Aku menulis surat ini dengan tangan gemetar dan hati yang penuh kerinduan. Terpisah oleh jarak fisik, namun hati kita tetap bersatu dalam cinta yang tak terukur. Setiap hari tanpamu terasa seperti sekali seribu tahun, namun aku ingin kau tahu bahwa jarak ini tidak mampu meredam api cinta di dalam diriku.Saat malam tiba, aku merenungkan kenangan indah kita bersama. Aku membayangkan senyummu, suaramu, dan aroma tubuhmu. Aku merindukan sentuhan hangatmu dan pelukan yang membuat dunia seolah-olah berhenti berputar. Meski jarak memisahkan kita, kenangan-kenangan itu tetap menghangatkan hatiku di malam yang sepi.Jarak ini menjadi akhir dari cerita cinta kita. Tapi aku percaya bahwa cinta sejati akan tetap pulang pada rumahnya. Meskipun aku berada di sini dan kau di sana, cintaku padamu tetap tak tergoyahkan. Melalui surat ini, aku mengirimkan cinta dan doa melalui tiap kata yang terpahat di atas kertas. Aku yakin suatu hari nanti, kita akan bersatu kembali jika memang cintaku dan cintamu
"Siapa aku itu tidak penting. Kau pecundang, pengecut, kau hanya berani bermain kasar, bersembunyi dari kesalahan. Sudah terbukti bahwa kau sudah melakukan hal yang merendahkan harga dirimu dan keluargamu, bukannya meminta maaf kau justru kesetanan. Terserah saja kau mau berpikir apa tentangku. Pikiranmu itu tidak akan membuktikan kau lebih baik dariku." Rafan lalu pergi dari hadapan Danish. Seperti yang dikatakan tadi, bahwa ia tidak peduli dengan pikiran Danish terhadapnya. Begitu juga dengan kedua orang tuanya, ia tidak peduli mereka berpikir apa. Tapi ia rasa kedua orang tuanya tidak akan mungkin berpikir bahwa dirinya dan Yuan memiliki hubungan. Ini hanya sebuah tindakan pertolongan untuk wanita itu saja. Ia percaya dan ia yakin kedua orang tuanya tidak akan berpikir sejauh itu. Meskipun pada kenyataannya ia ada hubungan, setidaknya jangan beritahu mereka sekarang. Lebih baik hubungan ini disembunyikan terlebih dahulu sampai waktunya tepat untuk merencanakan atau melangkah ke ha
"Minta dia keluar dari sini, Ve. Aku tidak sudi melihat wajahnya!" Pak Jo memaksakan kepalanya untuk menghadap ke arah yang berlawanan dengan posisi berdirinya Danish. Pria yang tengah lemah tak berdaya karena serangan jantung itu bernapas dengan sedikit sesak karena amarah yang masih tersisa. Betapa sakitnya hati beliau mendapati anaknya yang melakukan hal sekeji ini. Sungguh beliau sangat malu saat ini jika harus melihat dunia beserta isinya. Bu Veronica lalu memberikan kode pada sang anak untuk menginggalkan mereka. Tak lupa beliau juga memberi tahu untuk tidak datang ke rumah sakit. Sebelum suasana kembali kondusif akan jauh lebih baik jika Danish tidak muncul dulu di depan Pak Jo, begitu pikir Bu Veronica. "Aku sudah memintanya untuk pergi. Tolong jangan pikiran dulu soal apa pun. Kau tak akan kunjung sembuh jika seperti ini. Apakah kau menginginkan aku menghadapi ini sendirian? Kalau tidak, kau harus bisa mengatur emosimu. Pedulilah pada kesehata
"Orang-orang ke mana? Kenapa rumah sangat sepi?"Rafan sampai rumah 15 menit yang lalu. Dari ia masuk rumah hingga kembali keluar kamar tak ada manusia yang ia temui selain pekerja di rumahnya. "Ibu lagi di rumah sakit, Mas, nungguin Pak Jo. Semalam setelah Mas Rafan pergi, Pak Jo dadanya sakit dan dibawa ke rumah sakit. Kalau Mas Danish mungkin masih di sana juga karena semalam juga Mas Danish nggak pulang.""Kenapa ibu tidak mengabari aku?" gumam Rafan seraya melangkahkan kaki dan menghubungi ibunya. Rafan yang tadinya sudah bersiap akan ke kantor kini terpaksa ia urungkan. Meskipun mendapat kabar dari ibunya bahwa keadaan sang ayah sudah jauh lebih baik, tetap saja ia harus memastikan sendiri kondisi pria itu. "Apa yang terjadi? Kenapa Ibu tidak kabari aku kalau ayah masuk rumah sakit? Aku, kan, bisa pulang semalam. Apa kata dokter?""Tidak apa-apa, Rafan. Jangan khawatir, seperti yang sudah Ibu katakan tadi, Ayah sudah leb
"Tidak ada, Ibu. Semuanya sudah aku ceritakan, Ibu tahu aku, kan? Aku tidak suka ada laki-laki yang menyakiti wanita, aku tidak peduli siapa pun dia pasti akan aku bela. Kalian selalu mengajarkan itu padaku, kenapa masih bertanya?""Aneh saja. Kau selalu ribut tiap kali bertemu dan tiba-tiba sekarang bersikap seolah keributan yang kau buat dengan Yuan adalah palsu.'Rafan menelan ludahnya. Memang benar apa yang dikatakan ibunya, semua yang ditunjukkan pada orang tuanya hanyalah palsu belaka. Tapi rasanya pada Yuan tidak palsu, apa pun yang berhubungan dengan Yuan, tidak ada kepalsuan di dalamnya. "Ibu mau Yuan ke sini? Aku akan menjemputnya jika Ibu mau.""Sebenarnya Ibu ingin, tapi Ibu di sisi lain juga tidak punya muka untuk bertemu dengan Yuan. "Ibu selamanya akan merasa seperti itu, Bu. Ibu Bisa tunjukan kepedulian Ibu sekarang, inilah waktu yang tepat untuk membuktikan bahwa Ibu sudah masih layak untuk dipanggil Ibu oleh Yuan."
"Danish aku terpikir sesuatu sejak semalam. Kejadian ini pasti akan berdampak pada posisimu di perusahaan. Sebelum hari ini terjadi saja kau sudah tidak dipercaya oleh ayahmu. Bagaimana setelah kejadian ini? Bisa-bisa kau kehilangan hak untuk mengelola perusahaan keluarga. Bisa juga ayahmu memindahkan tangankan pemimpin di perusahaanmu. Jika kau tidak melakukan sesuatu, kau akan kehilangan semuanya."Danish yang sedang menyiapkan diri untuk ke kantor itu terhenti sesaat. Ia berpikir benar juga yang dikatakan oleh Feli. Jika ia diam saja, bukan hanya kepemimpinan yang akan direbut Rafan, tapi perusahaannya juga. Oh tidak, jangan sampai itu terjadi. "Aku harap kau mengerti dengan apa yang aku maksud.""Iya, aku paham. Kau tenang saja. Aku akan mengambil alih perusahaan sebelum Ayah melakukan sesuatu. Terima kasih sudah ingatkan aku. Aku ke kantor dulu." Sebuah kecupan di kening mendarat dengan lancar. "Hai Baby, Ayah kerja dulu, ya. Jangan tendang Ibu terlalu keras, dia bisa kesakitan
"Jo, aku ini ibunya. Jika kau membencinya silakan saja. Kau hanya laki-laki yang menjadi peran sebagai ayahnya, kau tidak ikut mengandung, melahirkan, dan menyusuinya. Wajar saja jika bencimu lebih besar dari kasihmu. Yang bertaruh nyawa untuk melahirkan dia, aku. Kenapa kau harus melarangku untuk bertemu dengan anakku sendiri? Hanya karena kesalahan yang dia lakukan melampaui batas, bukan berarti dia berhenti jadi anakmu. Dia tetaplah anakmu. Aku yang melahirkan, jangan minta aku untuk berpisah dengannya. Jika kau tidak mengizinkan dia datang ke sini, biar aku yang mendatanginya." Bu Veronica berkaca-kaca.Bayangkan saja, beliau seperti merasa sakit yang lebih parah, sakit yang terasa dua kali lipat lebih sakit dibandingkan dengan yang sakit yang sudah beliau lewati. Jika untuk maaf, tentu saja Bu Veronica masih berat untuk memberi maaf Danish, tapi bukan berarti beliau harus hilang peduli pada anaknya sendiri. "Ibu, sudah, Bu. Ayah baru keluar dari rumah sakit.
Selesai dengan membujuk ayah dan ibunya, Rafan meninggalkan rumah dengan perasaan yang lega. Ia merasa dengan apa yang ia lakukan ini akan membuka pikiran keduanya. Mungkin terlihat bahwa Rafan yang plin plan dan tak jelas berpihak pada siapa, tapi di balik keputusannya ini, ia akan tetap berada di pihak ibunya. Laki-laki itu akan tetap mempertemukan keduanya tanpa sepengetahuan sang ayah dengan catatan pertemuan itu tidak dilakukan dalam waktu dekat. Hari demi hari yang terus terlewati dengan cepat tak terasa membawa situasi di mana sidang perceraian Yuan dan Danish dibuka. Butuh waktu dua bulan untuk sampai di titik ini. Hingga kurun waktu itu, tak ada yang berubah. Semua tetap sama. Bahkan Yuan dan Danish juga tidak saling berusaha memperbaiki silaturahmi hingga detik ini. Tidak ada yang saling mencari, tidak ada yang mengalah, seakan-akan hubungan mereka berakhir di hari pernikahan mereka yang kedua tahun. Mereka seakan saling membenci satu sama lain. Bahkan hingga sidang ini di