Kini fokus pada poinnya, yaitu malam pertama. Pasangan pengantin langsung meluncur dengan mobil pribadinya menuju ke hotel yang berada di puncak. Anita yang masih mengenakan gaun pengantin melirik ke arah Candra yang sedari tadi senyumnya nggak jelas. Bikin bulu keduanya merinding. Ia memandang sekeliling kamar, melihat kelopak-kelopak bunga mawar yang di taburkan di ranjang. Lampu kamar yang remang-remang membuat suasana makin intim. Mereka duduk di tepi ranjang mencari kenyamanan di antara kecanggungan.Malam ini akan menjadi saksi Candra melalui malam pertamanya bersama Anita. Kalau kemarin pas pacaran satu set entah mengapa setelah halal Candra justru grogi. Ia menggenggam erat tangan Anita mencoba menguatkan gadis itu agar berani melewati malam ini bersamanya. Karena kata orang kalau masih perawan waktu di terobosan perih rasanya. Ia khawatir kalau Anita ketakutan memikirkan itu.Degup jantung Anita tak karuan saat Candra mendekatkan wajahnya. Bibirnya nyaris gemetar saat Candra
Pagi itu, rombongan dari kampung mulai berangkat. Warga yang selama ini mengenal Anita sejak kecil, datang bersama dalam satu bus besar—ada yang mengenakan baju adat, ada pula yang memakai pakaian terbaik mereka. Wajah-wajah penuh semangat, canda tawa, dan sesekali rasa canggung pun tampak, karena ini bukan pesta biasa. Ini adalah pesta mewah, di kota besar, di gedung yang hanya mereka lihat di televisi.Di dalam Bus Bu RT nyeletuk,"Eh, kita ini tamu pernikahan apa masuk sinetron, ya? Gedungnya aja udah kayak istana.”“Yang penting jangan lupa kita wakili kampung. Anita itu dulu ikut lomba nyanyi pas 17-an di balai desa, inget nggak? Sekarang jadi nyonya besar!” sahut Pak RW.“Dulu sering main masak-masakan sama anakku... Sekarang lihat tuh di undangan, tulisannya 'Mrs. Anita & Mr. Candra'... Wah, keren!” imbuh Bu Nur bangga.Ketika mereka tiba di gedung pernikahan, mata warga kampung membelalak. Karpet merah terbentang, tamu-tamu berdatangan dengan pakaian formal elegan. Namun, rombo
Pagi ini Candra dan Anita sudah janjian mendatangi butik ternama untuk fitting baju pengantin. Semua itu Zahra yang menyiapkan, karena Candra sudah di anggap saudara oleh Hisyam. Zahra menghubungi butik kenalannya untuk menyiapkan baju pengantin khusus untuk Candra dan calon pengantinnya."Mas, aku kok deg-degan gini. Butiknya bagus banget," lirih Anita. Matanya menyapu interior butik yang penuh kemewahan.Lampu gantung kristal berkilau lembut di atas kepala, sementara deretan gaun-gaun elegan tergantung rapi di rak-rak kayu mengilap. Aroma bunga segar samar tercium, menambah kesan mewah dan tenang."Aku bahkan nggak yakin berani nyentuh bajunya, Mas... Semua keliatan mahal dan berkelas banget," lanjutnya pelan, nyaris berbisik. "Kayak masuk dunia lain." Suaranya nyaris tenggelam di antara alunan musik lembut yang mengalun dari speaker tersembunyi."Mas... maaf kalau aku kampungan. Rasanya kayak masuk dunia yang cuma ada di film-film romantis," bisiknya, sambil menggenggam tangan Can
Sore menjelang magrib, jalanan sempit kampung mendadak ramai. Beberapa anak kecil berlarian mengikuti iring-iringan mobil mewah berwarna hitam yang melaju pelan menuju rumah sederhana milik keluarga Anita. Di dalam salah satu mobil itu, duduklah Candra bersama kakeknya. Hisyam dan Zahra ada di mobil berikutnya. Zahra memakai baju yang anggun tatapan lembut namun penuh wibawa keluar dari mobil.Banyak tetangga yang mengintip dari halaman, kepo ingin tahu. Rumahnya Anita didatangi mobil mewah. Secara di kampung, Anita hidupnya masih banyak yang sederhana.Beberapa ibu-ibu mulai berbisik-bisik dari balik pagar, tangan mereka sibuk menyapu tapi mata tak lepas dari gerbang rumah Anita.“Siapa tuh yang datang naik mobil begitu? Apa jangan-jangan pacarnya orang kota?” bisik Bu Rina sambil mencolek lengan Bu Tati.“Nggak tahu juga… Tapi keliatannya sopirnya buka pintu belakang, berarti orang penting, dong…” sahut Bu Tati, mata masih tajam mengawasi."Eh, tadi kan ibunya Anita bilang kalau aka
Tubuh Anita meremang, saat Candra berhasil menghisap salah satu puncak gunung kembarnya. Belum pernah sekalipun dia merasakan sensasi luar biasa seperti ini.Candra tidak berhenti pada satu bukit, dia beralih ke puncak bukit lainnya. Lagi-lagi tubuh Anita serasa tersengat listrik. Ia hanya bisa mencengkeram rambut Candra. "Mas... Candra," lirih Anita parau.Candra masih asyik menikmati kedua bukit itu bergantian. Tampak padat dan menantang. Tangan satunya meremas sementara bibirnya asyik menikmati puncak satunya. Baju Anita jadi sedikit terbuka. Telapak tangan Candra masih bergerak bebas mengusap bukit kenyal itu. Sekarang tidak berhalusinasi lagi. Dia berhasil mengobati rasa penasarannya.Ia kemudian kembali melumat bibir mungil Anita dengan serakah. Usai melakukan aktivitas tersebut pipi keduanya bersemu merah. Anita malu dadanya kelihatan terbuka di hadapan Candra."Mas, kita harusnya nggak ngelakuin ini," lirih Anita."Tapi mas nggak tahan Anita. Mas selalu pengen nyentuh kamu,"
Tak ada gandengan tangan yang ada hanya jalan berjejeran. Sesekali Candra melirik ke arah Anita saat wanita itu masuk ke dalam toko tas branded. "Pak ini sepertinya bagus," ucap Anita. Namun saat Anita melihat bandrol harganya dia jadi ragu."Ambil saja kalau menurutmu bagus," kata Candra."Tapi Pak ... ini mahal sekali harganya," bisik Anita."Temanku yang ulang tahun itu orang kaya. Jadi dia cocok pake tas branded kayak gini," jawab Candra. "Oh, ya udah." Dalam hati Anita yakin kalau teman wanitanya pasti sangat dekat dengan Candra. Pantas saja di belikan tas mahal. Ia merasa tawaran Candra di kafe waktu itu hanya candaan. Buktinya Candra perhatian sama perempuan lain lagi."Ambil saja satunya ini. Buat kamu," kata Candra."Enggak usah, nanti bapak habis banyak," tolak Anita."Anggap saja sebagai hadiah karena sudah mengantarku hari ini," kata Candra."Tapi ini terlalu mahal. Saya tidak terbiasa memakai barang mahal," tolak Anita lagi."Kamu mau nolak rejeki?" Candra sedikit memak