Masayu Anastasia Himawan, 27 tahun. Cantik dan single, membutuhkan pengawasan agar tidak menjalin hubungan dengan pria mana pun,” decak Rayhan, membaca sebuah berkas yang diambilnya dari meja bos sekaligus teman baiknya.
“Bapaknya gak waras kali, ya, masa anak gadisnya yang cantik dan single tidak boleh menjalin hubungan dengan pria mana pun?” kelakar Dimas. “Di mana-mana, orang tua ingin anak gadisnya lekas mendapat jodoh, ini malah mau dikekepin sendiri gak boleh dekat dengan pria.”“Dia sudah dijodohkan,” ungkap Maximillian sinis, mengomentari keheranan dua rekannya. Sibuk, ia mengambil alih berkas dari tangan Rayhan, lantas menyatukannya bersama berkas-berkas lain milik Masayu Anastasia Himawan.“Ya, elah, hari gini masih ada saja acara perjodohan! Jaman Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih sudah lama berlalu.”Benar, jaman Siti Nurbaya telah lama berlalu. Namun, ayahnya masih saja bersikeras melanjutkan perjodohan yang telah diaturnya 20 tahun yang lalu.Ditatapanya berkas-berkas di tangannya, mencoba mengingat seperti apa sosok Masayu Anastasia yang katanya pernah begitu dekat dengannya. Selain seorang gadis kecil berkepang dua yang sangat manja dan menyebalkan, Max tidak ingat apa pun, dan ia akan dijodohkan dengan gadis seperti itu?Ayahnya memang tidak memaksa, tetapi justru Om Himawan ini yang begitu berharap mereka melanjutkan perjodohan dengan putrinya. Om Himawan menaruh harapan besar pada Max, terlebih setelah tahu perusahaan penyedia jasa keamanan yang didatanginya adalah milik Max, ia justru meminta kepada Max secara khusus untuk mengawal putrinya, padalah Max adalah bosnya.“Dia sangat cantik, Max,” kata sang ayah, mendukung sepenuhnya keinginan Om Himawan untuk menjodohkannya. “Kamu akan menyesal kalau sampai menolaknya.”“Aku tidak peduli dia cantik atau tidak, Pa. Sudah bukan jamannya main jodoh-jodohan. Jaman sudah berubah!”“Temui dia dulu, setelah itu baru kamu boleh bilang tidak.” “Sudahlah, Pa, aku akan melayani Om Himawan dengan profesional, tapi yang jelas bukan aku yang akan mengawal putrinya.”“Justru Papa ingin kamu yang menjadi pengawalnya, Max. Ayu sangat istimewa, dia bukan sekedar klien, tetapi juga calon istrimu.”“Pa,” keluhnya. “Lupakan rencana perjodohan konyol itu.”“Dia teman masa kecilmu, Max.”“Mana mungkin! Usianya delapan tahun lebih muda dariku,” sanggahnya.Sang ayah tidak menyerah, ia mengambil sebuah album foto lawas dan menyerahkannya pada Max. “Bukalah, di sana ada foto-fotomu dengan Ayu.”Ya, foto gadis kecil bergigi ompong yang bergelayut manja di tangannya. Rambut hitamnya dikepang dua. Ia hanyalah seorang anak kecil yang kebetulan dekat dengannya, bukan teman masa kecil!“Percayalah sama Papa, Max, Ayu sudah banyak berubah. Papa pernah bertemu dengannya, dia sangat cantik. Papa rasa, tidak ada salahnya mencoba. Jika kalian memang merasa tidak cocok satu sama lain, Papa tidak akan memaksa.”Kedua temannya menertawakan, Max mendengus keras. Sudah menduga bahwa ia akan segera dijadikan bahan olok-olok oleh Rayhan dan Dimas, mana kala mengakui perjodohan konyol yang diatur kedua orang tua mereka.“Kasih lihat fotonya, pengen tahu seperti apa si Ayu ini, Max. Kurasa ayahmu ada benarnya, sebaiknya mencoba dulu, jika cocok, mengapa tidak?” cetus Dimas.“Bokap nyokap minta cucu, Max, kasihanilah mereka. Kamu beneran kudu nikah, melepas masa lajang dan membangun keluarga bahagia bersama Ayu kecil yang bergigi ompong.” Rayhan ngakak keras, sangat puas mengolok sahabatnya.Max mendengus masam, “Aku tidak akan menikah dan tidak ada keinginan untuk menikah!”“Jadi, Bianca sekedar mainan, Max?” sergah Dimas.“Yaelah, Dim, semua orang juga tidak ingin punya istri seperti Bianca. Dia asyik dijadikan teman kencan, tapi tidak untuk dijadikan istri.” Rayhan berdecak keras. “Seberengsek-berengseknya pria, pasti ingin beristrikan perempuan baik. Lagi pula, bos besar pasti tidak akan merestui hubungan Max dengan Bianca.”Menghembuskan napas, Max menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi putarnya, lantas memutar-mutar kecil.Hampir enam bulan ia menjalin hubungan dengan Bianca, benar yang dikatakan Rayhan, ia sama sekali tidak ada niatan serius untuk menjadikannya pendamping hidup. Hingga sekarang, Max sama sekali tidak punya keinginan menikah, terlebih dengan Bianca.Max cukup beruntung, ayahnya tidak pernah memaksanya untuk menikah. Menganggap Max sudah cukup dewasa dan bisa membuat keputusan yan terbaik untuk dirinya. Namun, berbeda dengan ibunya.Ibunya adalah sosok yang sangat relijius, ia akan mengomel setiap kali Max ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan tanpa bermaksud membawanya ke jenjang serius. Jangan ditanya, sudah berapa kali ia menyodorkan perempuan untuk dinikahi putranya, tetapi Max memilih kabur. Ia tidak akan bersedia terikat komitmen.“Berikan saja Bianca padaku, kamu urus Ayu kecilmu yang ompong itu,” lanjut Rayhan.“Sudah 20 tahun berlalu, Ray, aku tidak yakin si Ayu masih saja ompong. Dia pasti telah menjelma menjadi perempuan cantik. Kurasa, sebaiknya kamu segera menemuinya, Max, minimal melihatnya untuk meyakinkanmu.”“Apa yang perlu diyakinkan? Aku sama sekali tidak berniat menerima perjodohan konyol ini,” dengusnya. Ia menyerahkan amplop coklat besar berisi berkas-berkas Masayu Anastasia, kepada Dimas. “Kamu saja yang urus. Kirim seseorang untuk menjadi pengawalnya.”“Ayahmu ingin kamu yang menjadi pengawalnya.”“Aku bos, itu bukan tugasku,” balasnya tak acuh.“Tidak,” tolak Dimas sembari menggeleng. “Aku tidak akan melangkahi perintah ayahmu. Lakukan sendiri, Max, kuharap dia sudah tidak ompong lagi,” lanjutnya sembari terkekeh.Max menghela napas kasar, kedua temannya memilih pergi sembari menertawakannya. Si gadis ompong itu, Max tidak punya pilihan lain selain menemui dan menerima menjadi pengawal pribadinya.Bersambung …Setiap orang memiliki ratu dalam hidup, seorang perempuan yang akan selalu diprioritaskannya, termasuk Max.Dari luar, Max tampaknya merupakan seorang pria tak acuh dan dingin yang tak banyak mengekspresikan segala perasaannya, tetapi ia memiliki seorang perempuan yang sangat disayanginya, perempuan yang akan selalu diperjuangkan kebahagiaannya. Max menyayanginya lebih dari dirinya sendiri.Belum ada sepuluh menit Max duduk bersama kedua rekan sekaligus sahabatnya, bahkan kopi yang dipesannya pun masih penuh, ketika ponselnya menjerit-jerit memanggil. Terjeda semua obrolan santainya bersama Ray dan Dimas, Max mengeluarkan sebuah benda pipih persegi dari balik saku celananya.“Nyonya menelepon,” katanya sembari meletakkan telunjuknya di depan bibir, memberi isyarat diam. Tanpa beranjak, ia menggeser tombol jawab di depan kedua temannya. “Ya, Ma?”“Ahmad sayang, kamu di mana, Nak?” Suara lembut menyapanya dari seberang. Max memuta
“Adiknya Ahmad nyantri di Batang, di tempat mbahnya. Mbak Milka tidak berkenan membawa Ayu ke sana saja? Banyak anak-anak bermasalah yang dibawa ke sana, mereka dididik dengan tegas untuk menjadi pribadi yang lebih baik."Max mendengar percakapan ibunya bersama keluarga Himawan di ruang tamu. Sejujurnya ia malas harus menemui mereka, apa lagi kalau membahas urusan perjodohan, tetapi tidak punya pilihan lain.Usai mandi dan berganti pakaian santai, Max mendatangi mereka dan ikut bergabung di ruang tamu, mendengarkan keluhan keluarga Himawan mengenai tingkah putrinya yang sudah keterlaluan. Mereka hanya datang berdua, Masayu yang sedang menjadi bahan pembahasan tidak ikut serta.“Ayu bukan perempuan relijius seperti Nahla, Lys. Dia pemberontak dan suka kebebasan, terlebih dia bukan anak-anak lagi, aku tidak yakin dia bisa dipaksa untuk tinggal di pesantren,” keluh Milka.“Aku juga belum berpikir ke sana,” timpal suaminya.“Saat ini, aku hanya perlu mengawasinya setiap tingkahnya. Aku ben
Bukan sebab ayahnya yang kaya raya, bukan pula nama ibunya yang dikenal di kalangan sosialita, Masayu mengawali bisnisnya di bidang fashion murni atas kerja kerasnya sendiri.Bukan lulusan sekolah tata busana, kemampuannya dalam hal merancang busana tentunya diragukan banyak orang, termasuk orang tuanya sendiri. Mereka tidak setuju Masayu menjadi seorang desainer, terutama ayahnya.Masayu dipersiapkan sejak dini untuk menjadi penerus perusahaan sementara hingga adiknya dewasa, tetapi ia lebih memilih mengejar impiannya sendiri, mengawalinya dari nol di mana ia tidak mendapatkan dukungan dari siapa pun.Ia sering menawarkan jasanya kepada teman-teman ibunya di kalangan sosialita, memperlihatkan desain rancangannya, tetapi sering pula penolakan yang didapatnya. Mereka meragukan rancangan Masayu.Tidak menyerah, ia terus berkarya, menciptakan desain-desain yang kreatif.Nasib baiknya datang ketika ia memberikan ha
Berbalik 180 derajat sikapnya mana kala menyambut Max keluar dari ruang kerja Budi Himawan.Tangisnya yang sesenggukan musnah tak tersisa, air matanya palsunya entah pergi ke mana. Ia melipat kedua tangan ke dada sembari memasang sikap angkuh yang sangat menjengkelkan, bibirnya mengulas senyuman ejekan, merasa telah berhasil membuat Max dalam masalah besar.“Bagaimana? Apakah Papa sudah berkenan memecatmu setelah menyakiti putri kesayangannya?” ujarnya dengan mimik penuh kemenangan.Max mendengus keras, sudah menduga, ratu drama ini sedang berusaha menyingkirkannya dengan cara yang sangat kekanakan.“Kamu sungguh kekanakan,” dengus Max, tajam matanya menatap Masayu, seolah siap menghunus jantung perempuan itu dan membuatnya sekarat.Masayu tampak sangat menyebalkan, Max menahan diri untuk tidak mencekiknya hingga kehabisan napas.“Persetan, aku tidak peduli, yang terpenting aku bisa menyngkirkanmu.” Masay
“Mencintai suami orang? Busyet! Macam sudah tak ada pria lajang yang menarik saja,” decak Rayhan sembari tertawa ngakak. “Jangan-jangan karena dia ompong, jadi gak laku sampai-sampai suami orang pun diembatnya?”“Dia sudah tidak ompong,” balas Max, ia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, lantas menyulutnya. “Dan cantik sekali.”Rayhan urung menyesap kopinya, ia menoleh, saling berpandangan dengan Dimas. “Kamu dengar itu, Dim?”“Dia sangat cantik,” gumam Dimas, keningnya berkerut dalam. “Baru kali ini aku mendengar Max memuji kecantikan seorang perempuan, tentunya selain ibunya.”“Aku tidak memuji,” bantah Max, “Hanya mengatakan yang sebenarnya.”“Bianca juga cantik, tapi kamu tidak pernah mengatakannya. Satu-satunya perempuan yang kamu sebut cantik hanyalah ibumu, dan sepertinya sekarang bertambah satu lagi.”Terdiam, Max menyesap rokoknya nikmat, lantas menghembuskan asapnya ke udara, membe
Tawa Ivander menyembur keras, puas sekali ia menertawakan kekesalan adik sepupunya.Jengkel, Masayu mendelik tajam sembari melemparinya bantal sofa, merasa percuma menceritakan kedongkolannya pada Ivander.Pria itu sedang berbahagia, sebentar lagi akan menikah dengan perempuan yang dicintainya. Dunianya di sekitarnya terasa berwarna, mana mungkin dapat melihat keruh wajah Masayu.“Dia bajingan bukan? Pokoknya kamu harus membantuku menyingkirkan dia. Bayangan, Van, bayangkan! Dia bilang ke Papa aku mabuk dan menggodanya, Ya Tuhan! Bedebah itu bilang, tidak tertarik padaku meski aku sangat cantik dan menggoda, dia tidak mau meladeni sebab memegang teguh ajaran ibunya untuk menghormati perempuan. Cih, sok alim! Aku harus cari kebobrokannya, aku yakin dia tidak sealim itu!”“Max memang tidak suci, tapi bukan pria bajingan seperti yang kamu tuduhkan.” Tawa Ivander memelan, ia sampai batuk-batuk menertawakan adik sepupunya. “Mungkin memang kamu yang tidak menarik di matanya.”“Sialan kamu,
Butik selalu sepi ketika pagi hari, untuk itu, Masayu sengaja datang terlambat, toh tidak ada sesuatu yang mendesak.Sebenarnya Masayu tidak perlu datang ke butik setiap hari, kecuali untuk bertemu dengan klien secara khusus, sudah ada asisten dan karyawan butik yang dapat menghandel segalanya.Namun, terbiasa berjuang dan bekerja keras sejak awal, ia tidak bisa membiarkan semua urusan ditangani orang lain.Masayu lebih senang mengerjakan banyak hal sendiri, termasuk menemui para tamu yang datang ke butik. Ia sering turun tangan langsung untuk melayani para tamu, ketika karyawannya sedang istirahat.Pukul 10 pagi, ia baru tiba di butik setelah mengerjai Max habis-habisan. Wajahnya berseri-seri, sarat akan kepuasan. Mungkin ibunya akan mengomelinya setelah menyadari perbuatannya, tetapi Masayu tidak peduli, yang terpenting ia berhasil membuat Max kesal setengah mati.Bunyi gemericik air shower terdengar dari kamar mandi. Masayu cekikikan puas. Max sedang mandi di kamar mandi butiknya s
Kehidupan di kalangan orang-orang beruang, tidak selamanya seindah dalam novel-novel yang dibaca Masayu semaja remaja.Suami tampan dan setia, uang yang mengalir bak air bah, hidup bahagia dan penuh kasih sayang. Sangat sempurna untuk sebuah dongeng, tetapi tidak dalam kehidupan realita.Nyatanya, selain para selebriti yang memang membutuhkan sebagai penunjang penampilan, orang-orang yang datang ke butik Masayu banyak juga dari kalangan para sosialita yang kesepian, salah satunya Tante MirnaSudah dua tahun Tante Mirna menjadi pelanggan tetap, boleh dibilang ia merupakan pelanggan sejak Masayu masih berjuang, belum mendirikan butik seperti sekarang. Tante Mirna cukup dekat dengannya dan sering mengeluhkan hidupnya yang dirasa sangat tidak adil.Suaminya kaya raya, tetapi tidak setia. Setahun terakhir, Tante Mirna terlibat perang dingin dengan suaminya, mereka hidup seatap tetapi bak orang asing yang tidak saling mengenal.Tante Mirna sangat kecewa dengan suaminya setelah perselingkuha