Makin tinggi jet pribadi itu terbang, Sarah makin merasa tidak karuan. Dia mencengkeram tangan kursi dengan kuat sambil memejamkan mata. Sebuah ingatan kembali hadir di otaknya. Ingatan yang membuatnya menjadi takut pada ketinggian. Lagi-lagi sang ayah yang memberikan ingatan buruk itu padanya.
Sarah sedang pergi ke pusat perbelanjaan bersama sang ayah saat itu. Dia masih berumur sepuluh tahun dan merasa sangat senang ketika sang ayah mengajaknya. Sarah masuk ke semua toko untuk melihat-lihat apa saja barang yang ada di sana. Sarah juga berlarian ke sana kemari, memberitahu ayahnya segala hal yang dia lihat di sana. Setelah menelusuri dua lantai pusat perbelanjaan itu, mereka akhirnya memutuskan untuk makan di lantai ketiga, di ruang terbuka.Selagi menunggu makan, Sarah menyender pada pagar pembatas, melihat orang-orang yang berlalu-lalang, dan kemacetan kendaraan. Saat tengah asyik melihat-lihat, Sarah merasakan dorongan di punggungnya yang menyebabkan dia kehilaWilliam masih merasakannya. Bibir penuh milik Sarah yang bertemu dengan miliknya. Rasa manis yang membuat pembuluh darahnya bekerja dua kali lipat untuk mengedarkan darah karena jantungnya yang berdetak lebih cepat. Meski sudah berakhir dari beberapa menit lalu, endorfin miliknya masih terus menguarkan hormon kebahagiaan yang membuat William ingin melanjutkan kegiatan mereka sebelumnya.William tahu benar kalau dia sebelumnya meminta Sarah untuk tidur, tetapi perasaannya tidak bisa berbohong. William ingin menarik kembali kata-katanya. Meski begitu, sebisa mungkin dia menahan diri. Pikirannya melayang ke pertanyaan kenapa dirinya menjadi seperti ini? Apa karena sudah terlalu lama tidak berhubungan dengan perempuan? Apa mungkin karena perempuan itu adalah Sarah?.Mata William terbuka sedikit. Dia melirik pada Sarah yang tengah menatap kosong ke arah jendela tertutup. Jari-jarinya menyentuh bibirnya, kembali membawa memori panas yang William sebisa mungkin berusaha u
Langit-langit berwarna putih yang memiliki cekungan berbentuk kotak mengeluarkan cahaya temaram. Sarah bergerak menyamping ke kiri dan melihat pemandangan Menara Eiffel yang dipenuhi dengan lampu. Sepanjang hidupnya, Sarah hanya melihat miniatur Menara Eiffel yang dijadikan gantungan kunci. Baru kali ini dia melihat bangunan ikonik yang berada di kota cinta ini. Mata Sarah kembali terpejam saat merasakan sekujur tubuhnya yang sakit, terutama di bagian bawah.William yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya menghentikan kegiatannya karena melihat Sarah yang bergerak gelisah. Dia meletakkan laptop di nakas lalu menyentuh pelan bahu Sarah. Ingin melihat apakah perempuan di sampingnya ini sudah bangun atau belum.“Sarah?” panggil William sembari menyingkirkan rambut dari wajah Sarah.Kepala Sarah menoleh dan langsung melihat William yang sedang membungkuk ke arahnya. Dengan perlahan Sarah mencoba bangkit dari posisi tidurannya, menyamakan dirinya dengan Wil
“Bagaimana menurut Anda tentang acara kali ini?” tanya Remi yang tangannya masih merangkul pinggang Jessica.Bibir Remi tersenyum dengan lebar, berbeda dengan William yang wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa pun. Sarah di sampingnya masih saja menunduk, makin tidak nyaman dengan suasana sekitar. Tangan Sarah mencengkeram jas William, berusaha memberi kode kalau dia ingin segera pergi dari sana.“Acaranya bagus, saya suka,” jawab William sekenanya.William lalu merangkul Sarah, bersiap untuk segera pergi. Sebelum Remi sempat melemparkan obrolan basa-basi lagi, William sudah terlebih dahulu pamit. Dia lantas segera berbalik dengan Sarah yang berada di dalam rangkulannya. Baru tiga langkah mereka pergi dari hadapan Remi dan Jessica, lelaki yang mengadakan acara peragaan busana ini membuka mulutnya lagi.“Hubungi saya jika Anda ingin mengganti perempuan itu dengan yang lebih menyenangkan dan andal.”Emosi yang sedari tadi William tahan ak
Ketika jam dinding besar yang ada di ruang tamu menunjuk ke angka enam, Sarah bersiap-siap untuk memasak makan malam. Semenjak perempuan itu tinggal di sini, semua urusan makan William serahkan pada Sarah. Kebersihan rumah dilakukan oleh pembantu yang datang pagi dan pulang sore. Kalau pembantu itu berhalangan hadir, Sarah yang akan melakukan pekerjaan rumah juga. Sarah berjalan dengan ringan menuju dapur lalu membuka pintu kulkas.Tidak ada apa pun di kulkas. Sarah merutuk dalam hati. Bisa-bisanya dia lupa membeli bahan makanan. Padahal tadi pagi Sarah sudah mencatat bahan makanan apa yang perlu dibelinya. Sarah bergegas menaiki tangga untuk meminta uang belanja pada William. Tangan Sarah mengetuk pintu ruangan yang berada di depan tangga, terpaut sepuluh langkah. Saat terdengar ucapan William yang menyuruh masuk dari dalam, barulah Sarah membuka pintunya.“Ada apa?” tanya William melepaskan kacamata lalu memijat pangkal hidungnya.“Aku lupa beli bahan makanan tadi pagi.” Sarah menje
Sarah sudah sibuk di dapur sejak matahari mulai bekerja. Sarah memasak sarapan untuknya dan William terlebih dahulu. Makanan yang Sarah sediakan untuk William dia taruh di pemanas karena biasanya lelaki itu bangun agak siang saat hari Minggu. Sarah mengambil bahan-bahan untuk membuat piza dan meletakkannya dengan rapi di atas meja dapur. Dia lalu mengambil wadah yang lumayan besar untuk menampung semua adonan nantinya.Semua bahan yang tadi diambil, Sarah tuangkan ke dalam wadah. Dia lalu mulai mengadon semuanya hingga tercampur rata. Saat Sarah tengah membersihkan tangannya dari bekas adonan setelah menutup wadah dengan kain, William datang menggunakan kaus abu-abu dan celana panjang kotak-kotak hitam dan putih. Rambutnya tampak masih berantakan, matanya pun terlihat merah. Dahinya berkerut melihat Sarah yang sudah sangat sibuk di dapur. Biasanya Sarah hanya memasak sarapan, selebihnya dia menghabiskan waktu di kamar.William melangkah menuju tempat pemanas makanan. Di dalamnya ada s
Tangan Jessica menyentuh pegangan tangga yang masih belum berubah sejak terakhir kali dia kemari. Masih bermotif kaca yang sengaja diretakkan. Temboknya pun masih sama, bergaris hitam dan putih, hanya di bagian tangga. Dulu rumah besar ini selalu menjadi tempat Jessica dan William bermain petak umpet. Hingga mereka dewasa dan akhirnya memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih, William mempunyai satu hal yang sering dilakukannya ketika sedang dalam keadaan hati tidak bagus. Lelaki itu mengurung dirinya di ruang kerja, mencoba mencari sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya.Begitu sampai di lantai atas, jantung Jessica berdetak dua kali lebih cepat. Dia melangkah perlahan menuju pintu yang berada persis di depan tangga. Sebelumnya di pintu itu ada tulisan untuk tidak masuk sembarangan, tetapi sekarang tidak ada. Jessica bertanya dalam hati kapan William melepaskan tulisan itu. Ruang kerja William selalu penuh dengan dokumen penting, itu sebabnya William memasang tulisan itu agar tid
William menjadi lebih posesif pada Sarah semenjak dia tahu kalau Sarah berteman dengan Jessica. Ketika Sarah membicarakan Jessica, William akan langsung mengalihkan pembicaraan dengan nada ketus. Perasaan William menjadi lebih sensitif saat mendengar nama Jessica disebut. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan mantan kekasihnya itu dalam situasi seperti ini.Bukan hanya sekali dua kali William melarang Sarah untuk bertemu dengan Jessica. Berbagai macam alasan sudah William berikan agar Sarah tidak bertemu dengan mantan kekasihnya. Tujuh tahun yang William habiskan untuk melupakan perempuan berambut pirang itu rasanya tampak sia-sia sekarang.William mengembuskan napas kasar dan mengacak rambutnya. Dokumen yang sejak lima belas menit lalu dia tatap tidak ada yang masuk ke dalam otaknya. Mata William memang tertuju pada tulisan-tulisan yang berada di sana, tetapi pikirannya melayang ke kejadian saat Jessica berada di ruangan ini. Baik yang belum lama terjadi atau yang berada di masa la
Sebuah mobil berwarna krem tengah melaju dalam kecepatan sedang menembus padanya jalanan. Remi mengendarai mobilnya menuju tempat acara waktu itu. Tangannya terkepal kuat di setir saat dia mengingat kembali kejadian di Paris. Masih dia ingat bagaimana William memukulnya di sana dan mempermalukannya di depan banyak orang. Rasa kagum yang dulu pernah ada untuk William sekarang sirna.Remi memutar setir ke kanan dan menambah kecepatannya. Dia tidak peduli dengan mobil-mobil lain yang ada di depannya. Remi hanya berpikir untuk cepat sampai di tempat pelelangan itu. Dia ingin mencari tahu segala hal tentang Sarah. Rencana yang saat itu masih menjadi sebuah keraguan kini sudah pasti akan Remi lakukan.Mobil krem miliknya berbelok masuk ke gedung pelelangan dan terparkir rapi di bawah tanah. Dia menyimpan kunci mobilnya di saku celana setelah menguncinya. Kaki Remi terus melangkah menuju ruangan lelang saat itu. Sepanjang perjalanannya dia tidak menemui siapa pun, padahal hari ini adalah har