Abie mengangkat satu ember yang berisi baju-baju yang sudah di cucinya."Berat? Aku bantu angkat?" tawar Winda."Tidak usah. Aku bisa kok," jawab Abie.Winda mengikuti langkah Abie di belakang. Lanjut dia membantu menjemur baju. Menjemur baju saja dia tidak bisa. Masih berupa gulungan dia sampaikan di atas jemuran. Abie geleng-geleng kepala. Entah manusia dari planet mana istrinya ini. Menjemur pakaian saja tidak bisa."Lihat caraku...""Kamu peras dulu bajunya agar kadar airnya berkurang. Setelah itu kamu kibaskan agar mudah di bentangkan di jemuran." Abie penuh kesabaran mengajari istrinya.Meski agak kaku Winda berusaha meniru apa yang di ajarkan Abie. Tak terasa keringatnya sampai mengalir di pelipisnya. Rupanya melelahkan juga mencuci baju dengan cara begini. Winda tidak bisa bayangkan bagaimana lelahnya kerja di laundry.Suasana hening kembali datang keduanya tengah sibuk menjemur pakaian. Winda berusaha menerapkan apa yang di ajarkan Abie. Perlahan dia sudah bisa melakukannya.
"Hari ini aku membelikanmu beberapa baju. Maaf kalau harganya tidak mahal dan modelnya kamu kurang suka." Abie menyerahkan kresek berwarna hitam yang berisikan pakaian pada Winda.Winda mengeluarkan isinya. Dia bentangkan sebentar, heran karena ukurannya pas di badannya."Mas kok bisa tahu ukuranku?" tanya Winda.Abie terdiam sejenak. Pengalamannya dulu sebagai penjelajah wanita membuatnya terlalu mudah mengenali ukuran tubuh maupun baju mereka. Namun Abie tidak mungkin menceritakan masa lalunya sekarang."Aku cuman ngira-ngira saja. Alhamdulillah kalau memang pas. Maaf ya, kalau tadi belinya nggak ngajak kamu. Masak pergi ke toko kamu pake sarungku ..." kekeh Abie.Winda tiba-tiba tergelak tertawa mendengar perkataan Abie. Ia jadi membayangkan pakai hem kedodoran dan bawahan sarung. Pasti orang-orang akan menertawakannya."Mas lucu deh ..."Baru kali ini Abie mendapati Winda tertawa lepas. Aura kecantikannya makin terpancar meski tanpa make up. Ia buru-buru membatasi pandangannya men
Abie spontan menggenggam jemari Winda. Tatapannya penuh kecemasan karena mendengar teriakan Winda akibat mati lampu.Namun tiba-tiba cahaya dari hape itu juga ikut padam. Winda ketakutan langsung memeluk Abie yang berada di dekatnya."Aku takut Mas!" Teriaknya.Abi yang sudah lama tidak pernah berpelukan dengan wanita. Kaget Winda menghamburkan diri dalam dekapannya. Susah payah berusaha menguasai perasaannya."Tenanglah, aku ada di sini. Tidak akan ada apa-apa," ucap Abie lembut. Winda merasakan kehangatan yang mulai tumbuh dalam hatinya setelah mendengar perkataan Abie."Mas, jangan ninggalin aku ya. Aku takut gelap," lirih Winda.Ganti Abie yang tidak bisa menguasai gemuruh degup jantungnya yang bertalun-talun sejak tadi. Gimana tidak gugup Winda tanpa sadar merapatkan tubuhnya memeluknya erat. Ia bisa merasakan aroma harum istrinya.Naluri kelaki-lakiannya pun bangkit. Abie berusaha keras menahan diri. Ia tidak ingin Winda makin ketakutan kalau dirinya berbuat macam-macam.Winda j
"Kembalikan uangku!" Citra memaksa merogoh saku celana Reno. Reno tidak terima perlakuan Citra, ia langsung mendorong Citra hingga jatuh terduduk di lantai.Citra tidak pantang menyerah dia juga membalas mendorong tubuh Reno hingga terjatuh. Reno yang masih setengah mabuk berusaha bangkit namun tubuhnya sempoyongan. Citra tidak mendapatkan apa-apa dari saku Reno."Kenapa Om habiskan semua uangku!""Aaargh!" Citra berteriak histeris. Dia sudah tidak tahan hidup seperti ini. Susah payah dia mendapatkan uang itu. Seenaknya saja Reno menghabiskannya.Citra langsung ke kamarnya. Ia sudah tidak tahan hidup satu atap dengan parasit seperti Reno. Harapannya untuk menjadi Nyonya besar yang di manja pupus sudah. Reno sudah jatuh miskin. Tak ada yang bisa di harapkan dari Reno.Ia memasukkan semua pakaiannya di koper. Entah mau pergi kemana. Citra juga tidak tahu. Yang terpenting pergi secepatnya dari tempat yang terkutuk ini. Ia tidak mau hidup satu atap dengan pemabuk yang kerjaannya hanya men
Abie terdiam sesaat, membuat Winda yang tengah menunggu jawabannya menjadi gelisah. Ia yakin kalau Abie masih ada perasaan dengan mantan istrinya."Kalau aku bilang sudah tidak mencintainya apa kamu percaya?" Abie justru balik bertanya."Bener juga, siapa yang tahu hati seseorang. Mas juga belum mencintaiku sekarang. Akupun begitu. Kita ganti topik saja." Winda berusaha menenangkan dirinya. Kalau dia belum mencintai Abie lalu kenapa harus takut mendengar pengakuan suaminya. Mengenai perasaan Abie pada mantan istrinya?Tangan Abie menggenggam Winda erat. Tatapannya teduh seolah berusaha menenangkan hati Winda yang gundah.Reaksi Winda cukup kaget. Ia hendak menarik tangannya namun Abie menggenggamnya makin erat."Aku sudah tidak mencintainya. Sekarang aku hanya fokus pada keluarga kecil ini. Aku ingin mulai dari awal denganmu. Maukah kamu bersabar agar kita saling mencintai sepenuhnya."Ucapan Abie cukup menguatkan hati Winda. Ia pun mengangguk pelan sembari tersenyum manis."Terima ka
Hisyam menghela napas."Kamu main perempuan lagi? Makanya kamu terpaksa menikahinya," tebak Hisyam.Tuduhan itu sama sekali tidak membuat Abie marah. Ia paham betul bagaimana sikapnya dulu yang seenaknya. Suka main perempuan dan berfoya-foya. Sudah sepantasnya Hisyam berpasangka buruk terhadapnya."Bu ... bukan seperti itu, Pa. Aku tak sengaja menemukannya pingsan di jalanan depan rumahku. Karena aku tidak memiliki cukup uang akhirnya aku putuskan merawatnya hingga sembuh. Namun ... warga sekitar justru salah paham mengiraku berbuat macam-macam padanya selama tinggal di rumahku," terang Abie."Lalu ... mereka memaksaku menikahinya. Dan ... sekarang aku berusaha menerima pernikahan ini, Pa," lanjut Abie.Nafas Hisyam sempat tertahan mendengar pengakuan Abie. Tiap kalimat yang di ucapkan Abie begitu lancar seperti tidak ada yang di tutupi. Tatapannya juga sendu. Tidak terlihat berapi-api. Mungkinkah Abie memang sudah berubah?Di sisi lain dia terharu sekaligus kasihan. Gaji OB di perusah
"Kenapa pipi Mas memerah sedari tadi? Mas sakit?" tanya Winda."Aku nggak apa-apa kok. Kamu pilih aja baju yang kamu sukai. Nanti Mas yang bayarin," kata Abie. Gimana pipinya tidak memerah sepanjang perjalanan Winda memeluk erat pinggangnya. Saking nurutnya Winda tidak melepaskan pegangannya hingga sampai ke tujuan. Gara-gara tindakan Winda itu, miliknya jadi makin sesak. Tubuhnya memanas karena menahan diri cukup lama.Winda sebenarnya ragu ingin membeli baju yang biasa di belinya. Takutnya kemahalan dan mencolok akhirnya dia memilih yang biasa saja."Mas, aku cobain yang ini ya," izin Winda."Bener kamu suka itu?" tanya Abie memastikan. Karena di liatnya ukurannya terlalu besar dan modelnya kurang menarik. Gini-gini Abie dulu juga sering mengantar Citra berbelanja. Ia tahu baju yang sesuai fashion sama tidak. Apalagi melihat pilihan baju yang pernah di pakai Winda saat kecelakaan sepertinya beda jauh. Setidaknya meski beda harga ukurannya juga nggak jauh beda kan?Winda jadi ragu. "
Citra pulang dengan perasaan dongkol. Apalagi di rumah Reno hanya ongkang-ongkang saja tidak mau bekerja."Mana makanan pesananku!" Tangan Reno tengadah meminta yang di pesannya.Wajah Citra memucat, gara-gara ketemu Abie di warung tadi. Seharian pikirannya di penuhi mantan suaminya. Ia lupa kalau sehabis pulang kerja harus membawakan sebungkus nasi padang untuk Reno.Reno selalu mengancam dirinya kalau sampai kabur darinya dia akan mengobrak-abrik warung bakso bosnya. Padahal cari pekerjaan sulit. Citra tidak ingin kehilangan pekerjaan. Maka dari untuk sementara ini Citra tidak berani kabur dari rumah. Ia masih butuh uang untuk bertahan hidup. Tabungannya sudah habis di curi Reno. Ia harus kerja keras lagi mengumpulkannya sehingga kalau kabur nanti dia masih punya pegangan uang bertahan hidup."Kok diam! Kamu lupa kalau aku pesan nasi padang!" sentak Reno."Kerjaan di warung banyak. Jadi aku lupa," jawab Citra lirih. Perasaannya masih kacau. Keinget Abie sama perempuan cantik tadi."
"Tolong dengar penjelasanku ... ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Mas," ucap Winda memohon.Abie menggeleng keras. Ia menatap ke depan seolah dirinya adalah tontonan gratis yang patut di permalukan. Tanpa banyak bicara, Abie turun dari panggung. "Kita pulang Win, bicarakan ini di rumah," lirih Abie tanpa menoleh. Kakinya terus melangkah turun dari panggung. Tanpa mempedulikan tatapan para tamu yang bertanya-tanya Kaki Winda terus melangkah mengikuti Abie dari belakang. Perasaannya kacau, inilah yang paling di takutkannya selama ini. Hilman menghadang langkah putrinya. Tatapannya sendu menunjukkan kepedulian."Jika butuh bantuan Papa. Papa akan selalu ada buat kamu," ucap Hilman pelan. Ia merasa kasihan pada putrinya."Makasih, Pa. Aku pamit dulu." Suara Winda terdengar lemah tak berdaya.Winda berjalan lebih cepat menyusul Abie di parkiran. Tak peduli banyak pasang mata yang memandanginya. Ia tak peduli, jantungnya terus berpacu lebih cepat. Ia takut... takut sekali. Abie marah d
Suasana gedung terasa memanas saat tepuk tangan penonton menggema berulang-ulang. Di atas panggung, sorot mata semua orang tertuju pada Abie yang sedang menempati posisi vital sebagai penerima penghargaan. Di sudut ruangan, Andi berdiri dengan tangan yang mengepal erat, raut wajahnya memerah menahan rasa tidak puas. "Harusnya aku yang di sana," desisnya dalam hati, sambil menatap tajam ke arah Abie yang tersenyum bangga.Andi merasa tidak terima, nafasnya memburu dan pandangannya tajam. Dengan langkah gontai namun tegap, ia berjalan mendekati panggung, matanya tak lepas dari sosok yang menjadi sumber kemarahannya. Winda, yang duduk di barisan penonton, merasakan jantungnya berdebar kencang, tangannya gemetar. Rasa cemas menyelimuti pikirannya, "Dia pasti akan berbuat buruk pada Mas Abie" batinnya sambil menunduk, berharap suaminya bisa terselamatkan.Andi berdiri sambil menggenggam erat gelas minumannya. Matanya menyala-nyala dengan rasa tidak puas yang membara. "Abie nggak pantas dap
Perkataan Hilman tidak membuat Andi berhenti untuk menghina Abie. Ia ingin membalaskan rasa sakit hatinya. Keinginannya menjadi menantu orang terkaya nomor dua pupus sudah. Gara-gara kehadiran Abie. Andi juga tidak menyangka Hilman justru merestui hubungan mereka. "Wajah Pak Hilman berkerut mendengar ucapan Andi. Sorot matanya berubah dingin saat Andi melanjutkan bicaranya dengan menunjuk Abie. "Perkataan Anda memang benar, Pak," kata Andi, suaranya meninggi. "Namun, bagaimana perasaan Anda nanti, jika melihat putri yang paling Anda sayangi hidup melarat bersama orang ini!" Andi tidak segan-segan menunjuk kepada Abie. Abie bertambah geram, tangannya mengepal kuat. "Pa, jangan percaya omongannya. Saya akan bekerja keras membahagiakan Winda." Abie berusaha menyanggah tuduhan Andi. Winda merasa kasihan pada suaminya yang selalu di pojokkan Andi. Ia menggandeng tangan Abie. Selalu mendampinginya itu yang bisa dia lakukan sekarang. "Sayang, sebaiknya kita pulang saja. Di sini tidak baik
"Kita mau kemana?" tanya Winda penasaran. Tiba-tiba Abie menyuruhnya memakai gaun yang bagus."Ke acara syukuran perusahaan. Aku mendapat undangan dari Pak Ceo. Karena kemarin aku berhasil membantunya memenangkan tender perusahaan," ucap Abie bangga.Winda tahu ini adalah momen spesial buat suaminya. Ia tahu dari seorang OB menjadi manager. Kemudian mendapat pengakuan atas kemampuannya oleh atasan yang lebih tinggi kedudukannya sungguh suatu yang istimewa."Baiklah, kalau begitu aku akan berpenampilan yang terbaik," kata Winda penuh semangat."Berpenampilan seperlunya saja. Jangan terlalu cantik nanti banyak yang ngelirik." Abie tersenyum tipis saat mengatakannya. Winda pun mengangguk mengiyakan. Memakai make up tipis saja sudah membuat dirinya mempesona. Karena pada dasarnya Winda tidak maje up sekalipun sudah cantik.Usai dandan, Abie sudah memarkir motor maticnya di halaman. Siap membawa Sang Putri pergi ke acara syukuran."Maaf, harusnya kamu aku ajak naik mobil. Tapi baru motor i
"Jangan kabur!" Seseorang tengah berlari sekencang-kencangnya menghindari kejaran salah satu warga. Demi mendapatkan sesuap nasi dia rela mencuri seperti seekor kucing di salah satu warung.Orang lain di sana yang mendengar teriakan itu langsung ikut mengejar. Dan akhirnya Reno mendapat pukulan beberapa orang. Perutnya di pukul hingga terhuyung-huyung. Ia jatuh terjerembab dan tubuhnya kotor terkena kubangan air di jalan berlubang. Belum puas warga menghajar, Reno yang tak berdaya hanya bisa melindungi kepalanya dengan kedua tangannya. Ia duduk meringkuk sementara pemilik warung tak henti-hentinya menendang."Makanya kerja jangan jadi pencuri!" hardik pemilik warung. Reno juga mendapat cemoohan dari warga lainnya.Setelah babak belur mereka meninggalkan Reno sendirian.Pria itu menangis, perutnya kelaparan, tubuhnya sakit semua. Luka dimana-mana. Pipinya lebam, di area sekitar matanya juga lebam terkena tinju amukan warga. Amalan apa yang sudah di kerjakan selama di dunia ini sehingga
Biasanya wanita lebih suka pria kaya raya. Itu wajar. Berdasarkan pengalaman Abie sebelumnya Citra pergi dari sisinya karena dirinya jatuh miskin. Untuk itulah dia sedikit trauma di tinggal selingkuh karena alasan harta."Mas, aku tahu kamu trauma. Kamu pikir semua wanita sama. Mencintai harta dan suka selingkuh. Tapi tidak semua anggapanmu benar. Jika aku seperti itu sudah sedari awal aku pergi meninggalkanmu. Dari awal menikah kita tidak saling mengenal. Dan ... aku bisa saja meninggalkan Mas. Tapi tidak aku lakukan. Karena aku percaya takdir sudah menjodohkan kita. Aku bertahan ..." Abie terharu mendengar kata-kata Winda. Memang semua wanita tidak sama. Buktinya Zahra, dia sangat baik terhadap papanya. Sekarang Winda ... wanita ini hampir seperti Zahra. Polos tapi cerdas. Sederhana tapi tidak matre. Sebagai seorang istri selama ini Winda penurut."Sini Mas peluk." Kedua tangan Abie membuka lebar. Winda langsung masuk ke dalamnya. Ia merasakan pelukan hangat suaminya."Maafin Mas,
Tatapan Citra tidak berhenti melihat seseorang yang tengah duduk makan gado-gado di pinggir jalan. Mereka terlihat mesra dengan pasangannya. Abie tidak tahu kalau dia tengah di perhatikan Citra dari dalam mobil. Citra berusaha fokus menyetir, namun tidak di pungkiri pikirannya masih tertuju pada Abie di pinggir jalan tadi.Diam-diam Dimas yang duduk di samping Citra memperhatikan gerak-gerik perawatnya. Pas lampu merah, tepatnya di taman kota. Banyak sekali penjual makanan kaki lima. Di antara kemacetan lalu lintas mata Citra tak hentinya memandang pria tampan yang tengah makan gado-gado bersama seorang perempuan cantik."Apa dia mantan suamimu itu?" tanya Dimas tiba-tiba. Ia penasaran jadi asal nyeplos saja.Citra tersenyum hambar. Ia diam tidak menjawab. Malas iya kalau membahas masa lalu. Hatinya masih di bakar cemburu melihat kebesaran Abie dan Winda. Sekuat tenaga dia berusaha menahan perasaannya. Abie berhak bahagia, begitulah pemikirannya. Citra sadar, kebersamaannya dengan Abi
"Citra, kudengar pekerjaanmu bagus. Untuk itulah aku kemari memberikan uang bonus. Terimalah," ucap Dokter Rini tulus.Sudah banyak perawat yang dia datangkan. Tapi tidak mampu menyembuhkan putranya. Citra yang datang baru beberapa hari saja sudah mampu membuat kaki Dimas bergerak."Makasih Nyonya." Citra menerima amplop coklat berisikan uang. Ia tidak menyangka akan mendapat uang bonus dari Dokter Rini. Sudah dapat tempat tinggal gratis dan makan cukup membuatnya bersyukur."Kamu tetap mendampingi Dimas sampai dia benar-benar sembuh." Citra mengangguk. Dokter Rini pun pergi lagi ke rumah sakit. Kini tinggal Citra, Dimas dan para ART lainnya.Setelah meletakkan amplop coklat tersebut di tempat yang aman. Citra kembali ke kamar Dimas. Ia membawa makanan camilan dan kopi panas di atas nampan."Tuan, ini ada kopi panas dan camilan. Saya letakkan di sini," kata Citra."Apa aku menyuruhmu membuatkan kopi?" tanya Dimas.Citra menunduk. "Tidak Tuan, ini inisiatif saya sendiri."Terdengar D
"Mas..." Desahan Winda akhirnya lolos juga. Karena itulah Abie makin berani meneruskan aktivitasnya.Winda menatapnya dengan tatapan sayu. Matanya yang sendu mulai kelihatan takut. Padahal inilah yang sangat di tunggunya. Tapi ketika saatnya tiba, Winda menjadi ciut nyalinya.Saat Abie berusaha menyatukan tubuhnya. Winda tiba-tiba meringis wajahnya berubah kesakitan. Ini pertama kalinya bagi Winda tentu saja sakit rasanya."Sa ... sakit, Mas."Abie berhenti sejenak."Sabar Sayang, nanti kalau sudah masuk pasti enak," hibur Abie."Iya Mas, lanjut ..." ucap Winda. Ia tidak ingin mengecewakan suaminya."Bener tidak apa-apa, kalau kamu belum siap kita bisa hentikan sekarang," balas Abie. Meski ia ingin sekali. Abie tidak ingin membuat Winda ketakutan."Nggak apa-apa Mas. Kita coba lagi," bibirnya bergetar saat mengatakannya. Ia tahu ini harus segera di lalui demi keharmonisan rumah tangganya.Abie tidak jadi langsung memasukkan miliknya ke dalam. Dia ingin membuat Winda rileks terlebih dah