"Tadi sudah dibilang gunakan sepatu saja, kenapa keras kepala mengunakan hils." Meski dengan marah, Wira membantu Sekar mengenakan sepatu cats yang diambilkan suaminya.
Ada jamuan makan malam di istana kepresidenan, open house. Sekar dan Wira ikut serta dalam jamuan itu. Karena ini tidak sering Adi adakan, tamu yang datang banyak walau tidak bisa lama-lama, tapi mereka senang bisa bertemu dengan Presiden mereka."Nyaman sekarang?" Wira memastika istrinya yang sudah mengenakan sepatu."Lucu saja, Mas, mengenakan kebaya harus pakai sepatu." Memakai kebaya warna light blue sky, dengan perut yang sedikit buncit, membuat Sekar semakin cantik. Wira sendiri mengenakan kemeja polos dengan warna senada."Akan semakin lucu jika kamu malah kelelahan karena hils itu. Sekarang duduk di sini, jangan memaksakan diri." Perut Sekar sudah terlihat, usia kandungan masuk ke 6 bulan.Wira menatap tegas, agar istrinya tidak terus menja"Mas baik-baik saja?"Rasa khawatir langsung menghinggapi Sekar ketika mendengar cerita suaminya. Hal yang dia tahan beberapa waktu ini akhirnya diungkapkan, karena hanya Sekar yang Wira miliki ketika kenyataan tentang ibunya dia ketahui."Entahlah, aku hanya tidak bisa berpikir dengan benar. Besok pagi aku berangkat pukul 5 dan langsung ke Batalyon, tidak apa-apa kan?""Dengarkan Sekar, jangan mengalihkan pembicaraan. Sekar, Gala, dan keluarga di sini sangat sayang pada Mas. Jangan berkecil hati karena ini, mungkin ada satu alasan yang tidak bisa ibu Mas katakan. Hargai dia sebagai ibumu, jangan membencinya ya, Mas?" Sekar tidak mau jika masalah Wira dengan orang tuanya kian melebar dan membuat beban pikiran Wira."Aku tidak membencinya, aku sadar jika hidupku sekarang karena sebuah keberuntungan. Anak yang tidak diharapkan sepertiku hanya pantas menderita," sahut Wira."Apa Mas menderita hidup bersamaku? Jangan
Triana harus menikah muda karena jebakan dari suaminya yang tak lain ayah Wira dan juga Gala, usianya masih sangat muda saat Triana menjadi seorang isteri. Belum lagi tak lama dia hamil, bukan malah senang. Triana merasa kehamilanya sebuah beban, dan alasan itu dia tidak begitu menyukai Wira. Karena Wira adalah kesalahan menurutnya."Tunggu! Aku belum selesai bicara denganmu!" Wira memilih pergi daripada terus mendengar kebenaran yang ibunya katakan. Hatinya tentu terluka, tapi bisa apa dia yang tidak bisa membantah sang ibu meski gurat kebencian tergambar jelas diwajahnya.Tidak ingin peduli, Wira memberikan berkas yang dipegang dan masuk ke kamar rawat Gala. "Apa sudah selesai, Mas?" tanya Gala."Sudah. Apa kau memerlukan sesuatu? Aku lelah sekali, ingin tidur sebentar tidak apa-apa kan?" Tetap berusaha tenang, tidak peduli dengan apa yang Triana katakan sedang dia lakukan."Mas istirahat saja."Wira berbaring d
"Tidak ada anak yang merepotkan orang tua. Itu memang kewajiban kalian sebagai orang tua, jangan terkesan Mas Wira anak sulung lantas dia menerima semua beban tanggung jawab kalian sebagai orang tua. Pernah dia mengeluhkan apa yang dia rasakan? Tidak, bahkan padaku saja tidak. Aku merasa malu hidup dengan hasil keringatnya. Mana hati nurani kalian sebagai orang tua? Beri aku satu alasan kenapa Anda seperti menghindarinya. Bahkan saat darahnya ada ditubuh Anda, memberikan Anda kesempatan hidup, tidak ada rasa terima kasih sedikitpun padanya. Apa salahnya? Apa!" Kembali Gala bicara dengan nada tinggi. Dia sudah lelah dengan ini semua, kasihan Wira diperlakukan seenaknya sendiri. Harus menerima beban yang harusnya bukan tanggung jawabnya hanya karena Wira putra sulung. Triana tidak bisa menjawab, dia saja malu menatap putra sulungnya karena membiarkan dia menderita dengan memberikan beban besar mengasuh adiknya. Namun, untungnya karir yang Wira j
"Memang bukti apa yang kamu miliki tentang anak bungsu Sutanto?" Setelah acara mereka sedang bersantai di rumah dinas. Sekar sendiri sudah tidur lebih awal karena memang sangat lelah."Saya tidak sengaja bertemu dengannya beberapa waktu lalu di parkiran sebuah Mall, ketika ingin membelikan keinginan Sekar. Dia bercumbu di depan mobil tanpa malu. Rekamannya masih saya simpan, ternyata berguna juga video itu.""Kamu tetap harus hati-hati, Nak. Jangan melawan orang seperti mereka. Cukup ayah yang bodoh berurusan dengan mereka," ucap Adi."Setidaknya Bapak lepas dari belenggu mereka." "Oh ya, untuk acara tujuh bulanan. Mau di adakan bagaimana?" Adi mengalihkan obrolan mereka."Sekar minta di rumah Semarang, di tempat nenek, tapi jadi atau tidak saya pastikan pada Sekar dulu."Malam itu tidak hanya membahas hal yang tadi terjadi, tapi juga membahas pekerjaan dan juga agenda Adi yang sebelumnya ditangan W
"Tadi sudah dibilang gunakan sepatu saja, kenapa keras kepala mengunakan hils." Meski dengan marah, Wira membantu Sekar mengenakan sepatu cats yang diambilkan suaminya.Ada jamuan makan malam di istana kepresidenan, open house. Sekar dan Wira ikut serta dalam jamuan itu. Karena ini tidak sering Adi adakan, tamu yang datang banyak walau tidak bisa lama-lama, tapi mereka senang bisa bertemu dengan Presiden mereka."Nyaman sekarang?" Wira memastika istrinya yang sudah mengenakan sepatu."Lucu saja, Mas, mengenakan kebaya harus pakai sepatu." Memakai kebaya warna light blue sky, dengan perut yang sedikit buncit, membuat Sekar semakin cantik. Wira sendiri mengenakan kemeja polos dengan warna senada."Akan semakin lucu jika kamu malah kelelahan karena hils itu. Sekarang duduk di sini, jangan memaksakan diri." Perut Sekar sudah terlihat, usia kandungan masuk ke 6 bulan.Wira menatap tegas, agar istrinya tidak terus menja
"Aku tidak menemuinya, hanya minta tolong pelatih untuk bicara. Kondisinya baik berkat Mas, beruntung dia bisa hidup dan menambah hutang budinya pada Mas." Mendengarkan adiknya bicara Wira hanya diam. Entah apa salahnya, hingga ibunya bersikap seperti ini.Jika Triana tau keberadaan Gala, harusnya dia juga tau di mana putra sulungnya. Banyak alasan untuk dia bertanya, namun tetap saja dia tidak mencari Wira. Jaraknya dari rumah sakit ke tempat Wira lebih dekat daripada ke Akademi Polisi untuk menemui Gala."Aku tidak ingin membahasnya. Aku harap kau bisa paham dengan apa yang aku katakan. Jangan mudah percaya." Wira mengalihkan pembicaraan mengenai ibunya. Itu hanya akan membuat hatinya semakin terluka."Siap, Mayor."Sambungan telepon dimatikan, Wira sejenak diam dengan pemikiran tentang ucapan Gala. Walau mulutnya bilang tidak, nyatanya dia tetap memikirkan ibunya."Mas, Ayah ingin bertemu denganmu." Ucapan Seka