Share

Jauhi calon istri saya!

Setibanya di kampus, Haikal langsung menaruh motornya ditempat parkir. Sebelumnya ia mengaca lewat spion membenarkan penampilannya lebih dulu. Haikal tidak pede jika bertemu Miranda penampilannya kurang menarik, padahal saat ini penampilannya sudah benar-benar rapi.

"Ok, tarik napas dulu, Kal. Biar gak gugup ketemu calon istri," gumamnya sambil menarik napas pelan-pelan.

Haikal pun berjalan menyusuri isi kampus, mencari di mana keberadaan Miranda mengajar. Sontak saja membuat para mahasiswi yang tengah berada di situ langsung mencuri pandang ke arahnya.

"Itu bukannya CEO Haditama Group?" tanya seorang mahasiswi pada temannya.

"Iya benar, akhir-akhir ini beliau memang sering ke sini. Katanya sih beliau anak dari Rektor di kampus ini," ucap mahasiswi tersebut.

"Kamu kata siapa?"

"Denger-denger saja si." para mahasiswi itu sibuk membicarakan tentang Haikal, sampai tak sadar saat ini Haikal tengah berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangan di dada.

"Sudah selesai ngerumpi-nya?" sindir Haikal menatap satu-persatu. Sontak saja membuat mereka terkejut.

"Eh, Ba-Bapak, maaf kami tadi--"

"Sudah jangan dibahas. Yang teman kalian katakan memang benar adanya. Papah saya adalah Rektor di kampus ini," ucap Haikal dengan bangga. Para mahasiswi pun langsung sumringah. Mereka membenarkan penampilannya untuk menarik perhatian Haikal.

Bukan tanpa alasan mereka melakukan itu, mereka ingin menjadi bagian dari keluarga Haditama dengan merayu putranya yang terkenal cassanova ini.

"Eumm, salam kenal ya, Pak. Saya Cindy, mahasiswi tercantik di kampus ini," ucap Cindy mengulurkan tangannya dengan tatapan genit. Yang lain pun tak mau kalah, mereka semua juga berkenalan dengan Haikal.

"Saya Haikal Haditama. Senang berkenalan dengan kalian," jawab Haikal tersenyum tipis. Pada dasarnya Haikal memang pria berhati hangat. Ia ramah terhadap siapapun, mungkin hal itu yang membuat Miranda menolaknya karena menganggap Haikal terlalu friendly.

Dari kaca kelas, Miranda dapat melihat pria itu berbicara dengan para mahasiswi. Entah kenapa walaupun Miranda tidak ada perasaan terhadap Haikal, hatinya merasa kesal melihat Haikal berbincang akrab pada wanita lain.

"Buaya buntung!" ucap Miranda geleng-geleng. Ia pun tak sadar dirinya tengah mengajar, sehingga anak muridnya langsung ternganga.

"Buaya buntung?" gumam mereka semua melirik ke arah temannya.

Miranda yang tersadar pun terkesiap. Bertahun-tahun dirinya mengajar, baru kali ini dia bersikap tidak profesional.

"Kalau sudah paham dengan penjelasannya, saya minta kalian rangkum halaman 11 dan kumpulkan di ruangan saya!" ucap Miranda berusaha bersikap cool. Padahal ia menahan malu setengah mati.

Setelah Miranda meninggalkan kelas, tingallah para anak-anak membicarakannya.

"Tumben Bu Mira gak konsen, lagi mikirin apa ya?"

"Jangan-jangan mikirin pacarnya kali."

"Ya bisa jadi."

"Ya sudahlah kita doakan saja semoga Bu Mira mendapat jodoh secepatnya."

"Aamiin."

Sementara itu, Haikal yang melihat Miranda keluar dari ruangan langsung mengejarnya.

"Mir, tunggu!" Haikal mencekal tangan Miranda sangat kuat.

"Lepasin, Pak! Maaf ada apa Anda ke sini?" ucap Miranda tanpa menoleh. Ia terus berjalan tanpa menghiraukan Haikal yang terus membuntutinya.

"Kita perlu bicara, Mir." Haikal menghadang Mira di depannya, karena Mira tak kunjung berhenti.

"Maaf, saya tidak punya banyak waktu!" Mira hendak berjalan kembali, namun Haikal membawanya ke pojok tembok dekat tangga.

"Lepasin, Pak!" ucap Mira sangat ketus, merasa risih dengan sikap Haikal yang membawanya begitu saja.

"Kamu jangan cemburu ya, tadi saya itu hanya sekedar menyapa mereka," ucapan Haikal yang terlalu percaya diri membuat Miranda akhirnya terbahak.

"Bapak becanda ya, terus apa hubungannya sama saya. Siapa juga yang cemburu," elak Miranda sambil melipat kedua tangan di dada.

"Oya?" Haikal tersenyum nakal. "Saya perhatiin kamu tadi ngelirik lewat kaca. Kamu sepertinya tidak suka saya dekat-dekat dengan wanita lain," ucap Haikal sedikit menggoda.

Mira pun kalang kabut dan wajahnya merona merah. Ia tetap mengelak. Menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Perasaan bapak saja. Maaf saya harus mengajar di kelas lain." Mira langsung pergi meninggalkan Haikal.

Haikal tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Sepertinya aku gak salah pergi ke dukun itu. Mira mulai cemburu dan malu-malu kucing," gumam Haikal sumringah.

Ia pun teringat tujuan awalnya ke kampus ini untuk menemui dosen ganjen yang menggoda Miranda, hingga membuat dirinya tidak konsentrasi dalam bekerja.

"Di mana dia."

Kebetelun saat itu Pak Raykel pun hendak menuruni tangga, berpapasan dengan Haikal yang baru saja menaiki tangga.

"Nah ini dia orangnya," batin Haikal menggerutu.

"Maaf, Anda yang namanya Pak Raykel?" tanya Haikal dengan sinis.

"Iya, maaf bapak siapa?" jawab Raykel mengernyit.

"Rupanya anda belum tahu siapa saya? Bisa kita bicara empat mata?"

"Boleh, silahkan." Raykel pun mengajak Haikal duduk di bangku taman belakang.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Raykel tanpa basa-basi. Ia menganggap pria ini tidak penting dan hanya membuang-buang waktunya saja.

"Perkenalkan saya HAIKAL HADITAMA," ucap Haikal dengan lantang sambil mengulurkan tangannya.

Deg

Raykel terdiam sejenak, ia seperti mengenal nama itu.

"Saya Raykel Sanjaya," ucapnya menerima uluran tangan Haikal.

"Sepertinya Anda dosen lama di kampus ini, tetapi saya baru melihatnya," ucap Haikal menatap datar.

"Ya memang saya kemarin itu cuti beberapa bulan karena ada urusan di luar kota," ucap Raykel tersenyum getir. Ia sebal dengan pertanyaan pria ini. Namun profesinya sebagai dosen membuat Raykel harus ramah terhadap siapapun. Bisa-bisa image-nya turun karena di cap sombong.

"Ooh pantesan, waktu papah mengadakan seminar anda tidak ada di tempat. Saya yang menggantikan Papah DEDI HADITAMA saat itu soalnya." Haikal menegaskan nama papahnya dengan lantang agar Raykel menyadarinya.

"Jadi Pak Haikal ini anak dari Pak Dedi Haditama, Rektor di kampus ini?" tanya Raykel meyakinkan.

"Ya seperti itulah," ucap Haikal dengan sombong. Ia melipat kedua tangannya di dada.

"Senang sekali bisa berkenalan dengan Bapak." Raykel pun langsung sumringah. Ia berpikir mungkin saja jika dapat menarik perhatian Haikal, dirinya akan naik jabatan.

"Saya boleh minta tolong satu hal sama kamu?" ucap Haikal yang mana membuat Raykel tersenyum lebar.

"Apa, Pak? Dengan senang hati."

"Saya menyukai Miranda, Dosen cantik yang kamu kejar-kejar itu," kata Haikal langsung ke intinya.

Raykel terkekeh.

"Bapak becanda, Miranda itu kan janda." Raykel setengah tak percaya. Walaupun dihatinya sudah mulai panas Haikal menyebut nama wanita pujaannya.

"Saya tidak peduli, saya minta kamu jangan  dekat-dekat dengan calon istri saya! Jika sampai kau lakukan itu, maka bersiaplah konsekuensi yang harus di tanggung!" ancam Haikal serius.

Raykel langsung mengaga mendengar ancaman Haikal.

"Jauhi calon istri saya!" tegas Haikal sekali lagi.

"Maaf, Pak. Tetapi ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Konsekuensi apa maksud bapak? Lagipula Miranda itu masih single, selama ini dia tidak pernah mengenalkan calon suaminya apalagi bapak. Jadi siapapun berhak untuk mendekatinya termasuk saya."

Mata Haikal langsung membulat, ia pikir dengan cara menggertak seperti itu Raykel akan takut, ternyata pria itu malah menantang.

"Kamu pikir kamu siapa berani melawan saya, hah?" Haikal langsung menarik kerah kemeja Raykel dengan kasar.

"Maaf, Pak. Kalau bapak pikir dengan saya mengetahui siapa bapak saya akan menjauhi Miranda, itu salah besar. Saya malah makin bersemangat ngejar Miranda karena mempunyai saingan," ucap Raykel menepis tangan Haikal dengan kasar.

"Permisi!" ucapnya meninggalkan Haikal yang terbakar emosi.

"Kurang ngajar!" Haikal mengepalkan kedua tangannya dengan gigi mengerutuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status