepala batu. Selain itu, Anna kerapkali diperlihatkan pemandangan yang tidak biasa seperti pria ini yang selalu duduk di tempat duduk yang seharusnya digunakan oleh sang suami. Sarapan atau makan malam bersama dengannya, seharusnya Anna bisa berpikir bahwa kebiasaan itu adalah hal yang tidak lazim bagi majikan dan bawahan di keluarga Eric. Kemudian beberapa hal lainnya seperti pria itu bermalam di sebuah motel bersama dengannya. Untuk apa seorang bawahan berani bersikap seperti itu pada istri dari bosnya? Jika memang ingin menjaga, cukup dengan berjaga di depan pintu kamar saja. Wajah Anna berubah masam, dia berulang kali merutuki kebodohannya. Padahal petunjuk sudah sa
Anna langsung pulang ke rumah dan tidak melakukan apapun. Dia adalah seorang pengangguran sekarang. Tidak ada aktivitas yang berarti untuk dia lakukan. Anna memilih untuk mengurung dirinya di kamar. Menjalani hari membosankan dengan menatap langit-langit kamar. Hari ini lagi-lagi Anna melewatkan makan siangnya. Langit sudah gelap ketika dia tersadar dari lamunannya.Anna menghela napas, dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tepat pada saat itu perutnya berbunyi, dia langsung bangun dan turun menuju lantai satu.Ketika kakinya baru saja menginjak lantai satu, tiba-tiba Anna teringat dengan Eric yang selalu pulang tepat waktu. Jika dia makan malam di ruang makan sekarang, mereka pasti akan bertemu. Mengingat pria itu, seketika dalam benaknya kembali berputar adegan di mana suaminya itu meminta seorang pewaris supaya dia mau membantu. Anna tanpa sadar menggigit bibirnya dengan kencang hingga membuat bibirnya tak sengaja terluka. Rasa amis dari darah itu memb
Anna melihat Eric yang mengatakan hal itu dengan wajah serius. Setelah mengetahui bahwa pria itu tidak berbohong mengenai identitasnya, dia jadi tidak berani untuk mengira suaminya sedang bergurau. Anna melangkah mendekati Eric, ingin sekali dia melakukan penyangkalan, jelas-jelas dia sendiri yang melihat bahwa tubuh ayahnya sudah dikebumikan, tetapi Anna tidak bisa menemukan kebohongan dari kedua mata suaminya. Ketika dia telah keluar dari lift, pintu itu langsung tertutup. Mereka saling bertatapan, pasangan suami istri itu seakan sedang berbicara dalam diam. "Jika kau sedang bergurau denganku, maka candaanmu kelewatan, Eric!" Sekali lagi, Anna memilih untuk membohongi hatinya. Memilih untuk mengedepankan logika dan tidak 100% percaya pada suaminya, adalah keputusan yang tepat untuk sekarang. Anna sudah seringkali dibohongi, dia tidak mau sampai memberikan kepercayaan pada orang yang tidak menghargai kepercayaan yang telah dia berikan. "Apakah hal seperti itu bisa menjadi bah
Anna merasakan kedua kakinya lemas, dia berulang kali mengedipkan kedua mata untuk meyakinkan bahwa penglihatannya benar. Dia melihat sosok pria yang sangat familiar dan memiliki arti besar untuknya. Pria itu duduk di kursi roda dengan menghadap jendela, membelakanginya, memandang ke arah jalanan. Bagaimana mungkin pria yang dia kira sudah meninggal dunia, bisa duduk di sini? Bagaimana bisa pria yang sudah dikebumikan, bangkit seakan peristiwa kematian itu tidak pernah terjadi?Anna ingin sekali Tidak mempercayai penglihatannya tetapi saat ini jiwa dan raganya berada di rumah sakit ini. Dia secara langsung melihat bahwa ayahnya belum mati. Lalu ... siapa yang saat ini terbaring di peti mati?Anna merasakan pandangan yang mengabur, kepalanya terasa sedikit pusing, nafasnya berubah menjadi cepat, dadanya juga menjadi terasa sesak, hingga akhirnya semua menjadi gelap.Sementara itu, di ruangan direktur utama Gwenevieve grup, Agatha masih dipusingkan dengan masalah yang menimpa putrinya
Kondisi Anna masih lemah, pikirannya pun masih sulit untuk dikendalikan, kepalanya masih terasa sakit tetapi dia tidak bisa berleha-leha tanpa mengetahui kebenarannya. Dia harus mengetahui dengan segera apa yang terjadi pada ayahnya. Bagaimana bisa ayah yang sudah dia kira tiada malah dalam kondisi sehat dan berada di rumah sakit jiwa? "Tolong bawa aku untuk bertemu dengan papaku. Aku tidak bisa berdiam diri seperti ini. Kumohon ...." Eric menatap Anna dan seketika dalam hatinya timbul rasa kasihan. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya dia menyetujui keinginannya. "Tolong bawakan kami sebuah kursi roda," ucap Eric pada petugas rumah sakit yang berdiri di belakangnya. "Tidak perlu! Aku masih kuat untuk berjalan dengan kakiku sendiri. Kau hanya perlu mengantarku ke kamar papaku," Anna merasa tubuhnya sehat, hanya saja hatinya sedikit terguncang dengan fakta baru yang dia ketahui. "Lalu, haruskah aku memapahmu sampai kamar papamu?" Mendengar hal itu, Anna langsung menggelengkan