Share

Wanita pujaan Haikal

"Astaga apa yang dia lakukan." Miranda tersentak saat lamunannya buyar. Ia menggelengkan kepalanya seraya menghilangkan rasa aneh yang tiba-tiba menyergap tubuhnya. Bagaimana pun juga Miranda adalah wanita normal. Saat tadi Haikal menciumnya, membuat Miranda rasanya butuh akan belaian lelaki. Tak dipungkiri hidup sebagai janda membuatnya terkadang kesepian. Namun balik lagi kedirinya sendiri, Miranda enggan untuk menikah lagi.

"Aku harus fokus bekerja demi masa depan Ochan," gumamnya duduk di sisi ranjang.

Miranda bahkan tidak kepikiran mencarikan Ayah sambung untuk putranya itu. Miranda takut, pria yang menikah dengannya nanti akan menjahati Ochan seperti berita yang ia tonton. Kebanyakan Ayah tiri memang jahat, tidak bisa menyayangi anak sambungnya dengan tulus, walaupun kenyataanya tidak semua seperti itu. Hanya saja Miranda harus waspada demi keselamatan anaknya.

Selagi hidupnya bahagia dan nyaman, Miranda memutuskan tidak untuk menikah. Apalagi dengan Haikal, pria tampan idaman para gadis. Ia yakin Haikal hanya terobsesi saja padanya, sebab itulah Miranda menolak dengan tegas. Terlebih ia masih trauma dengan yang namanya laki-laki.

Keesokan hari, Miranda ada jadwal mengajar di jam 9 pagi. Sebelum berangkat, Miranda memasak dulu dibantu dengan Anni, pengasuh Ochan sejak bayi. Anni memang tidak tinggal bersama Miranda, sebab ia pun memiliki suami. Jadi ia pulang pergi menggunakan sepeda motor ke kontrakan Miranda.

"Ann, nanti untuk makan siangnya di angetin lagi saja ya, takut Ochan gak mau makan yang dingin," ucap Miranda pada Anni.

"Siap, Mbak," jawab Anni bersemangat. Ia senang bekerja dengan Miranda. Orangnya ramah dan supel.

"Mamah berangkat ya, sayang. Kamu jangan nakal, kasian Mbak Anni jagain kalau kamunya nakal." Miranda berjongkok menyetarakan tingginya dengan Ochan.

"Iya Mamah, Ochan gak nakal kok," ucapnya menggeleng dengan bibir mengerucut. Ochan tak terima dirinya dianggap nakal.

"Anak pintar, kalau begitu kamu makannya ditemenin Mbak Anni ya. Mamah mau langsung berangkat," ucap Miranda sambil mengusap kepala Ochan.

"Siap, Mamah," jawab Ochan mengangguk hormat. Ia pun menciumi pipi mamahnya kiri dan kanan.

Tiba di kampus

Miranda menyempatkan waktu makan bekal yang ia masak tadi. Masih ada waktu 20 menit lagi untuk mengajar. Ia sengaja tidak makan di rumah karena takut akan telat. Jadi lebih tenang makan di sini. Walaupun rasanya kurang enak makan sendirian.

"Eh, Bu Mira ada kelas pagi?" tanya Pak Raykel, salah satu dosen yang menaksir Miranda sejak lama.

"Eh, Pak Raykel. Iyanih, Pak. Dikit lagi saya masuk kelas," jawab Miranda tersenyum. Ia memang sosok ramah jika sama orang yang sudah di kenal lama. Apalagi Pak Raykel ini teman satu profesinya.

"Hemm begini, Bu--" ucap Pak Raykel tersenyum canggung sambil garuk-garuk kepala.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Miranda mengernyit.

"Besok kan weekend, apa Ibu ada waktu? Hem maksudnya apa ada kegiatan lain?" tanya Pak Raykel asal saja. Sebenernya ia mau mengajak Miranda jalan-jalan, namun Raykel bingung memulainya darimana.

Miranda yang sudah tahu maksud terselubung dari pria ini hanya tersenyum getir.

"Ada sih, Pak. Besok saya mau ngajak anak ke gramedia. Karena ada beberapa buku yang harus saya beli," ucap Miranda nyaris tanpa ekspresi.

"Oh kalau begitu apa saya boleh ikut?" Pak Raykel semakin antusias. Ia tidak masalah kalau harus jalan bertiga dengan anaknya Miranda.

"Haduh, bagaimana ya, Pak. Anak saya tuh anti jalan-jalan sama orang lain." Miranda mencari-cari alasan agar Raykel tidak memaksa.

"Oohh begitu," ucapnya manggut-manggut dengan lesu. "Tidak masalah, lain kali saja bisa kan, Bu?" Raykel tak pantang menyerah. Ia berharap bisa jalan sama janda cantik ini.

"Lihat nanti saja ya, Pak," jawab Miranda. Ia tak mau memberi harapan untuk Pak Raykel. Karena dirinya memang tak memiliki perasaan untuk pria itu.

"Kalau begitu saya permisi, ini sudah waktunya masuk kelas." Miranda membereskan bekas makanannya, lalu bergegas untuk mengajar.

"Silahkan, Bu," ucap Pak Raykel memberi jalan.

*****

Sementara di tempat lain, Haikal, yang mendapat laporan dari mata-matanya merasa geram saat ada yang mendekati wanita pujaannya itu. Haikal menggebrak meja sangat kencang hingga tak sadar dirinya kini tengah menjadi pusat perhatian para bawahannya.

"Pak Haikal kenapa ya, tiba-tiba marah. Apa lagi kesurupan?" bisik salah satu karyawati.

"Entahlah, paling juga karena si janda montok itu," balas karyawati lain tersenyum sinis. Mereka semua tahu bahwa atasannya kini sedang jatuh hati pada seorang janda yang tengah bekerja sebagai dosen di Universitas bersebrangan perusahaan ini.

"Kayak tidak ada wanita lain saja, perasaan di sini banyak gadis. Kenapa Pak Haikal tidak tertarik ya," bisik karyawati itu pada temannya.

"Mungin si janda montok pakai pelet. Kita mana tahu kan? Apalagi Pak Haikal seorang Bos. Pasti dia mau memanvaatkan harta Pak Haikal saja," ucapnya lagi.

Haikal yang mendengar pun merasa geram. Walaupun para karyawati itu jaraknya jauh, tapi Haikal yang memiliki indra keenam bisa mengetahui apa yang mereka bicarakan.

"Jika sekali lagi kalian membicarakan wanita pujaanku. KALIAN AKAN SAYA PECAT!" ucapnya dengan lantang. Tentu saja para karyawati itu langsung terlonjak. Mereka semua ketakutan dan kembali ke meja masing-masing.

Haikal mengusap wajahnya kasar. Ia tidak berkonsentrasi hari ini. Gara-gara dikirimin vidio yang memperlihatkan Miranda bicara dengan seorang pria.

"Dasar dukun pembohong! Katanya dalam satu hari Miranda akan mengejar-ngejarku, tapi mana?" gumamnya menggerutu kesal. Ia merasa dibohongi oleh dukun sakti dari desa belantara itu.

Haikal langsung menuju kampus tempat Miranda ngajar. Dirinya begitu gelisah kalau belum melihat wajah cantik wanitanya dan menemui pria yang menggodanya itu.

Di parkiran, Haikal tak sengaja menabrak Lussi, sekretaris seksi-nya yang sudah lama menaruh hati pada Haikal.

"Maaf, saya terburu-buru," ucap Haikal mengibaskan jas-nya. Ia sempat merasa tubuhnya menyenggol benda empuk milik Lussi.

Lussi hanya tersenyum percaya diri. Ia senang bisa bertabrakan dengan pria pujaannya.

"Gak apa-apa, memang bapak mau kemana? Bukankah nanti siang kita ada pertemuan dengan Tuan Tison?" tanya Lussi mengingatkan.

Haikal pun menepuk jidatnya.

"Diwakilkan saja dengan kamu ya, karena saya ada urusan penting."

"Tapi, Pak--"

"Please, ini perintah okey!"

"Baik, Pak," jawab Lussi mengangguk. Lagipula Lussi sendiri pun bisa menanganinya.

Setelah mendengar jawaban Lussi, Haikal langsung megambil motor kantor untuk menuju ke kampus. Ia tidak menggunakan mobil, karena jarak dari kampus itu sangat dekat. Bila berjalan kaki Haikal akan kepanasan, jadi ia membawa sepeda motor.

Lussi yang menyaksikan pun merasa bingung. Sejak kapan seorang Haikal Haditama keluar dengan menggunakan motor.

"Pasti ada hubungannya dengan wanita itu," batin Lusssi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status