Share

4. Membujuk

Yuliani berusaha untuk menguatkan diri, tidak mau berhenti begitu saja. Bagaimanapun, dia harus mendapatkan pertanggung jawaban atas janin yang saat ini ada dalam perutnya.

"Kamu gak boleh lemah seperti ini, Yuliani! Kamu harus kuat, Anton harus menikah denganmu, anak ini harus punya ayah saat lahir nanti," monolog Yuliani sembari memegang perutnya yang masih rata. Air matanya segera dihapus, lalu berdiri dan mengejar pria yang meninggalkan seorang diri.

"Anton! Tunggu!" teriak Yuliani sehingga langkah kaki Anton berhenti.

Pria itu menoleh ke arah wanita yang telah kusut wajahnya.

"Ada apa lagi?" tanya Anton kesal.

Yuliani mendekati Anton yang berdiri dengan jarak 10 meter darinya.

"Aku mau kamu bertanggung jawab atas janin yang ada dalam kandunganku. Aku tidak mungkin melahirkan anak ini tanpa seorang ayah." Yuliani menyahut dengan nada pelan. Dia tidak ingin obrolannya terdengar oleh orang sekitar taman.

"Kalau aku gak mau gimana? Aku gak yakin itu darah dagingku!" cetus Anton mengelak perbuatannya.

"Aku berani memberikan bukti, kalau janin ini adalah anakmu. Kalau kamu tidak mau bertanggung jawab, akan aku laporkan kamu ke polisi." Wajah Yuliani terlihat serius, membuat Anton ketakutan. Pria itu melihat jelas dari sorot mata Yuliani bahwa wanita itu berkata jujur.

"Oke! Aku percaya kalau janin itu milikku, lantas apa yang kamu inginkan?" tanya Anton mengalah. Dia tidak ingin berurusan dengan polisi, mengingat pria itu memiliki rahasia.

Wajah Yuliani berubah bahagia kembali mendengar ucapan Anton.

"Aku ingin kamu menikah denganku." Yuliani menyahut singkat.

Anton berpikir sejenak, "Gak mungkin juga aku menikah dengan wanita ini. Apalagi melihat penampilannya sekarang." Sorot matanya melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Bagaimana? Kamu mau 'kan? Aku cuma ingin anak ini lahir punya sosok ayah," cetus Yuliani menatap Anton yang masih berdiri tanpa sepatah kata apa pun.

"Beri aku waktu, secepatnya aku akan menghubungimu." Anton berusaha mencari alasan agar bisa pergi saat itu juga.

"Sudah gak ada waktu lagi, Anton. Perutku lambat laun akan semakin membesar. Jadi, lebih baik kamu putuskan sekarang juga." Yuliani memaksa karena tidak ingin kehamilannya semakin membesar dan diketahui orang lain.

"Beri aku waktu, aku janji akan datang ke rumahmu," bujuk Anton sembari mengambil kedua tangan Yuliani.

Anton berpaling, lalu melanjutkan perkataannya, "Aku butuh restu dari keluarga terlebih dulu. Harus meyakinkan mereka kenapa aku mau menikah denganmu. Kamu tidak mau 'kan, menikah tanpa restu dari keluarga?" Anton menyeringai. Sebuah rencana terlintas dalam benaknya.

Pria itu memang pintar merayu, jadi sudah pasti Yuliani akan tunduk. Rayuan demi rayuan dilontarkan, hingga wanita yang berdiri di depannya menyetujui permintaannya.

"Baik, aku akan menunggu. Namun, batas waktunya cuma sampai besok. Jadi, besok kamu harus memberikan jawaban," kata Yuliani.

Meskipun dengan mudah dibujuk, bukan berati wanita itu mau menuruti semua permintaan Anton. Diberikan kesempatan itu sudah untung, dibandingkan tidak sama sekali. Pria itu juga tidak bisa menolak lagi, sebab bisa terlepas dari wanita yang dipermainkan sekarang juga itu lebih baik.

"Ya sudah, sekarang aku antar kamu pulang. Gak mungkin juga kamu pulang sendiri dalam keadaan seperti ini. Bagaimanapun, aku khawatir sama kamu dan juga janin yang ada dalam perut ini," kata Anton mengelus perut Yuliani yang masih rata.

Modus yang dilakukan agar wanita yang dihamilinya semakin yakin akan janjinya. Dengan senang hati Yuliani menerima tawaran tersebut, selain karena minimnya uang. Anton juga harus tahu alamat rumahnya.

Sepeda motor melaju kencang sesuai arahan Yuliani.

"Pegangan takut jatuh," kata Anton yang masih sempat modus.

Tanpa pikir panjang, Yuliani langsung melingkarkan kedua tangannya memeluk Anton. Cinta sudah membutakannya, sehingga melakukan apa pun yang membuatnya bahagia.

Sesampainya di rumah, Yuliani turun dari sepeda motor Anton.

"Kamu gak mau masuk dulu?" tanya Yuliani dengan wajah berseri-seri.

"Besok saja kalau semua sudah siap," sahut Anton memberikan senyuman terbaiknya.

"Kamu hati-hati di jalan ya!" seru Yuliani membalas senyuman Anton.

"Oya, apakah kedua orang tuamu sudah tahu perihal ini?" tanya Anton penasaran.

Yuliani menganggukkan kepala.

Satu hal yang tidak diketahui oleh wanita berambut lurus itu, kalau kedua orang tuanya saat ini kebingungan mencarinya.

"Ibu ini gimana sih? Kenapa bisa gak tahu kalau Yuliani pergi dari rumah?" tanya Mark dengan raut wajah memerah.

"Ibu tadi pergi ke dapur setelah Yuliani sarapan, Ayah. Setelah itu aku lihat di kamarnya dia sudah tidak ada. Makanya Ibu langsung menghubungi Ayah agar bisa mencarinya bersama-sama." Dina menjelaskan panjang lebar, tapi tetap saja Mark tidak bisa mengontrol emosinya.

Amarah pria itu sudah tidak bisa terkontrol lagi sejak mengetahui fakta bahwa sang Anak hamil di luar nikah.

"Biarkan saja! Kita tidak usah sibuk mencarinya, anggap saja dia sudah tiada. Anak tidak tahu diri seperti itu hanya membuat kita stres," kata Mark kesal.

"Ayah jangan bilang seperti itu. Apa pun kesalahan yang dilakukannya, Yuliani masih tetap darah daging kita, Ayah. Jangan cuma menyalahkan dia saja, kita harus memberikan dia waktu." Dina berusaha untuk memberikan pengertian kepada sang Suami.

Untuk saat ini, hanya Dina yang mau menerima Yuliani. Sedangkan Mark sudah kesal, tapi rasa peduli untuk puteri kesayangannya masih tersisa.

"Apa yang bisa kita banggakan dari anak seperti dia, Bu. Hanya bisa membuat keluarga kita malu saja," kata Mark menghembuskan napas secara kasar.

Dina mengelus dada karena melihat wajah Mark yang menakutkan. Selama ini, pria itu terkenal lemah lembut, dan juga penyabar. Namun, semua berubah ketika emosi sudah melanda.

Di saat Dina sudah kehabisan kata-kata, terdengar suara sepeda motor berhenti di teras rumah.

"Mungkin itu Yuliani, Ayah. Mungkin dia sudah pulang," kata Dina melangkahkan kaki ke arah pintu. Mark yang penasaran juga mengikuti dari belakang.

Dina lebih dulu membuka pintu, terlihat Yuliani sedang mengobrol dengan Anton.

"Sepertinya dia pria yang sudah menghamili Yuliani. Kalau Ayah melihatnya, sudah pasti terjadi sesuatu nanti. Aku harus melakukan sesuatu," gumam Dina sembari menutup pintu kembali.

Dia yang lebih tahu sifat sang Suami, jadi dia akan berusaha untuk melindungi anaknya. Juga pria yang saat ini bersama dengan Yuliani.

"Kenapa pintunya ditutup lagi?" tanya Mark yang berdiri tepat di belakang Dina.

"Iya, Ayah. Ternyata bukan Yuliani." Dina menyahut dengan ekspresi gugup.

Dari gerak-gerik Dina sudah terbaca, jadi Mark tidak gampang percaya.

"Coba Ayah lihat," kata Mark menggeser tubuh Dina menghalangi pintu.

"Jangan, Ayah." Dina refleks tidak memberi izin Mark membuka pintu.

Pria itu tetap memaksa, hingga pintu terbuka. Amarah yang semula sedikit redam kini berkobar lagi ketika melihat Yuliani bersama Anton. Segera dia menghampiri sepasang kekasih yang masih asik bercanda.

"Jadi kamu orangnya!" hardik Mark dengan sorot mata yang tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status