Share

Makan bersama

Jam menunjukkan pukul 4 sore. Miranda bergegas untuk segera pulang. Ia meraih tas-nya serta membereskan buku-buku yang akan dibawanya pulang.

Drett

Bunyi decitan pintu membuat Miranda menoleh ke belakang. Raykel menghampirinya dengan senyum yang selalu ia tunjukkan selama ini. Senyum penuh arti dan sejuta makna. Miranda tahu pria ini berusaha mendekatinya, namun ia membentengi hatinya dengan memberikan pagar pembatas agar Raykel tak berharap lebih padanya. Akan tetapi Raykel tak tergoyahkan, sama seperti Haikal, pria itu memiliki ambisi kuat untuk mendapatkan apa yang di mau.

"Bu Mira mau pulang ya? Kalau begitu saya antar saja, kan arahnya sama," ucap Raykel tersenyum.

"Maaf, Pak. Tapi saya kan bawa motor, lagipula kontrakan saya gak jauh dari sini." Miranda menolak dengan lembut.

Meskipun tahu, namun Raykel beberapa kali kerap memaksanya untuk mengantar wanita cantik ini. Bahkan pernah ia megempeskan ban motor Miranda demi tujuannya, walaupun pada akhirnya Miranda tetap menolak dan memilih untuk jalan kaki.

"Saya duluan, Pak." Miranda menundukkan tubuhnya melewati Raykel yang masih berharap padanya.

Raykel kecewa, apalagi mengingat ucapan Haikal tadi siang, semakin membuatnya yakin untuk mendapatkan Miranda secepatnya. Ia tidak boleh kalah cepat dari pria itu, meskipun Raykel sadar dirinya tak sekaya Haikal. Namun ia percaya diri kalau dirinya lebih baik daripada Haikal.

"Biar aku antar, sayang." Haikal tiba-tiba menghalangi Miranda yang hendak menaiki motornya.

"Maaf, tidak perlu." Miranda menggeser tubuh Haikal agar menjauh, namun pria itu malah memepetnya dan mengambil kunci motor dari tangan Miranda.

"Bapak, siniin gak!" pinta Miranda sangat kesal. Ia berusaha meraihnya. Akan tetapi tubuh Haikal lebih tinggi, membuat Miranda mendongak hingga tak sengaja mencium dagu Haikal.

"Miranda, kau sangat agresif ternyata," goda Haikal terkekeh.

"Maaf saya tidak sengaja. Kembaliin kuncinya saya mau pulang!" Miranda memalingkan wajah saking malunya. Betapa tidak, tanpa sengaja ia dengan lancang mencium pria itu.

"Pak--" ucapnya memohon.

Haikal pun langsung tersenyum.

"Makanya biar saya antar saja. Please--" pinta Haikal mengatupkan kedua tangannya.

"Ok, tapi untuk kali ini saja." Miranda akhirnya nyerah daripada harus pulang terlambat gara-gara Haikal menghadangnya terus-menerus.

"Yes." Haikal bersorak dalam hati.

"Ayok!" ajak Haikal menuju mobilnya. "Motor-mu biar orang suruhan saya yang antar"

Sementara di ujung seberang, Raykel menatap mereka dengan tangan yang mengepal.

"Padahal aku duluan yang menawarkanmu untuk pulang bersama, Miranda."

*****

Hanya butuh 15 menit mereka sampai. Di depan pintu seorang bocah kecil sudah menunggunya daritadi. Ochan, selalu menyambut kepulangan mamahnya dengan riang. Ia tak sabar ingin menceritakan kegiatan apa saja yang dilakukan hari ini. Begitupun dengan Miranda, ketika sampai rumah, hal pertama yang ingin dilihatnya adalah Ochan. Sang buah hati yang menjadikan alasan Miranda kuat menjalani hidup sampai sekarang.

"Mamah," ucap Ochan merentangkan kedua tangannya meminta digendong.

Dengan senang hati, Miranda pun berlari kecil lalu menyambut uluran tangan mungil itu.

"Ulu--ulu, anak mamah semakin berat," ucap Miranda menduduki Ochan dipangkuannya. Sambil menciumi wajah nan menggemaskan itu bertubi-tubi.

"Mamah belum mandi ya, mamah bau acem," ucap Ochan menutup hidungnya. Sontak saja Miranda mengendus ketiaknya kiri dan kanan, yang mana langsung membuat Haikal tergelak karenanya.

"Eh, eng-enggak, sayang. Mamah memang belum mandi, tapi masih wangi kok." Miranda melirik Haikal sekilas. Ia malu banget dikatain Ochan bau acem di depannya.

"Mamah itu siapa?" Ochan menunjuk wajah Haikal yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Ochan sebenarnya sudah sering melihat Haikal berkeliaran ke rumahnya, namun ia belum mengenal namanya.

"Itu, itu Om Haikal, sayang." Miranda melepaskan tubuh Ochan dari pangkuannya. Ia pun menarik tangan Haikal sedikit menjauh.

"Kenapa bapak masih di sini. Bapak boleh pulang sekarang juga!" ucapan bernada seperti mengusir itu membuat Haikal menarik napasnya pelan.

"Kamu ngusir aku?"

"Bukan begitu, Pak. Tapi--"

"Mamah, Ochan mau main sama Om Ikal." tiba-tiba Ochan sudah ada di belakang dan bergelayut manja di lengan Haikal.

Hep

Haikal langsung menggendong bocah menggemaskan itu.

"Ochan mau main sama om?" tanya Haikal berbinar. Ia senang karena Ochan ternyata tidak takut padanya. Padahal Haikal waktu itu sempat mengajaknya bermain saat Miranda mengajar, namun bocah itu menolaknya.

"Mau banget, Om. Ayok kita masuk. Ochan punya banyak mainan lho," ucapnya sangat menggemaskan. Tentu Haikal langsung mengecupi keningnya.

"Ayok, sayang." tanpa meminta persetujuan dari Miranda, Haikal nyelonong masuk ke dalam begitu saja.

Miranda pun akhirnya juga masuk. Membiarkan Ochan bermain sama Haikal. Sementara Anni langsung ijin pulang saat Miranda sudah datang.

****

Setelah selesai mandi, Miranda langsung menuju dapur untuk memasak makan malam. Dari ruang tamu, Haikal dapat melihat wanita pujaannya sangat cekatan ketika memasak. Haikal semakin jatuh cinta dibuatnya. Apalagi ada satu yang berhasil menarik perhatian mata Haikal. Kini tatapannya tertuju pada pinggang Miranda yang sangat berisi dengan belahan bokong sangat montok, membuat tubuh Haikal seketika langung berdesir melihatnya.

"Om kenapa?" tanya Ochan merasa aneh.

Haikal tak menjawab, melainkan terus fokus menatap tubuh indah Miranda dari belakang.

"Shhttt, jangan berisik." Haikal mendaratkan jari manisnya di bibir mungil Ochan. Ini adalah kesempatan langka, maka Haikal tak menyia-nyiakan begitu saja.

"Om ngelihatin apa si?" tanya Ochan kebingungan. Ia yang belum mengerti apa-apa pun memilih untuk fokus dengan mainannya.

"Sayang, kita makan dulu yuk." Miranda baru saja selesai masaknya. Dan kini menata semua makanannya di meja makan.

"Iya sayang sebentar lagi." bukan Ochan yang menjawabnya melainkan Haikal.

"Apaan si siapa juga yang manggil dia sayang," gerutu Mira dalam hati.

Makan malam sederhana pun berlangsung dengan keceriaan Ochan. Ia senang sekali karena untuk pertama kali makan malamnya tidak hanya ditemani sang mamah, juga dengan seorang pria tampan yang menurut Ochan wajahnya begitu mirip dengannya.

"Om Ikal besok ke sini kan?" tanya Ochan di sela-sela makannya.

Baru saja Haikal mau menjawab, namun Miranda menyelanya dengan cepat.

"Tidak, Ochan. Om Haikal juga punya kesibukan," jawab Miranda. Ochan merasa sedih dan langsung mengerucutkan bibirnya.

"Mir, saya gak masalah lho kalau besok--"

"Aaaa--" Haikal tak melanjutkan ucapannya. Di bawah sana, kaki Miranda tengah menginjaknya dengan kencang.

"Kalau sudah selesai bapak boleh pulang!" ucap Miranda tersenyum simpul. 

"Hem, ya sudah kalau begitu saya pamit. Terima kasih untuk hari ini, Mir. Saya bahagia berada di sampingmu," ucap Haikal jujur. Senyumnya tak pernah pudar. Betapa tidak, hatinya bersorak bahagia. Setelah beberapa bulan mendekati Miranda, akhirnya Haikal bisa sedekat ini berada di sampingnya.

Lain hal dengan Miranda, wanita itu merasa risih karena sejak tadi Haikal terus menatapnya tanpa berkedip. Ia pun menjadi salah tingkah, namun masih mampu menyembunyikan kegugupannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status