"Ya mencari tahu latar belakang dia. Kebetulan sekali ada temanku yang bekerja di sana. Mantan sekretarismu, Freya. Dia kakak tinggal di kampusku dulu."
Nampak ekpresi terkejut dari Rafan. Ia tak menduga bahwa kepindahan sekretarisnya itu membantu Yuan dalam mencari misi kebusukan suaminya. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini baginya, semua sudah ada yang mengatur. Apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini sudah ada dalam rencana-Nya. Dan tidak ada yang sia-sia dalam setiap kejadian. Kesalahan malam panas itu contohnya, lihatlah sekarang! Karena ke khilafan itu, kini mereka justru dekat dan saling mendukung satu sama lain. Semua kejadian pasti akan ada hikmahnya. Tapi tidak semua orang bisa mengambilnya."Kalau urusan pekerjaan dia bisa dipercaya, tapi kau yakin dia bisa melakukan apa yang kau minta? Mencari latar belakang seseorang melalui perusahaan itu sedikit sulit. Bagaimana jika kita memakai detektif, kebetulan aku punya teman seorang detektif.""S"Kau tahu aku sedang melihat ponsel, kan? Banyak hal di benda kecil ini. Mau aku buatkan kopi?""Boleh."Meski malas, Yuan memaksa dirinya untuk beranjak. Jika saja tidak karena bujukan dari Rafan, ia mungkin sudah pergi dari sini. Ia terbebas dari Danish, tapi membawa kehancuran. "Kau mau memilih pilihan yang mana? Pergi dengan membawa sebuah kemenangan atau pergi secepatnya tapi kau hancur menjadi kepingan?"Pertanyaan itu bahkan sampai sekarang masih ia ingat. Ia selalu berpatokan pada pilihannya saat dirinya berada lelah dan hampir menyerah. Bohong jika dirinya kuat sekuat yang terlihat, ia terlihat kuat karena paksaan dari dirinya sendiri. Yang memilih untuk pergi dengan membawa kemenangan adalah dirinya sendiri. Dan untuk mencapai itu, ia harus punya kesabaran yang ekstra karena harus berlakon menjadi manusia bodoh yang seakan tak tahu apa-apa. "Sedang apa?"Pertanyaan dari Rafan mengagetkan wanita itu hingga ia sedikit berjingkat saat tiba-tiba mendengar bisikan di telinganya
"Jadi dulu itu Rafan orangnya ceria, usil, banyak tingkah, tapi ketika dia ada di kantor, dia akan merubah dirinya menjadi pribadi yang serius dan tegas, sama seperti ayahmu. Tapi tingkah usilnya itu hanya untuk orang-orang tertentu saja. Tidak kepada semua orang. Sampai dia setelah menikah pun masih tetap sama, tapi semuanya seketika berubah setelah istrinya meninggal dan beberapa hari kemudian disusul anaknya yang baru lahir juga pergi meninggalkannya. Kau tahu itu, kan? Wajar saja jika kau tidak tahu bagaimana Rafan sebelumnya karena yang kau tahu orang Rafan adalah pribadi yang seperti sekarang ini. Itu terjadi karena apa yang sudah menimpanya itu benar-benar menyakitinya. Itulah sebabnya kenapa Ibu tadi sangat senang ketika Rafan sudah usil padamu. Itu artinya dia sudah kembali menjadi Rafan yang dulu. Ibu sangat merindukan anak Ibu yang selalu mengusili Ibu."Cerita singkat dari Bu Celine itu Yuan ingat tinggal beberapa hari berikutnya. Sekarang ia sedikit demi sedikit mengerti
"Astaga, apa yang sedang dia lakukan? Kenapa harus berteriak di tengah malam seperti ini? Semua orang akan tahu aku nggak di kamar. Bagaimana ini, Rafan. Lakukan sesuatu!" Yuan panik, tidak pernah berada di situasi ini membuat ia di serang panik yang hebat. Sungguh tidak masalah jika ia ketahuan menjalin hubungan dengan Rafan, tapi bukan sekarang. Ia tidak punya bukti yang cukup untuk menjatuhkan Danish, kalaupun nasibnya berakhir dengan semua orang tahu perselingkuhannya, maka Danish juga harus ia hancurkan di saat yang sama. Tapi tentu saja itu bukan sebuah harapan utama Yuan. Jika bisa, hubungannya ini tidak terbaca oleh siapa pun hingga misinya selesai. Tak masalah jika diakhir cerita ini nanti ia akan menikah dengan Rafan atau tidak, yang terpenting adalah yang ia inginkan terwujud, hanya itu saja. Aish, Yuan! Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan sesuatu yang terlalu jauh. "Aku ada ide."Di tengah kebingungan tiba-tiba Rafan mengelu
"Jangan usil, Rafan! Aku senang jika kau sudah bangkit dari keterpurukanmu. Tapi kau harus melupakan kebiasaanmmu yang membesarkan hal yang sepele!""Itu kebiasaanmu, bukan kebiasaanku."Situasi justru sekarang lebih mencengkam dari yang tadi. Tatapan kakak beradik itu seakan membakar seisi ruangan. Kedua orang tua yang sudah hafal dengan tingkah mereka hanya mengakhiri situasi ini dengan meminta semua orang untuk kembali ke kamar masing-masing. Ini adalah didikan yang salah dari Pak Jo dan sang istri, menganggap bahwa pertengkaran mereka adalah sebuah kewajaran dalam hubungan kakak beradik membuat permusuhan mereka berkelanjutan. "Dasar pasangan aneh!" gumam Rafan yang masih terdengar di telinga keduanya. Pria itu berjalan melewati mereka begitu saja. Hingga suara dari Danish terpaksa membuat langkahnya berhenti. "Sikapmu kenapa berubah-ubah, Rafan? Kau membuat aku berpikir bahwa kau sedang menyembunyikan sesuatu. Sebentar k
Pagi itu, Rafan tak banyak berinteraksi dengan Yuan ia hanya memperhatikan wanita itu tampak berbeda dari biasanya. Matanya masih terlihat sembab meskipun ia tahu, Yuan berusaha menutupinya dengan make up.Pria itu tak tahu apa yang membuat adik iparnya itu begitu terlihat berbeda. Hanya saja, ia mencurigai bahwa karena kejadian semalam, sepasang suami istri itu bertengkar. Tapi pertengkaran yang bagaimana yang mereka lewati hingga Yuan terlihat begitu murung? [Jam istirahat kantor, pergilah ke apartemen. Aku sudah menemukan kunci yang kau cari] Rafan menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada Yuan saat sarapan. Setelah pesan itu terkirim, ia meninggalkan meja makan yang disusul oleh ayah dan adiknya. Saat dalam perjalanan, dering ponsel Danish terdengar nyaring di mobil. Untuk sejenak ia menepi dan menerima pangggilan yang ternyata dari Feli. "Ada apa, Sayang?""Aku sakit, rasanya aku tidak bisa masuk kerja hari ini, perutk
Yuan sampai lebih dulu di apartemen. Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Ia merebahkan dirinya sembari menunggu Rafan datang. Suasana panas dari luar dan diterpa angin AC di kamar Rafan membuat tiba-tiba dirinya merasa ngantuk dan tak lama kemudian tertidur pulas. Semalaman menghabiskan waktu dengan tangisan dan pikiran yang bekerja keras nampaknya membuat ia lelah. Saking lelapnya, ia tak sadar jika Rafan sudah duduk di lantai dengan memandangi wajahnya. Padahal baru 15 menit yang lalu wanita itu tertidur. Untuk sesaat Rafan membiarkan Yuan tidur. Ada rasa iba saat dirinya berniat ingin membangunkannya. Hari-hari yang ia lewati cukup berat, ia sedikit menyesal kenapa memberinya pilihan di malam itu. Sebuah elusan di puncak kepala membuat Yuan menggeliat dan perlahan membuka mata. "Kau sudah sampai? Kenapa tidak bangunkan aku?""Kau terlalu lelap, aku tidak tega. Aku bawa makan siang. Ayo kita makan!"Yuan me
Tak bisa lagi membendung rasa penasarannya membuat Yuan langsung membuka laci itu. Ternyata tak mudah baginya untuk mengetahui isi di dalamnya. Bukan karena laci yang tidak bisa dibuka, tapi ada brankas yang berukuran sedang di dalam laci itu dan sialnya brankas itu menggunakan password yang berupa angka. Yuan sama sekali tidak tahu angka yang harus ia tekan karena tidak mungkin Danish menggunakan hari umum seperti tanggal lahir atau hari pernikahannya untuk brankas ini. Biasanya seseorang menggunakan password angka yang menurut mereka spesial dan harus diingat. Melihat hubungan rumah tangganya yang tidak sehat membuat ia ragu bahwa brankas ini menggunakan tanggal pernikahan atau hari lahir sebagai tanggal spesial. Merasa bingung dan benar-benar buntu, meskipun ia meragukan bahwa brankas ini menggunakan tanggal lahir, ia tetap menekan tanda lahir Danish sebagai bentuk usahanya. Dan seperti apa yang sudah diragukannya, brankas itu tidak terbuka. "Astaga
"Kenapa selalu mempertanyakan hal yang sepele. Ke apartemen dulu, suamimu lagipula belum pulang. Mungkin masih bersama istri mudanya." Rafan bersandar pada badan mobil dengan menghadap pada Yuan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, sementara kakinya ia silangkan pada kaki yang lain. "Istri muda?""Apalagi kita menyebut si Feli kalau bukan istri muda? Suamimu lebih sering menghabiskan waktu dengannya dibandingkan denganmu.""Lalu aku menyebut kau suami muda begitu?" Terdengar tawa kecil dari mulut Yuan. Tawa yang meskipun bukan terbahak-bahak itu terlihat lepas dari mulut Yuan. Rafan tak pernah melihat tawa wanita itu sejak ia tinggal bersama. Saat istrinya masih ada, ia tak kenal dengan Yuan. Ia hanya tahu bahwa wanita itu bernama Yuan dan menjadi iparnya. Setelah istrinya tiada, ia satu atap dengan Yuan, namun baru kali ini ia mendengar tawa dari wanita yang akhir-akhir ini mengetuk hatinya. "Mau ke apartemen