Share

4. Cekcok

Author: Author MungiL
last update Last Updated: 2023-10-04 10:06:43

"Ae in itu teman kuliahku, lagipula sejak kapan kau lancang ingin menjawab panggilan dari ponsel seseorang?" 

"Kau bukan orang lain, kau suamiku. Harusnya tidak ada privasi di antara kita. Ya kalau itu temanmu, kenapa tiba-tiba wajahmu memucat?"

Tatapan yang penuh kecurigaan memperlihatkan perasaan yang tersembunyi. Bibir Yuan yang tegang dan alis yang terangkat menciptakan aura ketidakpercayaan. Hatinya berdebar keras, terjebak dalam labirin pertanyaan tanpa jawaban. Apakah ini hanya paranoid atau benar-benar ada sesuatu yang disembunyikan? Tatapan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diucapkan. 

Entah mengapa untuk kali ini ia tidak terlalu percaya dengan ucapan suaminya. Nama kontak yang terlalu asing di telinga, panggilan sepagi ini di nomor pribadinya, yang ia tahu seseorang yang menghubungi suaminya di nomor pribadinya hanyalah keluarga besarnya. Untuk teman-teman dan juga rekan kerjanya ia menggunakan ponsel lain. 

"Sudahlah, Yuan. Kau tidak perlu berpikir yang tidak-tidak, kau jangan mencurigai aku soal apa pun. Dia ini hanya temanku, teman lama saja. Lebih baik sekarang kau siapkan bajuku saja!" 

Tanpa menjawab satu patah kata pun, Yuan melakukan apa yang diminta suaminya. Menyiapkan pakaian yang akan laki-laki itu kenakan untuk ke kantor. Sungguh ia tidak tahu pemikiran ini dari mana, tapi yang jelas ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya. 

"Aku tunggu di bawah, ya."

"Hm, lain kali jangan menyentuh ponselku jika berujung pada kecurigaanmu. Aku tidak suka dicurigai kau tahu itu, kan? Kita suami istri, tapi tetap ada batasan dan juga privasi. Aku tidak akan menyentuh apa pun yang menjadi privasimu. Jadi aku harap kau melakukan apa yang aku lakukan."

Mendengar ucapan suaminya Yuan yang sempat maju dua langkah kembali memutar badan, berdiri di depan suaminya yang tengah memakai pakaian. 

"Privasi apa yang kau maksud, Mas? Apakah ada pasangan suami istri yang masih memiliki privasi? Lalu apa gunanya kita menikah?"

"Aku merasa kau selalu ingin tahu apa yang aku lakukan. Dan aku tidak suka caramu barusan. Kau hampir menjawab telepon seseorang yang sebenarnya tertuju untukku dan ingin bicara padaku. Apakah itu termasuk tindakan yang sopan?"

Yuan tak percaya dengan apa yang ia dengar. Perkara dirinya yang hampir menerima panggilan saja menjadi masalah yang besar bagi suaminya. Jika memang yang menelepon tadi hanyalah teman, untuk apa pula dirinya se paranoid ini? Reaksi yang ditunjukkan oleh Danish sungguh membuat Yuan semakin berpikir yang tidak-tidak dan menyakini ada yang suaminya sembunyikan. 

"Aku mengerti kita suami istri, tapi aku juga butuh waktu untuk diriku sendiri tanpa merasa harus selalu memberikan penjelasan."

"Oh jadi itu yang kau mau? Ya sudah, aku akan memberimu ruang dan aku membebaskanmu mulai hari ini." 

Entah apa yang merasuki diri Yuan, sebenarnya apa yang ia lakukan sekarang di luar kebiasaan wanita itu. Wanita yang selalu bertutur kata lembut dan halus itu kini berubah menjadi sedikit membangkang karena perubahan sikap yang tiba-tiba pada suaminya. Ralat, mungkin tidak terlalu tiba-tiba, sebelum Danish keluar kota pun, sebenarnya sudah ada sedikit demi sedikit perubahan di dalam sikapnya dan juga perlakuannya. Hanya saja ia mengabaikan itu. Dan untuk apa yang dilakukan Danish sekarang tentu saja Yuan tidak bisa mengabaikannya.

Yuan sudah mengatakan dari awal pernikahan dan dari dulu Danish mengetahui bahwa ia tidak menyukai privasi di dalam hubungan suami istri. Untuk apa punya privasi jika mereka saja sudah pernah menyatukan tubuh, bertukar keringat, dan juga hal-hal pribadi lainnya. 

"Jangan keluar kamar sebelum kita menyelesaikan masalah ini. Aku tidak mau kau keluar kamar dan membawa wajah masammu itu di depan kedua orang tuaku. Kau ingin mereka bertanya-tanya, ada apa dengan kita? Mau mengumbar masalah rumah tanggamu?"

Yuan hampir saja menekan gagang pintu, namun urung ia lakukan karena mendengar ucapan suaminya. Untuk kedua kalinya, ia terpaksa memutar tubuhnya menghadap sang suami yang ternyata kini sudah berdiri di dekatnya.

"Memang masalah kita ini apa sih, Mas? Kau ingin privasi dalam hubungan ini, oke aku mengabulkannya. Meskipun aku tidak suka, aku akan memberimu ruang untuk urusanmu sendiri. Sudah selesai, kan? Ayolah ini masalah sepele, kenapa harus diperpanjang? Kalau kau meminta untuk tidak menyentuh lagi ponselmu, baiklah aku tidak akan menyentuhnya lagi. Biarkan saja aku terus tumbuh dengan pemikiran yang salah. Biarkan saja aku terus berpikir yang tidak-tidak dan jangan salahkan aku jika aku terus mencurigaimu."

"Sudah aku katakan yang menghubungiku tadi teman kuliahku. Lalu apa alasanmu berpikir yang tidak-tidak dan mencurigai aku?"

Saking asik bertengkar, mereka tak sadar bahwa mereka adu argumen tepat di belakang pintu. Entah kebetulan macam apa waktu itu, saat mereka sedang adu mulut di saat bersamaan, Rafan melewati kamar mereka. Tanpa sengaja ia pun akhirnya mendengar perdebatan mereka yang cukup keras itu. Dan entah atas perintah siapa, kaki pria itu terhenti tepat di depan kamar. Tidak bermaksud untuk menguping, tapi ada sesuatu di dalam hatinya yang menggelitik dan ingin tahu permasalahan apa yang tengah mereka berdebatkan. 

"Kau sepertinya lupa bahwa kontak temanmu bukan di ponsel pribadimu. Ini sudah siang, aku anggap masalah ini selesai."

Tanpa aba-aba, Yuan dengan gerakan secepat kilat membuka benda persegi yang ada di dekatnya itu dan saat pintu terbuka, betapa kagetnya ia melihat ada sosok kakak iparnya yang tengah berdiri mematung tepat di depan kamarnya. 

"Aku harap kau tidak sedang menguping," kata Danish entah menduga atau menuduh. 

"Aku tidak perlu menguping. Apakah kalian tidak sadar kalian adu mulut di belakang pintu. Siapa pun orang yang melewati kamar kalian, pasti akan mendengar perdebatan kalian. Jangan biasakan memulai pagi dengan sebuah pertengkaran."

"Aku tidak butuh nasihatmu!" jawab Danish buang muka. 

Memang hubungan kakak beradik ini seringkali tidak akur, entah mengapa mereka sejak kecil hingga sekarang sering terlibat pertengkaran yang terkadang mampu membuat mereka tak saling tegur sapa hingga beberapa hari. Itu adalah hal biasa bagi mereka dan kedua orang tuanya. 

"Kalau kau tidak butuh nasihatku, seharusnya kau bisa memperlakukan wanita dengan baik. Nada bicaramu tadi terlalu tinggi hingga terdengar jelas dari luar. Pria sejati tidak akan memperlakukan wanita seperti itu, terlebih lagi dia adalah istrimu." Rafan maju beberapa langkah dan mengibaskan tangannya di pundak Danish, seakan pakaian yang rapi itu banyak noda. 

"Pria sejati juga tidak sepertimu. Mana ada pria sejati ikut campur dalam urusan rumah tangga orang terutama adiknya sendiri?"

"Aku hanya mengingatkanmu, tidak bermaksud ikut campur. Tapi, jika kau melakukan kekerasan, tentu saja aku akan masuk tanpa permisi. Wanita tidak layak diperlakukan seperti kau memperlakukan Yuan tadi. Aku memang laki-laki brengsek, tapi se brengsek-brengseknya aku, aku tidak pernah sekalipun menaikkan nada bicara di depan wanita." Rafan mengalihkan pandangannya ke arah Yuan. "Apalagi yang kau lakukan di sini? Turunlah, adikku sedang marah. Kau ladeni dia, dia akan semakin marah."

Huft. 

Yuan bernapas lega. Akhirnya ada yang membantunya untuk selesai dari perdebatan yang tak berguna ini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Akhir Cerita

    Setelah proses panjang di pengadilan, Rafan dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana dan berbagai tindakan kriminal lainnya yang terkait dengan kematian Alea. Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun kepada Rafan.Yuan dan sang ibu mertua hanya bisa menangis sejadi-jadinya, siapa yang menyangka jika hukuman akan selama dan sepanjang ini. Rafan menghampiri keluarganya dengan wajah yang tampak tegar meski lelah, dan ia mencoba tersenyum untuk menguatkan istri dan kedua orang tuanya. Yuan tidak bisa menahan air matanya. "20 tahun, Rafan. Itu waktu yang sangat lama. Bagaimana bisa aku melalui hari tanpamu?" Wanita itu menghambur ke pelukan suaminya. Sayang, Rafan tak bisa membalas pelukan itu lantaran tangannya sudah terborgol. Rafan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku tahu, Yuan. Ini memang lama, tapi aku akan menjalani hukuman ini dengan tenang. Aku ingin menebus semua kesalahanku. Dan aku butuh kamu untuk tetap kuat di luar sana."Yuan menggengg

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Memaafkan

    Rafan mengulurkan tangan untuk membantu Antoni duduk sempurna. Napas mereka belum kembali normal, masih beradu dengan kenyataan yang tak hanya membuat lelah fisik. Antoni merasakan tubuhnya lemas, tetapi pikirannya terus berputar. Kata-kata Alea terus terngiang-ngiang di telinganya. "Jangan biarkan cinta merubah apa pun dalam dirimu."Ia menatap Rafan dengan pandangan yang penuh kebencian, tetapi di balik kebencian itu, ada secercah kesadaran. Alea benar, ia telah membiarkan kebencian menguasai dirinya terlalu lama. Jika ia terus berjalan di jalan ini, ia akan menjadi apa yang Alea tidak inginkan. "Antoni, tolong dengarkan aku," suara Yuan terdengar lagi, lebih lembut, "Kita bisa mengakhiri ini sekarang. Rafan bersedia menerima hukumannya. Biarkan hukum yang mengadili."Antoni menatap Yuan dengan mata yang penuh dengan emosi yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia ingin membalas dendam, ingin Rafan merasakan penderitaan yang ia rasakan. Tetapi di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan p

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Lanjut Atau berhenti?

    Dalam pertarungan itu, Rafan berhasil merebut pistol yang terjatuh saat terjadi baku hantam. Mereka bergulat di lantai, saling rebut senjata. Yuan berteriak memohon agar mereka menyudahi kegaduhan ini. Namun, suara teriakannya tenggelam dalam suara pertarungan sengit itu. "Rafan, lempar pistolnya ke sini! Rafan kau dengar aku? Lempar ke sini, Rafan!" Yuan berteriak sekuat yang ia bisa. Saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan. Tak lama kemudian, Rafan melakukan apa yang diminta sang istri, ia melempar senjata itu meski asal. Antoni mengamuk saat senjata itu berada di tangan Yuan. Ia kembali bangkit dengan membawa pukulan dan tendangan yang lebih brutal. Rafan hanya menghindar tak berniat membalas. Ia sedang mengumpulkan tenaga untuk menghentikan ini. Pukulan demi pukulan yang disodorkan tak membuahkan hasil membuat Antoni lelah sendiri. Di saat itulah, Rafan mengerahkan tenaga yang baru ia kumpulkan. Dengan sekali tendang di dada, Antoni tersungkur tak berdaya. "Rafan suda

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Saling Serang

    "Antoni, tolong pikirkan lagi! Apakah ini yang benar-benar diinginkan oleh Alea? Apakah dia ingin kau hidup dengan kebencian dan dendam seperti ini?""Kau tidak tahu apa-apa! Kau mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kau cintai, seseorang yang kau sayangi, tapi apakah kau pernah kehilangan seseorang dengan cara yang kejam? Sepertinya ikut melenyapkan mu juga pilihan yang bagus. Rafan juga harus merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan seseorang dengan cara yang kejam."Rafan maju perlahan, melihat Antoni yang kesetanan membuat ia takut hilang kendali dan justru mengikutsertakan Yuan dalam permasalahan masa lalunya. "Dengarkan aku Antoni, aku menyesal. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku. Aku akan melakukan apa pun yang kau minta, lakukan apa saja padaku, tapi jangan libatkan Yuan dalam hal ini. Ini murni kesalahanku, bukan?"Antoni tersenyum miring, "Kau pikir aku akan melepaskan orang yang kau cintai begitu saja? Dia ba

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Pertemuan Dua Pria

    "Yuaaann!"Suara Rafan menggema di seluruh ruangan, memecah keheningan yang melingkupi gedung lantai dua itu. Yuan terkejut melihat suaminya muncul, wajahnya penuh kepanikan dan ketakutan, napasnya pun sudah tersengal-sengal. Nampaknya ia berlari dari halaman gedung hingga naik ke titik ini. Antoni menoleh, tatapannya sangat memperjelas bahwa kebencian dirinya terhadap Rafan benar-benar berada di puncak. "Kau!" teriak Antoni mengarahkan pistolnya ke arah Rafan. "Akhirnya kau datang juga, akhirnya aku dengan leluasa bisa melihat wajahmu. Kau adalah awal dari segala penderitaanku. Kau harus membayar semuanya, Rafan. Nyawa, kebahagiaan, waktu, sakitku, dan hancurnya kehidupanku hanya karena kau!"Rafan mengangkat kedua tangannya, berusaha menunjukkan bahwa ia tak bersenjata dan tidak ada niatan untuk melawan. "Dengar aku! Aku dan kau tidak saling kenal, aku tidak tahu di sini kau siapa, tapi aku tahu siapa yang yang kau maksud. Aku tahu yang kau maksud adalah Alea, wanita yang ada di

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Terungkap

    Yuan masih terpaku di tempat. Pandangannya tak lepas dari layar monitor yang terus berjalan menampilkan gambaran masa lalu raffan yang tidak ia ketahui. Dalam waktu beberapa menit itu, slide-slide itu seolah menayangkan hampir setengah kehidupan masa muda sang suami. Semua masih menampilkan wajah-wajah yang sama, tak ada yang aneh. Rafan memang setia dalam menjalin hubungan. Bukankah wajar dan tidak ada keanehan dengan foto-foto yang ditampilkan? Itu bagian dari masa lalu dan apa masalahnya? Hingga akhirnya, pikiran Yuan yang begitu positif itu terkacaukan dengan sebuah chat. Selintas ia membaca kata "gugurkan" dan membuatnya mengatakan... "Stop! Kembali ke slide sebelumnya!"Antoni menurut, ia kembali menampilkan foto sebelumnya. "Sekarang kau tahu kenapa hingga detik ini Rafan tidak punya anak? Karma. Dia sedang menjalani karmanya. Pasti kau bertanya-tanya, siapa perempuan itu, siapa aku, apa hubungannya dengan kekacauan dalam hidupmu? Aku yakin banyak pertanyaan dalam benakmu. K

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Masuk Perangkap

    "Apa maksudnya dia mengirimku ke tempat seperti ini?! Apa aku sedang dibodohi?" gerutu Yuan seraya berjalan kembali ke mobilnya. Wanita itu belum selesai dengan keterkejutannya yang tanpa sengaja mendatangi sebuah rumah aborsi ilegal. Namun rupanya, semesta masih memberinya kejutan dengan kehadiran sosok pria berkulit putih di dalam mobilnya. "Siapa kau?" tanyanya dalam keadaan terkejut. Bagaimana tidak? Pria itu duduk kursi samping kemudi. "Itu tidak penting, yang lebih penting adalah informasi yang aku bawa. Informasi yang bisa menentukan masa depan dan jalan hidupmu selanjutnya. Jalan sekarang! Ikuti petunjuk yang aku berikan! Atau kau ... akan ditemukan menjadi mayat sebelum kau tahu rahasia besar yang dirahasiakan suamimu." Antoni mengarahkan pistol tepat di kepala Yuan. Manusia mana yang tidak gemetar jika dihadapkan dengan senjata tajam sementara dirinya tak menguasai apa pun dalam perkelahian atau menjinakkan senjata tajam, jangankan melakukan itu, memegang dengan benar da

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   Tempat Masa Lalu

    Rafan beberapa kali membolak-balikan kertas itu untuk meyakinkan diri. Tak ada apa-apa di benda itu. Bahkan setitik noda tinta pun tak ada. Ia juga dengan teliti memastikan bahwa tak ada apa-apa lagi di kaleng itu. Memang tidak ada, kosong, itulah kenyataan yang ada di hadapannya sekarang. Rasa takut, cemas, dan kekhawatirannya tak terbukti. Ia merasa lega karena tak ada hal apa pun yang menambah kecurigaan sang istri terhadapnya. Namun, kelegaan itu hanya berlangsung sementara saja, ia merasa kembali dikuliti saat mendapati tatapan sang istri yang mengarah padanya. Tatapannya biasa saja, tidak menakutkan bagi Rafan, tapi entah kenapa ia merasa terintimidasi oleh sorot mata wanita itu. Mungkin ini adalah efek lantaran dirinya yang menyembunyikan hal besar dari semua orang. "Sudah puas, Sayang? Tidak ada apa-apa, jadi tidurlah. Aku akan menyusul setelah mandi." Rafan kembali menggulung kertas dan memasukkan ke kaleng lalu ia letakkan benda itu di meja rias.Yuan mengangguk, tetapi ek

  • Tertawan Cinta Kakak Ipar   108. Surat Kaleng

    Rafan hendak membuka mulutnya untuk kembali menjawab pertanyaan dari Frans. Hanya saja, getaran di ponselnya membuat ia mengalihkan perhatian. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal terpampang di layar. Baginya sekarang tak mengherankan lagi ada banyak nomor yang menghubunginya. Si peneror seringkali mengganti nomornya saat menghubungi. Wajah yang semula biasa saja kini mendadak membuat raut tegang, wajahnya pucat, dan ia mulai di serang panik. "Sial! Frans, aku harus pulang." Hanya kalimat itu yang mampu Rafan keluarkan. Ia tergesa membawa dirinya keluar dari apartemen. Pesan dari peneoror ini membuat ia kembali kalang kabut. Rafan meluncur di jalan dengan kecepatan tinggi, hatinya berdegup kencang. Pemandangan di sekitarnya menjadi blur, hanya fokus pada satu tujuan, pulang. Ketegangan memenuhi udara di dalam mobil saat ia meraba-raba kantong saku, mengeluarkan ponselnya dengan gemetar. Layar ponsel terangkat menampilkan foto ancaman yang menakutkan. Rafan merasa napasnya se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status