Share

3. Ae-in

"Bagaimana bisa kau ada sini, Rafan?" Yuan menoleh ke kanan dan kiri, ia tak menjumpai siapa pun di sini kecuali Rafan. Tidak ada sekretaris atau setidaknya bawahan pria itu. Untuk apa pria ini datang ke pusat perbelanjaan di jam kerja seperti ini? Batinnya.

"Memangnya kenapa kalau aku ada di sini? Ini di tempat umum, siapa pun berhak ke sini asal punya duit. Adikku menyukai warna cerah, ini bagus untuk menggodanya nanti malam."

Rafan mengambil lingerie yang masih berada di tangan Yuan dan mengembalikannya ke tempat semula lalu menyodorkan lingerie pilihannya. Tak kunjung diterima Yuan, pria itu menarik tangan wanita itu dan meletakkannya di gantungan lingerie yang ia bawa. Sedetik kemudian, lingerie itu sudah berpindah tangan. 

Yuan yang tercengang dan masih shock hanya bergeming. Tak ada perlawanan ataupun kalimat yang wanita itu keluarkan. Ia hanya mampu menatap Rafan yang nampak biasa saja setelah kejadian semalam. Padahal ia dengan susah payah berusaha melupakan, tapi yang ada malah pria ini muncul terus di pikiran dan sekarang ada di depannya. Sungguh ia hanya bisa mematung di tempat, untuk menelan salivanya saja terasa sulit. 

"Aku ada sesuatu yang lain untukmu, Yuan." Rafan merogoh saku jasnya dan, "krim untuk menutupi karya ku yang ada di balik pakaianmu. Ini sangat ampuh," bisiknya di telinga Yuan yang membuat jantung wanita itu terasa berhenti berdetak seketika. 

Yuan baru bisa menggerakkan tubuhnya ketika Rafan sudah pergi dari hadapannya. Buru-buru ia merogoh tas mungil yang talinya tersampir di pundak. Ia menatap krim yang berukuran kecil dan sedikit panjang. 

'Apa-apaan ini.'

Dengan kesal ia kembali memasukkan krim itu ke dalam tas. Hilang sudah mood-nya untuk berbelanja. Ia berjalan menuju kasir dengan tanpa sadar membawa lingerie yang diberikan oleh Rafan. Ia baru sadar ketika sudah sampai kasir dan menyerahkan baju itu pada pekerja. Meskipun dalam hati ia merutuki kebodohannya, ia tetap saja membawa barang itu pulang. 

°°°

Malam harinya, Yuan berkutat di depan cermin. Setelah ia membersihkan diri, kini ia ingin mempercantik diri. dengan menggunakan make up tipis, ia sudah siap menyambut kedatangan sang suami. 

Yuan dengan was-was duduk di tepi ranjang. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat terdengar mobil masuk pekarangan rumah. Ini adalah pertama kalinya bagi keduanya terpisah untuk beberapa hari. Itulah sebabnya, Yuan sedikit gugup malam ini. Apalagi jika mengingat lingerie yang ia kenakan adalah pilihan Rafan. Ah sudah, lupakan asal usul lingerie ini. 

"Surprise!" kata Yuan dengan bibir yang merekah. 

Untuk sejenak Danish terdiam seraya mengamati keadaan kamarnya. Bunga mawar tersebar di seluruh ranjang. Lampu temaram yang menyala dan juga ada beberapa lilin di sudut kamar membuat suasana romantis seketika memenuhi ruangan. 

"Apa ini, Yuan? Kau menyiapkan semua ini? Kita bukan lagi pengantin baru. Untuk apa semua ini?" 

Reaksi Danish sungguh diluar dugaannya. Ia menunggunya dengan sabar sepanjang hari, rindu yang teramat dalam membuat detik-detik ini begitu istimewa. Tapi kalimat yang terdengar dari mulut Danish sedikit mencubit hatinya. Sangat jelas tak ada senyum atau kebahagiaan di bibir pria itu. Yuan kecewa, tapi sebisa mungkin tak ia tunjukkan. 

"Ya memang kita bukan pengantin baru, tapi ini adalah pertama kalinya kita berpisah selama satu minggu. Tentu saja perpisahan ini membuat aku merindukanmu, Mas. Dan dengan cara inilah aku menyambutmu. Kau juga rindu aku, kan?" Yuan berjalan mendekat. 

"Nggak begini juga, Yuan. Kau, kan, tahu, aku perjalanan dari luar kota dan jauh. Aku cape, aku mau bersih-bersih, habis itu istirahat. Jangan berusaha menggodaku, biarkan suamimu ini merehatkan badan. Kalau kau merindukan yang lain, besok akan aku beri." Danish mengusap puncak kepala wanita itu dan mengecup keningnya singkat, lalu melipir ke kamar mandi. 

Yuan masih mematung di tempat. Kenapa suaminya tiba-tiba terlihat berubah? Tak biasanya laki-laki itu tidak menghargai usaha dan kerja kerasnya. 

'Ah mungkin memang Mas Danish kecapean aja. Dia nggak berubah, Yuan. Nggak usah overthinking.'

Wanita itu membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Meskipun dalam hati dan logikanya kini tengah ribut, ia berusaha untuk tetap berpikir positif. Ia berusaha keras untuk meyakini bahwa suaminya itu memang keletihan. 

"Mau aku buatkan kopi atau minuman lain? Atau kau mau makan sesuatu?" Yuan bertanya saat suaminya baru saja membuka pintu kamar mandi. Ia mengganti lingerinya dengan pakaian tidur setelah menyiapkan baju tidur untuk sang suami. 

"Tidak perlu. Aku mau langsung tidur."

Yuan mengangguk dan membawa tubuhnya untuk berbaring di ranjang kosong samping suaminya. Meskipun dalam hatinya ia cukup bertanya-tanya apa yang membuat suaminya seperti berubah menjadi acuh. Seumur-umur tidak pernah Yuan diperlakukan seperti ini oleh Danish. Pikiran yang ingin berpikir positif itu ternyata tidak sejalan dengan kata hatinya. 

°°°

Pagi harinya, matahari muncul di balik cakrawala dengan lembut, menyinari dunia dengan sinar keemasan. Suara burung bernyanyi dengan gembira, menyapa hari baru yang penuh potensi. Udara segar pagi mengisi paru-paru dengan kehidupan, dan embun di daun-daun memberikan kilauan magis yang menghipnotis. 

Di seberang jendela, taman bunga mulai mekar dengan indahnya. Bunga-bunga mawar, anggrek, dan tulip memberikan tampilan yang mengagumkan. Seekor kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga itu, menambahkan sentuhan kecantikan alami. 

"Aku suka pagi hari," kata Yuan memandangi taman samping rumah yang ada di bawah sana. 

Sebuah rangkulan yang ia rasakan di sepanjang perutnya membuatnya sedikit terkejut. Di detik berikutnya, ada sebuah beban di pundaknya, bukan beban yang berat. Ia menyukai beban kepala suaminya itu. 

"Secangkir kopi sepertinya cukup untuk menghangatkanku pagi ini."

"Kau merindukan kopi buatanku? Aku akan segera kembali dan membawanya."

"Kau yang terbaik."

Yuan dengan semangat baru menuruni anak tangga satu persatu dan menuju dapur. Ia akan membuatkan kopi spesial seperti biasanya untuk sang suami. Senyum terukir sejak tadi, bgaimana tidak? Sikap suaminya kembali seperti biasanya, itu artinya memang semalam ia benar-benar kelelahan. Sungguh Yuan merasa bersalah karena berpikir yang tidak-tidak semalam. 

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Yuan untuk membawa secangkir kopi itu ke kamar. Namun begitu ia membuka pintu tak ia dapati suaminya di sana. Mendengar gemericik air di kamar mandi, Yuan tidak perlu bertanya ke mana perginya suaminya. 

Ponsel yang berada di atas nakas berdering bersamaan saat Yuan meletakkan secangkir kopi buatannya. Keningnya pun mengernyit, pasalnya ini masih terlalu pagi untuk menelepon seseorang. 

"Ae-in?" Kening Yuan tambah mengernyit ketika melihat nama kontak yang menelpon suaminya sepagi ini. 

Yuan hampir saja menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan. Namun, secepat kilat sebuah tangan menyambar ponsel itu dan menatapnya dengan tatapan tajam seolah tatapan mata itu menunjukkan bahwa, apa yang dilakukan Yuan adalah sesuatu yang lancang. 

"Siapa yang menghubungimu sepagi ini, Mas? Siapa Ae-in?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status