Reza seharian uring-uringan. Sudah jam sepuluh siang, tapi Reza belum mau makan apa-apa dari pagi. Anak lelaki itu kesal sekaligus sedih karena Jaja tidak datang ke rumahnya hari ini. Bik Narsih sudah membujuknya agar mau makan, tetapi Reza masih mengunci rapat mulutnya."Makan, Bang. Nanti sakit perut," ujar Yasmin parau karena kakinya sedang dipijat oleh tukang urut langganan keluarga Vera."Iya nanti. Abang tidak lapar. Abang cuma sepi saja," sahut Reza sendu sambil melamun memperhatikan lego di depannya."Besok juga Bang Jaja ke sini. Ibunyakan lagi sakit, Bang."Reza tidak menyahut, ia malah keluar dari kamar Yasmin lalu turun ke bawah untuk menghampiri Narsih yang sedang membuat puding di dapur.Yasmin memandang layar ponselnya. Ada nama papanya tertera di sana. Yasmin enggan mengangkat tapi bunyi itu terus saja berdering.Hallo, Assalamualaykum, Pa.Lagi diurut, Pa. Kaki Yasmin keseleo, tapi sudah tidak apa-apa kok.Aduh, jangan besok deh, Pa. Yasmin aja ga tau kapan baru bener
Lo siento hermana, no he podido encontrar a Riani.(Maafkan aku, Kak. Aku belum bisa menemukan Riani).Ttuuutt...ttuuutt....Sambungan itu terputus. Lelaki berwajah bule mencoba kembali menghubungi seseorang.HalloApa sudah ada kabar?Lama sekali saya tunggu.Saya tidak pakai kamu lagi, jika dua hari nanti tidak ada kabar.****Sementara itu di kamar Yasmin udara mendadak panas, padahal Yasmin baru saja selesai mandi dibantu oleh Bik Narsih. Ia juga mengenakan piyama terusan pendek tanpa lengan, balkon kamar juga sudah dibuka agar udara dan matahari pagi masuk ke kamarnya. Namun tetap saja hawa kamar terasa panas. Semua ini dikarenakan foto yang baru lima menit lalu ia lihat. Rasa penasaran membuat Yasmin akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi Jaja.Di lain tempat yaitu lebih tepatnya di sebuah rumah sakit. Seorang wanita paruh baya masih tertidur pulas karena baru saja selesai sarapan. Namun tidurnya terganggu karena suara ponsel anaknya yang sedari tadi berdering.Masih denga
Yasmin mengganti pakaiannya dengan kesal. Bagaimana bisa Jaja tidak menyimpan nomor ponselnya. Dengan perlahan Yasmin memakai rok plisket model dengan panjang di bawah lutut sambil sesekali menahan sakit kakinya. Ia juga mengenakan baju kaos berkerah wanita yang sangat pas di tubuhnya.Tak lupa ia menguncir tinggi rambut hitam ikal miliknya lalu mengoleskan lipstik tipis di bibirnya."Amih mau ke mana? Kaki amih bukannya sakit?" tanya Reza saat masuk ke dalam kamar amihnya yang terlihat sedang berdandan rapi."Amih mau menjenguk Nenek Ambar," sahut Yasmin dengan berjalan sedikit pincang meraih tas selempang mini miliknya."Ibunya abang Jaja?" tanya Reza dengan wajah berbinar."Betul, Sayang." Yasmin mengangguk sambil tersenyum."Abang boleh ikut tidak?" tanya Reza ragu-ragu."Tidak boleh bawa anak kecil ke rumah sakit, Bang," jawab Yasmin kini sudah duduk di sebelah Reza, mengusap lembut rambut ikal anak lelakinya itu."Tapi waktu opa sakit, abang boleh jenguk," sanggah Reza sambil me
"Yasmin, ada apa ini?" teguran seseorang dengan suara bariton membuat keduanya tersadar lalu melepaskan dekapan.Yasmin kaget dengan lelaki yang kini memandangnya dengan penuh tanda tanya. Begitu juga Jaja yang sudah sangat salah tingkah, seperti pasangan yang ketahuan pacaran di semak-semak oleh warga. Antara kaget dan malu."Kamu bukannya sakit? Kenapa bisa ada disini?" tanya Dimas sambil berjalan mendekati Yasmin sambil mengulurkan tangan untuk membimbingnya berjalan. Jaja memandang keduanya dengan mata sayu."Aku bertemu dengan dokter sekaligus menjenguk ibunya Jaja." sahut Yasmin yang menoleh ke arah Jaja."Oh ya sudah, ayo kita pulang! Kamu tidak bawa mobilkan?" ajak Dimas tersenyum hangat."Tadiannya aku mau naik taksi online tapi karena ada kamu, ya sudah dengan kamu saja.""Kami pamit ya, Ja," ujar Dimas mewakili Yasmin. Lelaki itu entah kenapa tidak begitu suka dengan Jaja.Jaja mengangguk sambil tersenyum ramah."Hati-hati, Bu. Terimakasih atas kunjungannya dan semoga lekas
Ada apa sih, Pa? dari tadi mondar-mandir terus." tanya Yasmin dengan raut bingung."Bener yang namanya Jaja mau jadi suami kamu?""Apa?!" Yasmin dan Dimas sama-sama memekik kaget."Bukan Jaja, Om. Tapi saya yang akan menjadi suami Yasmin sekaligus papa baru Reza." ucap Dimas dengan nada tegas."Apa?!" Kali ini Pak Miharja dan Yasmin memekik serentak.Keduanya memandang Dimas dengan tatapan penuh tanya. Lelaki itu dengan wajah tegang, berusaha tersenyum lebar pada Yasmi dan juga omnya. Bukannya membalas senyum Dimas, Yasmin malah memutar kedua bola mata malasnya."Maksudnya apa ini? Kenapa Om terlewat berita seperti ini? Yasmin tidak pernah cerita apapun," ujar Pak Miharja masih dengan pandangan lurus pada Dimas."Tidak perlu cerita apapun, Pa. Saya dan Dimas tidak ada hubungan apa-apa, kecuali sepupu jauh," tegas Yasmin sambil melirik Dimas dengan sengit."Tapi, Yas, Saya benar-benar memiliki perasaan spesial pada kamu. Saya serius dengan ucapan saya," ujar Dimas dengan nada lemah lem
Yasmin membuka pesan whatsaap. Membaca beberapa pesan dari Maria, Renita dan juga Alex. Sekilas ia menemukan keanehan pada pembaharuan status Vera.Alhamdulillah, akhirnya calon mertua mau tinggal di dekat aku. Makasih Mama Ambar."Apa sih ini maksudnya?" Kening Yasmin berkerut. Bahkan dadanya sedikit sakit membaca status Vera. Bukankah Bu Ambar ibunya Jaja."Apa Jaja dan Bu Ambar berniat tinggal di rumah Vera? Oh...tidak bisa!"Yasmin bangun dari ranjangnya. Berjalan terseok menuju lemari untuk mengambil tas selempang mini miliknya. Tangannya sibuk di layar ponsel sedang memesan taksi online.Wajahnya gusar dan hatinya tidak tenang begitu membaca status WA milik Vera. Keluar dari kamar lalu dengan sangat hati-hati turun dari lantai dua. Ia harus tetap fokus pada langkahnya agar tidak tergelincir. Bik Narsih yang sedang menyapu ruang tengah memperhatikan majikannya yang berjalan melewatinya."Ibu, mau ke mana? ini sudah mau magrib." tanya Bik Narsih sambil berjalan mengekori Yasmin."
Yasmin, Vera, dan Jaja kini sudah berada di lobi rumah sakit. Mereka duduk di kursi tunggu dengan posisi berderetan. Vera, Yasmin kemudian paling ujung adalah Jaja. Wajah Vera terlihat tidak senang, sedangkan Yasmin berusaha terlihat cuek. Padahal sebenarnya ia juga malu dan deg-degan karena sudah ketahuan disuapi makan oleh Jaja."Ada apa ini sebenarnya? jawab jujur. Kamu ada hubungan apa dengan Jaja?" tanya Vera tegas sambil memperhatikan Yasmin dan Jaja bergantian."Aku ada hubungan apa juga bukan urusan kamu. Tugas kamu bukannya hanya sebagai dokter dan teman. Tidak perlu menanyakan hal yang tidak penting," sahut Yasmin cuek. Ekor matanya melirik Vera masih dengan wajah tak suka."Tapi menurut aku ga pantas sih, seorang supir menyuapi majikannya tanpa keduanya memiliki hubungan spesial," ketus Vera lagi.Yasmin dan Jaja semakin berdebar. Yasmin tidak siap jika harus mengakui perasaannya,karena memang ia sendiri tidak paham kenapa bisa bertingkah aneh seperti ini."Saya dan Bu Yasm
Benar saja, saat ini Yasmin sudah berada di sebuah toko furniture. Membeli dua buah ranjang berukuran single. Yasmin juga membeli lemari minimalis dan meja bufet. Setelah berbelanja barang besar, kini saatnya Yasmin berbelanja barang kecil untuk isi rumah yang akan ditempati oleh Jaja dan ibunya.Kompor berikut gasnya, blender, piring, mangkuk, penggorengan lengkap dengan sutilnya. Set teko air, keset kaki, sabun, sampo dan aneka kebutuhan harian Jaja.Cukup lama supir taksi online itu menunggu Yasmin selesai mampir sana sini. Tentu saja ia tidak merasa keberatan, karena Yasmin berjanji akan membayar ongkos taksi empat kali lipat jika sang supir mau menunggu.****Sementara itu di rumah sakit, tepatnya di dalam bilik Bu Ambar. Jaja sedang menuangkan air ke dalam gelas. Segala hal yang terjadi hari ini membuat ia tidak yakin seakan bermimpi mampu memeluk gunung. Dua gelas sudah air yang ia habiskan hanya dalam beberapa detik. Bu Ambar memperhatikan Jaja yang terlihat aneh."Ngapa lu?"