Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan di ballroom sebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman sekolah Amira, dan tentu saja belum lagi tamu dari pihak keluarga R
Jangan lupa simpan di reading list kamu ya.🥰😘😘Selamat membaca.Jaja dan Nanang sedang menikmati makan siangnya di kantin pabrik. Seperti biasa, Jaja hanya membawa lauk nasi dan ikan goreng, lalu dibaluri kecap, sedangkan Nanang bekal makan siangnya disiapkan oleh Nunung, pacarnya. Ada tumis kangkung dan ayam goreng.Jaja melirik kotak bekal Nanang. "Enak bener dah ah, yang punya pacar. Dimasakin terus," goda Jaja sambil mencolek lengan Nanang."Makanya lu, Ja. Kalau cari calon istri, janda aja. Selain jago masak, pinter nyari duit, pasti pinter juga wik..wiik..wiikk...!""Lha, bunyi kasur gua itu." Jaja terbahak, begitu juga Nanang.Huukk!Huuk!Jaja tersedak tulang ikan. Air matanya meleleh."Tulang...tulang...tolong!" susah payah Jaja meminta tolong pada Nanang, namun Nanang tidak paham juga. Ia berlari ke tenda penjual nasi campur."Mbak, tolong ... nasi...!""Pake lauk apa?""Gak...pake... lauk!" terputus-putus Jaja bicara pada pelayan warung."Nasinya aja?" tanya pelayan waru
Dian dan Yuni lebih dahulu sampai di kediaman keluarga almarhum bos mereka. Suasana duka masih terlihat sangat kental, para sanak famili juga masih silih berganti keluar masuk dalam kediaman keluarga almarhum Arman. Ada kurang lebih karangan bunga ungkapan duka cita yang dikirimkan oleh para relasi, sahabat dan keluarganya.Dian memarkirkan motornya di samping sebuah pohon besar. Ada juga beberapa motor sudah terparkir disana. Siapa sih yang tidak kenal dengan kawasan Pondok Indah. Semua orang begitu familar dengan nama tersebut. Tidak ada rumah tipe tujuh puluh disana. Semua rumah terhiung ratusan meter."Jaja ke mana sih?lama bener!" Gerutu Dian sambil membetulkan posisi kerudungnya."Mampir dulu kali beli air, kasian haus karena gowes," Sahut Yuni ikut duduk di atas motor Dian."Eh, panjang umur lu, Ja. Baru disebutin udah nongol.""Aamiin ya Allah. Semoga gue panjang umur." Jaja menyandarkan sepedanya di pohon besar. Matanya menatap jejeran karangan bunga yang memenuhi sepanjang j
Jaja menjadi bulan-bulanan di pabrik, bahkan sudah tiga bulan berlalu dari kejadian paling memalukan dalam hidupnya. Kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan. Sudahlah nyungsep di depan orang banyak, celana sobek. Pada saat mau pulang, sepatu sebelah kiri, raib entah kemana. Ditambah badan masih pada bentol digigit semut.Jadilah Jaja menggowes sepedanya hanya menggunakan sepatu sebelah kanan. Yuni dan Dian bahkan tidak bersimpati sama sekali, mereka malah terbahak hingga meneteskan air mata."Kalau gue jadi lu, sih. Mending gue bunuh diri saat itu juga," ledek Janu sambil terkekeh. Diikuti ledak tawa yang lainnya.Saat ini mereka sedang berkumpul di kantin pabrik. Sedang istirahat dengan jam bergantian."Udah sih, jangan dibahas!" Jaja bersungut, wajahnya berubah jadi bete. Jangan ditanya lagi bagaimana malunya dia, nyungsep di depan orang yang sedang berduka. Hingga semua yang hadir disana ikut tertawa. Bahkan Reza anak almarhum bos Arman, terbahak sampai terbatuk-batuk."Jaja...
"Mmm...saya mau bicara sesuatu." ujar Malik pelan, suaranya terdengar sedikit ragu. Yasmin yang baru saja fokus pada laptopnya, akhirnya menoleh pada Malik. Wajah Malik terlihat tegang."Iya silahkan!ada apa?""Mmm...tapi kamu jangan tersinggung ya?""Iya, ada apa sih?" kening Yasmin sampai bertaut, menanti apa yang akan Malik utarakan."Bagaimana kalau saya menggantikan posisi almarhum Arman di hati kamu?"****Suasana ruangan Yasmin mendadak hening. Yasmin nampak cukup syok dengan apa yang baru saja ia dengar. Malik adalah teman dekat suaminya, lelaki yang juga menyukai Yasmin sejak bangku kuliah. Meskipun Malik dua tahun lebih senior dari Arman, namun mereka dekat karena sama-sama aktifis pendaki gunung.Ternyata hingga saat ini, Malik belum juga move on dari Yasmin. Terbukti, sampai saat ini ia masih single. Dan lelaki di depan Yasmin ini, sedang menatapnya dengan penuh takjub."Maaf, Mas. Jika tidak ada hal penting lainnya untuk dibicarakan, lebih baik mas Malik kembali ke ruanga
Jaja mandi terburu-buru setelah mendengar ucapan bapaknya, yang akan menjual sepeda butut miliknya. Suara bu Ambar, ibunya Jaja tidak terdengar, padahal sedari tadi Jaja memanggil-manggil ibunya.Masih menggunakan handuk saja, Jaja berlari ke depan rumah kontrakannya. Benar saja, sepeda butut miliknya sudah tidak ada di teras. Wajahnya berubah kesal dan marah, dengan serampangan ia memakai sendal dan pergi menyusul tempat biasa bapaknya berjudi dan mabuk-mabukan.Tak dipedulikannya kekehan tetangga melihatnya bertelanjang dada. Malah mereka seakan mendapat tontonan gratis dari lelaki kampung yang lumayan tampan. Perut rata dan aroma sabun serta sampo sehabis mandi, membuat ibu-ibu yang sedang berada di depan rumahnya, melongo melihat Jaja berjalan terburu-buru."Seksi amat, Ja. Ga dingin itu!" celetuk salah satu tetangga Jaja."Coba laki gue, perutnya kayak Jaja." Celetuk yang lainnya."Duh, gue gerah mak, liat perut Jaja."Dan entah apa lagi godaan dari para tetangga yang rata-rata i
Suara yang keluar dari arah belakang Jaja berdiri, tentu saja membuat karyawan yang berada tidak jauh dari tempat Jaja menoleh, bahkan mereka ikut melotot kaget seperti bu Yasmin dan Jaja. Jaja sendiri, sudah menutup pantatnya dengan tangan kiri, namun bau semerbak itu telanjur melayang di udara dan ditangkap oleh indera penciuman setiap orang yang ada disana.Kepala Yasmin saja sampai sempoyongan dan perutnya bergejolak, ia berusaha mati-matian menahan mual karena bau busuk yang keluar dari pantat salah satu keryawannya.Teman-teman Jaja tidak berani tertawa, karena masih ada bos mereka yang menatap tajam pelaku penyebaran bau busuk.Rahang bu Yasmin mengeras marah, karyawan yang sangat kurang aja, pikirnya. Tangannya yang putih, sedang menutup hidung sekaligus mulutnya.Jaja sudah menunduk malu, bahkan sangat malu. Ya Allah, Jaja rasanya ingin mati saja saat ini. Air matanya sudah menggenang, tanda ia benar-benar dalam keadaan tidak ada harga dirinya lagi."Kamu ke ruangan saya seka
Pagi yang cerah, matahari sudah tampil sangat cantik pada pukul tujuh pagi. Disebuah gang kecil, seorang ibu sedang menjemur bayinya penuh suka cita. Tidak jauh dari sana, seorang wanita paruh baya, menjemur ibunya yang sudah sepuh, duduk di kursi roda, sambil berbincang dan memijat lembut tangan wanita sepuh itu. Mata mereka melihat ke arah ujung gang buntu itu, dimana ada tumpukan warga yang cukup ramai.Warung nasi uduk dan lontong sayur yang ramai didatangi warga, apalagi masih baru. Dan rasanya lumayan enak. Ialah bu Ambar, ibu dari Jaja yang berjualan nasi uduk, lontong sayur dan aneka gorengan. Lelaki muda yang sebenarnya memiliki wajah tampan tapi tidak terurus itu, ikut melayani tetangga yang membeli sarapan di warung nasi uduk ibunya. Walaupun hanya beralaskan meja yang sedikit lagi rubuh, namun bu Ambar dan Jaja tetap semangat melayani pembeli."Jaja ga kerja?" Tanya seorang wanita muda yang usianya tidak jauh dari Jaja."Kerja, May. Nanti jam delapan berangkat." Sahutnya s