Yuliani berhasil keluar dari rumah untuk menemui kekasih hati yang sedari tadi memberikan kabar pasti. Tidak lupa dia membawa alat tes kehamilan sebagai bukti dari apa yang sudah diucapkan.
Dia dan kekasihnya sudah janjian untuk bertemu di taman kota yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Yuliani. Dengan penampilan seadanya, dia akan menemui pria yang sudah menghamilinya. Wajahnya terlihat pucat karena tidak memakai pewarna bibir seperti biasa. Dia buru-buru pergi agar tidak ketahuan oleh Dina.Bermodalkan uang yang pas untuk memesan ojek online sebelumnya, Yuliani berangkat ke taman itu. Berharap ada jalan dari masalah yang saat ini dihadapinya."Bang, lebih cepat!" seru Yuliani ketika duduk di jok sepeda motor bagian belakang.Dia sengaja meminta cepat agar bisa menunggu pria yang dicintai serta menenangkan diri karena pikirannya sedang tidak menentu. Segala macam pikiran negatif terbersit begitu saja, meskipun pikiran positif sesekali ada dalam benaknya."Iya, Mbak. Ini saja sudah cepat," kata Abang ojek online yang memiliki nama Sariman.Laju sepeda motor semakin tinggi, hingga tak butuh lama mereka akhirnya sampai. Yuliani memberikan uang ongkos, lalu pergi dengan langkah kaki yang cepat ke dalam taman. Dia mulai mencari tempat duduk yang nyaman agar bisa leluasa berbicara pada kekasihnya tanpa terdengar orang sekitar."Kayaknya di sini saja lebih baik," gumam Yuliani ketika sampai di tengah taman. Tempat yang sesuai karena tidak terlalu banyak orang berlalu lalang di sana. Dia mulai menunggu sang Pujaan hati datang dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, dan perasaan grogi yang amat luar biasa. Sesekali matanya melihat ke arah jam yang ada di ponselnya."Kenapa lama sekali dia?" pikir Yuliani hilang kesabaran. Padahal, dia baru saja menunggu sekitar lima menit. Akan tetapi, rasanya sudah satu jam lebih.Layar ponsel yang redup dihidupkan kembali, kemudian wanita itu mengirimkan pesan pada kekasihnya.[Aku sudah ada di taman, kamu di mana? Kenapa lama sekali?] Pesan itu berhasil lolos dan terkirim ke nomor yang dituju.Dua puluh menit telah berlalu begitu saja, tapi pria itu tidak datang juga. Sudah berusaha untuk dihubungi, tapi tidak ada respon."Andai saja aku tahu rumahnya dari awal, mungkin aku tidak akan menunggu seperti ini. Aku justru akan pergi ke rumahnya saja." Yuliani menarik napas panjang, lalu menghembuskan secara perlahan.Sejak mereka pacaran, Yuliani memang tidak pernah diajak ke rumah pria itu. Mereka hanya berpacaran lewat pesan, lalu bertemu di tempat-tempat tertentu. Wanita berkulit putih itu juga tidak mempedulikan hal itu. Yang jelas, bisa bertemu dengan pria yang dicintai saja sudah cukup. Mungkin itu adalah salah satu kebodohan yang dimiliki, hingga dibodohkan oleh cinta yang tidak semestinya.Yuliani sudah bersiap-siap untuk pergi dari taman, percuma juga menunggu pria yang mungkin tidak akan datang. Baru saja dia beranjak dari tempat duduknya, sebuah suara yang familiar terdengar di telinga."Maafkan aku, Sayang. Kamu sudah menunggu lama?" tanya Anton yang merupakan kekasih Yuliani.Pria bertubuh tinggi, berkulit putih dengan rambut belah pinggir. Senyumannya begitu mempesona, sehingga membuat para wanita menjadi candu. Wajah yang semula berbinar karena akan bertemu dengan wanita berparas cantik justru berubah seketika. Semua itu terjadi karena penampilan Yuliani yang jauh berbeda dari biasanya.Pertanyaan yang dilontarkan dari Anton tidak dihiraukan, sebab terpenting saat ini bukan pertanyaan konyol itu. Melainkan tentang kehamilannya dan pria itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya."Kamu kenapa? Mukanya kok kusut begitu?" tanya Anton memperhatikan wajah Yuliani.Ternyata tidak mudah untuk wanita berparas cantik tersebut untuk menjelaskan semua yang terjadi. Dadanya terasa sesak dengan pikiran yang semakin kacau. Yuliani mulai menundukkan kepala, lalu duduk kembali di kursi taman.Anton langsung duduk di sebelahnya dan mengangkat dagu yang indah itu. Tidak ada obrolan lebih lanjut, hanya ada mata yang saling bertemu di sana."Katakan saja, apa yang terjadi?" tanya Anton memaksa."Aku ... aku ...," sahut Yuliani terbata-bata. Dia takut kalau pria itu akan meninggalkannya setelah tahu tentang kehamilannya.Anton menghembuskan napas secara kasar, wajah kesal terlihat jelas. Namun, dia tetap berusaha untuk berperilaku lembut kepada wanita yang selama ini menguntungkannya."Kamu kenapa? Cerita, jangan diam seperti ini. Kamu jangan takut, aku akan mendengarkan semuanya." Anton berusaha memberikan pengertian. Dia ingin Yuliani tahu, kalau pria itu begitu peduli dan sayang padanya.Yuliani tidak bisa melanjutkan perkataannya. Hanya ada satu cara, dia mulai membuka tas dan mengambil alat tes kehamilan tersebut. Lalu memberikannya kepada Anton.Terlihat jelas wajah pria itu kebingungan, masih tidak paham dengan apa yang sebenarnya terjadi."Ini punya siapa?" tanya Anton pelan. Dalam benaknya sudah terbersit bahwa Yuliani yang tengah hamil, tapi dia berusaha memastikan lagi. Berharap pikirannya itu salah."Aku hamil, Anton." Yuliani menyahut singkat."Syukurlah ...." Anton keceplosan, entah apa yang ada dalam benaknya sekarang."Kamu senang mendengar kehamilanku?" tanya Yuliani tidak percaya. Mana mungkin pria itu bisa bangga melihat wanitanya hamil di luar nikah."Ya syukur, itu tandanya kamu subur. Memangnya kamu hamil anak siapa?" tanya Anton dengan wajah tanpa dosa.Wajah Yuliani berubah merah padam, pertanyaan Anton berhasil membuatnya kesal. Bagaimana tidak? Kalimat itu menandakan seolah-olah dia bukan wanita baik-baik."Aku hamil anak kamu, Anton!" seru Yuliani menatap tajam ke arah Anton.Buliran air mata tidak terasa mengalir begitu saja karena perkataan pria yang dicintainya."Gak mungkin itu anakku," sahut Anton angkuh."Kamu masih bilang gak mungkin? Aku melakukan itu semua hanya denganmu, mana mungkin aku bisa hamil dengan pria lain?" cecar Yuliani tidak habis pikir dengan tanggapan sang Kekasih."Bisa saja kamu hamil dengan pria lain sebelum aku, atau sesudah aku. Kamu itu wanita gampangan, pasti sudah banyak pria yang tidur denganmu. Dan sekarang, dengan tampang polos yang kamu miliki itu di pergunakan untuk menjebak ku." Anton menghardik Yuliani. Sikapnya kali ini sudah tidak lagi lembut seperti biasa.Yuliani langsung melayangkan tangan ke arah pipi Anton."Tega kamu! Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Aku hanya menjalin hubungan denganmu, tidak dengan pria yang lain. Sudah jelas, anak ini adalah hasil dari keringat kita!" papar Yuliani sesenggukan. Wanita itu sudah tidak peduli lagi dengan sekitar, yang terpenting kali ini dia bisa mendapatkan apa yang seharusnya didapat. Meskipun banyak sorot mata yang melihat ke arahnya dengan Anton. Yuliani sudah bodoamat karena emosi yang saat ini tidak bisa dikontrol."Tampar saja aku sampai kamu puas, tapi asal kamu tahu satu hal ... sampai kapanpun, aku tidak akan bertanggung jawab dan mengakui janin itu darah dagingku," ujar Anton dengan tegas. Pria itu kemudian berlalu pergi begitu saja tanpa melihat ke arah Yuliani yang terlihat frustrasi.Yuliani berusaha untuk menguatkan diri, tidak mau berhenti begitu saja. Bagaimanapun, dia harus mendapatkan pertanggung jawaban atas janin yang saat ini ada dalam perutnya."Kamu gak boleh lemah seperti ini, Yuliani! Kamu harus kuat, Anton harus menikah denganmu, anak ini harus punya ayah saat lahir nanti," monolog Yuliani sembari memegang perutnya yang masih rata. Air matanya segera dihapus, lalu berdiri dan mengejar pria yang meninggalkan seorang diri."Anton! Tunggu!" teriak Yuliani sehingga langkah kaki Anton berhenti.Pria itu menoleh ke arah wanita yang telah kusut wajahnya."Ada apa lagi?" tanya Anton kesal. Yuliani mendekati Anton yang berdiri dengan jarak 10 meter darinya."Aku mau kamu bertanggung jawab atas janin yang ada dalam kandunganku. Aku tidak mungkin melahirkan anak ini tanpa seorang ayah." Yuliani menyahut dengan nada pelan. Dia tidak ingin obrolannya terdengar oleh orang sekitar taman."Kalau aku gak mau gimana? Aku gak yakin itu darah dagingku!" cetus Anton meng
Yuliani dan Anton menoleh ke sumber suara. Mark dengan cepat melangkahkan kaki dengan amarah yang semakin tidak bisa terkendali."Lebih baik kamu pergi dari sini sekarang juga, Anton!" pinta Yuliani panik, dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kekasih yang sudah berjanji menikahinya.Anton menganggukkan kepala, lalu naik ke atas sepeda motornya. Perasaan gugup dan takut bercampur jadi satu, hingga sulit untuknya menghidupkan sepeda motornya."Jangan kabur kamu!" hardik Mark bagian belakang sepeda motor Anton."Sudah, Ayah. Biarkan dia pergi, jangan sakiti dia!" cegah Yuliani. Wanita itu tidak sendiri, sebab Dina juga mendukung serta membantu menarik tangan Mark."Tenangkan hatimu dulu, Ayah. Jangan bersikap gegabah. Gak enak juga dilihat tetangga," kata Dina mengingatkan kalau aib keluarganya jangan sampai diketahui orang lain. Anton berhasil kabur ketika Mark mulai lengah. "Kenapa kalian berdua mencegah Ayah? Harusnya pria tidak tahu diri itu mendapatkan pelajaran atas a
Hari yang ditunggu akhirnya tiba, Yuliani sudah tidak sabar menyambut Anton bersama dengan keluarganya. Setelah mendapatkan pesan yang membahagiakan, wanita itu semakin semangat untuk menjalani hari. Membayangkan hidup berbahagia dengan pria yang dicintai."Kamu terlihat cantik sekali, Yuliani." Dina memuji Yuliani setelah merias diri."Terima kasih, Bu. Aku bahagia karena tidak menyangka kalau keluarga Anton merestui dan meminta untuk melangsungkan pernikahan sekarang juga," ujar Yuliani terharu. Pesan yang diterima kemarin selalu diingat, tidak dihapus bahkan semalam dibaca berulang-ulang ketika sulit memejamkan mata."Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," kata Dina memeluk tubuh Yuliani. "Aamiin, terima kasih do'anya Bu." Yuliani membalas pelukan Dina.Melihat sinar kebahagiaan yang terpancar dari netra Yuliani membuat Dina juga merasakan kebahagiaan yang sama. Akhirnya, putri kesayangannya menikah juga dan akan menjalani bahtera rumah tangga.Semua sudah dipersiapkan dengan seb
"Kamu ke mana sih, Anton. Kenapa nomornya tidak aktif?" pikir Yuliani masih berusaha untuk menghubungi Anton. "Bagaimana? Apa sudah ada jawaban darinya?" tanya Dina tampak gelisah. Firasatnya sudah mengatakan yang tidak-tidak. Akan tetapi, dia masih terus berusaha untuk berpikir positif."Nomornya sudah tidak aktif, Bu." Yuliani berbicara terbata-bata."Ibu sudah menduga dari awal, pria itu pasti gak mau bertanggung jawab." Dina mulai meyakini firasatnya."Gak mungkin, Bu. Dia sendiri yang sudah berjanji untuk menikahi ku. Mungkin saja kehabisan baterai, atau kehilangan signal. Bisa saja seperti itu 'kan, Bu?" cetus Yuliani berusaha meyakinkan diri sendiri juga."Sudah, Yuliani. Jangan berharap lagi sama pria itu, dia mungkin tidak akan datang. Jangan buang-buang waktu lagi. Di luar para tamu sudah menunggu. Alasan apa yang akan kita katakan pada mereka? Ibu malu, Yuliani!" hardik Dina. Wanita yang semula selalu sabar, kini tidak tahan juga dengan permasalahan yang terjadi.Yuliani m
Dengan langkah sempoyongan Mark berlari menemui Dina, sedangkan para tamu dan juga keluarga mulai kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya. "Ada apa, Bu?" tanya Mark memegang pundak Dina."Yuliani, Ayah. Dia tdiak ada di dalam kamarnya." Dina menyahut sembari menunjuk kamar Yuliani yang sudah kosong. Jendela kamarnya juga terbuka, wanita itu sudah pergi melarikan diri lewat sana.Mark langsung masuk untuk mengecek keadaan lebih lanjut, ternyata memang benar puteri kesayangannya tidak ada. "Ibu tenang dulu di sini ya, Ayah coba mengejarnya. Mungkin saja dia tidak jauh dari sini." Mark membantu Dina untuk duduk di tepi ranjang kamar Yuliani. Pria itu tidak peduli dengan sorot mata semua orang, yang ada dalam benaknya saat ini hanya satu. Yuliani harus segera ditemukan sebelum calon mempelai pria pilihan Mark kecewa dengan peristiwa ini."Apa aku bilang, Jeng. Calon mempelai pria tidak datang, makanya sekarang Yuliani tidak ada di kamarnya." Mawar dengan bangga berpendapat setel
"Ayah gak salah memilih calon suami untukku?" tanya Yuliani melihat pria yang ada di hadapannya. Wajah yang dimiliki sudah tidak lagi muda, bagaimana mungkin Mark tega memilihkan calon suami seperti itu?"Kamu gak punya pilihan lain, Yuliani. Sudah beruntung Pak Bandit mau menerimamu dengan kondisimu saat ini." Mark berbicara tegas agar Yuliani menyadari dengan kondisinya sekarang yang bukan lagi seorang wanita perawan."Sampai kapan pun, Yuliani tidak mau menikah dengan pria yang sudah tua seperti dia, Ayah." Yuliani tetap pada pendiriannya. Meskipun Mark sudah mengingatkan akan aib yang saat ini sedang ditanggungnya.Wanita mana yang akan mau menikah dengan pria yang memiliki umur terpaut jauh, bisa dibilang pria itu lebih pantas menjadi kakek Yuliani. Jika dibandingkan dengan Anton, lebih baik pria yang sudah menghamilinya dibandingkan dengan pria yang tulus menerima apa adanya. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, wanita yang masih mengenakan gaun pengantin itu harus tahu diri juga
Tak hanya Yuliani saja yang diusir, seluruh anggota keluarga juga diusir agar pulang ke rumah masing-masing. Mark benar-benar marah dan berlalu pergi ke kamar setelah keadaan rumah benar-benar sepi. Dina menyusul ke kamar dan melampiaskan seluruh amarah pada suaminya."Ayah tega! Kenapa Yuliani diusir, Ayah. Selain kita, siapa lagi yang mau membantu masalahnya? Lagian dia tidak salah, Ibu juga tidak akan mau jika dijodohkan dengan pria yang sudah tua," kata Dina menggebu-gebu. Wanita itu tidak tega melihat anaknya dimarahi, terlebih kondisinya saat ini tengah mengandung cucunya. Di saat terpuruk begini, Yuliani pasti membutuhkan dukungan dari keluarga. Mark duduk di ujung ranjang, menundukkan kepala tanpa berbicara apa pun. Hanya mendengarkan setiap omelan yang dilontarkan oleh Dina."Ayah lihat sekarang, kita sudah kehilangan puteri kita satu-satunya. Bahkan Ibu sudah berusaha untuk mencegahnya pergi, tapi Yuliani sudah tidak peduli. Bicara, Ayah! Kenapa diam saja!" hardik Dina kesa
Rumah sederhana akan menjadi tempat tinggal Yuliani untuk sementara waktu. Anita yang bukan termasuk orang kaya, tapi sudah berbaik hati memberikan tempat tinggal pada ponakan yang terbilang memiliki keluarga mapan."Maaf, Yuliani. Tante cuma bisa memberikan tempat tinggal seperti ini. Sangat jauh berbeda dengan rumah yang ditinggali olehmu," kata Anita gak enak hati."Justru Yuliani senang, Bi. Karena Bibi masih ingat sama aku, dan mau membantu." Yuliani sedikit sungkan, sebab Bibi yang selama ini tidak begitu dihiraukan ternyata dia yang paling peduli padanya. Bahkan saudara yang lain boro-boro membantu, pura-pura bertanya justru tidak ada. Diberikan tempat tinggal saja wanita itu sudah bersyukur, gratis pula. Anita menunjukkan kamar yang akan ditempati Yuliani."Kamarnya kecil, karena di rumah ini cuma bisa membuat dua kamar dengan ukuran 3x4. Rencananya kamar ini nanti untuk anak Bibi." Anita menjelaskan dengan netra berkaca-kaca. Sudah lama sekali wanita itu menginginkan anak ya