Vania, gadis muda yang baru masuk dalam dunia kerja. Dunia kerja pastinya berbeda dengan sekolah atau kuliah, tapi setidaknya atasannya akan mendukung apa saja yang dilakukan Vania. Perdebatan antara sang atasan dengan adik pemilik perusahaan sering terjadi, membuat suasana menjadi tidak nyaman. Andreas adalah atasan Vania, bukan atasan langsung tapi yang mendukung semua kegiatan serta keputusannya. Kedekatan mereka memberikan ketertarikan satu sama lain, Vania yang polos diluar masuk dalam pesona Andreas yang statusnya adalah duda. Vania melupakan latar belakang Andreas, semua berita tentang pria itu dan banyak yang lain. Akankah Vania akan masuk dalam permainan Andreas atau dia membuat permainannya sendiri?
View More"Ahhh...pusing kepala..."
"Kenapa lagi? Cik Fifi lagi? Pak Andreas?" Vania menatap rekan kerjanya yang sudah bekerja sangat lama di perusahaan, lebih tepatnya pabrik. Bekerja di pabrik tidak semudah yang orang bayangkan, lika-liku pegawai pabrik sering membuatnya pusing. Posisi Vania sebagai karyawan baru, atasannya yang baru saja resign membuatnya harus memegang kendali di departemen ini, departemen HR. "Bu, manager baru kapan masuk ya?" Vania menatap Titik yang tampak fokus di layar komputer. "Pak Iwan bilang harusnya besok. Sudah kamu siapkan? Apa mau aku bantu?" "Boleh, memang hitung gaji sudah selesai?" "Tinggal dikit. Kamu kenapa pusing?" Titik bertanya tanpa menatap Vania, memilih melirik sekilas. "Biasa mereka berdua buat pusing, satu maunya apa sedangkan satu maunya apa. Aku bingung mau ngikut yang mana, kalau nanti manager masuk aku bisa tenang." "Pak Iwan bilang managernya masih muda, Pak Andreas sama Cik Fifi langsung suka sama dia. Jangan jatuh cinta." Titik menatap Vania yang tampak tidak peduli "Zaidan nggak kamu tanggapin, memang kurang cakep?" "Nggak kepikiran, bu." "Apa Pak Andreas naksir kamu? Siapa tahu dijadikan istri kedua, aku dengar dia duda. Dia kalau nggak salah itu bapaknya sahabat Pak Fandy." "Kalau manager nggak masuk besok, aku bakal buat surat resign." Vania memijat kepalanya pelan. Perkataan Vania tidak mendapatkan tanggapan dari Titik, pembicaraan mereka seketika terhenti. Vania mencoba fokus dengan pekerjaan yang kedua orang itu minta, mengingat pembicaraan mereka bertiga tadi, tapi Vania tidak menemukan ide sama sekali. Ponselnya berbunyi tampak nama Andreas muncul, pesan masuk yang baru saja dikirim Andreas. Vania sering berdebat dengan Andreas, tapi setiap selesai berdebat Andreas akan menghubungi Vania untuk berbicara berdua, biasanya mereka akan membicarakan tentang perdebatan dengan kepala dingin. Pembicaraan mereka akan disertai dengan makanan dan minuman ringan kesukaan Vania, tidak tahu alasan jelas Andreas melakukan ini semua. "Kemana? Ketemu Pak Andreas?" Titik menatap Vania yang akan keluar. "Ya, bu." "Puas-puasin, besok kalau manager baru datang secara otomatis kalian nggak bisa ngobrol berdua." Vania berdecih pelan mendengar kalimat Titik, memilih menganggukkan kepala sebelum menutup pintu. Ruangan yang seharusnya diisi enam orang, sekarang hanya tersisa dua. Tiga yang lain sedang melakukan pekerjaan berbeda dengan mereka berdua, dimana pekerjaan mereka bertiga adalah mengurus perijinan yang berhubungan dengan aset perusahaan, berhubungan dengan semua hal tentang karyawan terutama training dan terakhir adalah kurir yang lebih banyak dipakai oleh departemen keuangan. "Ada apa, pak?" Vania menutup pintu ruangan Andreas yang fokus pada laptopnya. "Sudah memikirkan ide?" Vania mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Andreas "Pembicaraan dengan Cik Fifi?" "Belum, pusing. Bisa nggak sih satu pemahaman sama Cik Fifi? Pak Andreas bisa satu paham dengan Pak Fandy, kenapa sama Cik Fifi nggak bisa?" Vania menatap kesal kearah Andreas. "Apa yang dia bilang nggak masuk akal, kamu mau minta aku ikut apa yang dia bilang?" Andreas menghentikan pekerjaan menatap Vania malas "Kapan manager kamu masuk? Besok?" Vania menganggukkan kepalanya "Jangan harap ada manager buat kamu terbebaskan dari aku." Vania membuka mulutnya tidak percaya "Maaf ini, pak. Maaf banget. Bukannya nanti saya hanya laporan ke manager? Beliau nanti yang akan lapor ke bapak dan Cik Fifi, jadi ngapain bapak masih minta saya?" Andreas menghembuskan napas panjang "Kamu itu bagian rekrutmen dan seleksi, hubungan dengan saya secara langsung." "Ya paham, tapi nanti ada manager. Saya laporan apapun ke beliau." Vania menatap bingung dengan kalimat Andreas. "Kamu bisa nggak kalau saya bilang itu nurut? Kalian mempunyai job desc berbeda." Andreas tampak berusaha sabar menghadapi Vania. "Saya paham jika job desc kami berbeda, tapi saya nanti dibawah dia bukan bapak dan itu artinya secara otomatis saya melapor semua ke beliau bukan bapak, kalau saya lapor ke bapak itu salah." Vania menatap malas kearah Andreas. Kalimat Andreas seketika membuat Vania kembali kesal, pembicaraan ini yang menjadi perdebatan mereka. Bayangan Vania adalah tetap akan berada dalam situasi seperti ini nantinya, padahal kedatangan manager baru membuatnya senang dimana itu artinya tidak perlu berhubungan dengan mereka para atasan. Menatap hidangan dihadapannya tanpa banyak bicara langsung membuka dan memakannya, tatapannya beralih pada Andreas yang kembali sibuk depan laptop. "Saya kembali bicara dengan Bu Fifi tentang manager PPIC, beliau minta dicarikan pembanding. Kamu hubungi kandidat yang sebelum dia, saya sudah bilang kalau dia dipertimbangkan." "Bapak yakin? Saya sendiri nggak yakin." Vania memastikan Andreas "Apa tidak lebih baik setelahnya?" Andreas terdiam ketika Vania memberikan pendapat, melihat sang atasan hanya diam membuat Vania menikmati makanan kembali. Vania beberapa kali menatap Andreas yang masih tampak berpikir, kandidat yang ada sebenarnya tidak terlalu bagus dibandingkan pengajuan mereka pada Fifi. "Kamu cari yang baru, gimana?" Vania menatap Andreas tidak percaya "Saya kurang sreg sama mereka berdua, Bu Fifi minta yang bisa digaji murah padahal mana ada manager digaji satu digit. Managermu aja dua digit." "Ya, saya yang kerjanya begini gajinya cuman satu digit. Kerjaan saya melebihi manager loh, Pak. Besok kalau manager baru masuk, bapak sama beliau saja bukan saya. Memang nggak bosen lihat saya mulu?" "Nggak, lihat kamu malah buat semangat." Andreas mengedipkan matanya dengan bibir menahan senyum. "Kalau bapak begini yang ada saya resign loh." Vania memberikan ancaman. Andreas mengangkat kedua tangannya "Kamu tahu sendiri saya nggak mudah nyaman sama orang lain, beda kalau sama kamu. Kamu itu kaya udah tahu apa yang saya inginkan tanpa banyak bicara, gimana kalau saya minta Bu Fifi kamu jadi asisten saya?" "Makasih banyak jamuannya, pak. Saya kembali bekerja." Meninggalkan ruangan Andreas yang tertawa melihat sikapnya, langkah kakinya menuju ke ruangan dimana saat ini ruangan sudah dipenuhi mereka-mereka yang baru saja kembali dari pekerjaannya. Vania menjatuhkan diri di kursi tempatnya bekerja, lainnya masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Manager baru namanya siapa, Van?" Putri yang duduk disebelah Vania menatap kearahnya sambil memberikan bungkusan batagor "Besok masuknya, kan? Single nggak?" "Single, mau gebet? Inget tanggal pernikahan depan mata." Reno menyahut yang mendapatkan tatapan tajam dari Putri "Kasih kesempatan Vania yang jomblo." "Enak aja! Bukan jomblo tapi single!" Vania menatap tajam kearah Reno "Pak Aan!" Vania meletakkan telunjuk di bibir saat melihat Aan akan membuka bibirnya. "Saya cuman mau minta gorengan depan Mas Reno, mbak." Suara tawa terdengar di ruangan HR, targetnya jelas Vania yang sekarang wajahnya tiba-tiba merah menahan malu. Beberapa hari sejak keputusan manager baru mereka sudah didapat, secara otomatis menggoda Vania yang masih belum memiliki pasangan. Padahal Vania tidak memikirkan kearah sana, target yang diberikan Andreas sering membuatnya pusing. "Siapa namanya?" tanya Putri lagi. "Jangan terlalu sering sama Pak Andreas, bisa-bisa kalian jatuh cinta nantinya." Reno mengedipkan matanya. "Kita sering sama-sama, kenapa nggak saling cinta ya?" Vania mengerutkan kening tanpa menatap Reno yang langsung berdecih keras. "Zafran, nama manager baru kita besok.""Kalian tahu letak kesalahannya? Bagaimana bisa outsourcing belum membayar gaji karyawan pabrik?" "Mereka belum menerima uang dari kita, Cik. Saya sudah bicara sama Aulia, dia bilang Cik Fifi belum tanda tangan." Titik menjawab pertanyaan Fifi dengan santai."Harusnya kalian berdua bisa handle. Selama ini kita nggak pernah telat bayar mereka." Fifi menatap penuh emosi kearah Titik."Pihak outsourcing sudah kasih bukti rekening koran, Cik. Mereka juga berkali-kali hubungi Aulia dan jawabannya minta dibayar dulu sesuai perjanjian, tapi sudah tiga bulan ini pembayaran terkesan lamban." Vania membuka suaranya."Kita nggak pernah telat bayarnya!" Fifi mengatakan dengan suara keras "Kamu ada di pihak kita atau mereka?" "Saya berada di pihak yang benar, Cik." Vania menjawab santai."Jangan mentang-mentang Andreas membela kamu jadinya besar kepala. Kamu bisa saya pecat kalau memang nggak becus kerja." "Siap, Cik. Apa Cik Fifi
"Bagaimana bisa lupa? Bukannya harus sudah siap waktu meeting? Kalau begini apa yang saya sampaikan?" Vania menundukkan kepalanya, tugasnya benar-benar lupa dikerjakan. Zafran sudah mengatakan berkali-kali, bukan hanya Vania saja tapi Putri juga melakukan hal yang sama jadi wajar jika Zafran marah pada mereka. Helaan napas terdengar berkali-kali, Vania mencoba menatap laptopnya dan mulai mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, setidaknya Zafran tidak membawa tangan kosong tanpa materi didalamnya."Saya nggak tahu harus bicara apa." Zafran menggelengkan kepalanya "Kerjakan apa yang bisa dikerjakan, walaupun saya sudah mempunyai bahan sedikit. Bu Titik, permasalahan gaji anak-anak aman?" "Sejauh ini aman, pak." Zafran menganggukkan kepalanya "Kalau bisa jangan sampai salah dalam menghitung, mereka akan marah dan tidak terima." Pembicaraan yang terjadi di ruangan sama sekali tidak Vania dengarkan, fokusnya adalah mengerjakan bahan meeting
"Kamu nggak peka jadi cewek." "Memang apaan?" Vania menatap sang sahabat, Syifa."Manager dan bos kamu itu suka sama kamu." Vania bergidik pelan "Mereka duda, gimana suka sama anak kecil?" "Memang kenapa?" Syifa mengerutkan keningnya "Bagus duda karena pengalaman, siapa yang lebih cakep?" "Semua cakep." Vania menunduk lemas setelah apa yang dikatakan Syifa "Kamu jangan suka ngarang, Cip."Liburan dihabiskan Vania bersama dengan sahabatnya Syifa, mereka sudah bersahabat dari jaman putih abu-abu dan ajaibnya mereka kuliah di kampus sama tapi berbeda fakultas. Kisah percintaan mereka berdua pastinya berbeda, Syifa sudah memiliki kekasih dan berencana menikah kemungkinan tiga bulan lagi. Vania sendiri kisah asmaranya berakhir saat menjelang wisuda, dimana sang mantan mendapatkan pekerjaan ditempat jauh dan mereka tidak sanggup melakukan hubungan jarak jauh."Kenapa memang sama duda? Abi masalah?" "Abi? Kenapa malah bawa abi? Abi sama umi nggak tahu, aku juga nggak bayangin mereka tah
"Motornya tinggal aja, bareng saya saja."Vania menatap ragu pada sepeda motornya "Terus motor saya gimana?" "Saya hubungi bengkel, sebentar." Zafran menghubungi seseorang dengan Vania yang menatap sedih pada sepeda motornya "Beres, nanti kesini. Kamu pulang sama saya saja." Menatap sepeda motornya dengan helaan napas panjang, tidak ada pilihan selain mengikuti Zafran ditambah keadaan sekitar yang sudah sepi. Keadaan kantor memang sudah sepi berbeda dengan ruangan produksi dimana masih terdapat aktivitas didalam sana, mengikuti Zafran yang sudah melangkah ke arah parkiran mobil."Bapak mau ngapain ke pos satpam?" Vania menatap bingung ketika Zafran membuka pintu saat mobil berhenti.Mengikuti arah dimana Zafran berada, tampak berbicara serius yang semakin membuat Vania bertanya-tanya, tidak lama kemudian kembali menuju mobil dan Vania hanya diam menatap kearah pria yang menjadi atasannya itu."Kasih tahu satpam kalau nanti ada orang bengkel kesini benerin motor kamu." Zafran menjawa
"Manager kalian baik banget." "Baik, gimana?" Putri tampak penasaran, menatap Aulia yang berada di department keuangan."Baik, kemarin nyapa dan ngikutin dari belakang.""Ngikutin gimana?" Putri semakin bingung dengan kalimat Aulia."Kemarin aku diminta Cik Fifi buat ke bank, dia bilang sama Pak Aan agar nggak jauh-jauh dari aku. Pak Iwan dulu mana ada begitu?" "Aku baru tahu kalau begitu baik, itu mah standard aja apalagi berkaitan sama pekerjaan." Vania menggelengkan kepalanya mendengar kalimat Aulia "Aku duluan." Berdiri meninggalkan meja tempatnya makan bersama dengan Putri dan Aulia, suatu hal yang jarang terjadi dan biasanya hanya satu kali dalam seminggu, berada dalam satu pekerjaan yang sama tidak membuat mereka bisa makan bersama. Vania memegang pesan dari Iwan jika jangan terlalu dekat dengan rekan kerja, hubungan harus profesional karena tidak semua mereka itu baik, kalaupun baik jangan terlalu membuka hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan pribadi."Putri mana?" Vani
"Pak Zafran, ini ruangan HR. Selamat datang."Vania bertugas memperkenalkan manager baru pada semua departemen, nantinya Putri yang akan memberikan training pada sang manager. Setelah serah terima Zafran pada Putri, Vania kembali pada pekerjaannya yaitu mencari kandidat untuk manager departemen lain."Vania, Putri dan Pak Zafran dipanggil Pak Andreas." Titik memberikan informasi setelah menutup telepon.Vania dan Putri saling menatap satu sama lain, membawa buku kecil setiap bertemu dengan Andreas, biasanya pertemuan dengan Andreas bersamaan dengan keberadaan Fandy dan Fifi."Pak Andreas sendiri atau ada lainnya?" bisik Putri yang dijawab Vania dengan mengangkat bahunya.Memasuki ruangan Andreas dan tampaknya hanya beliau sendirian, mereka duduk di sofa setelah Andreas menyuruhnya dan tidak lama bergabung bersama. Membicarakan tentang kondisi pabrik saat ini dan juga karyawan mereka yang terkadang membuat pusing, pembicaraan terhenti saat pemilik pabrik masuk ke ruangan Andreas dan ik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments