Sepasang suami istri kini tengah duduk di tepi ranjang, saling terdiam dan tidak ada yang berbicara. Hanya ada keheningan serta tangisan dari wanita yang saat ini tengah memegang pipinya yang memar. Alih-alih ingin ke kamar sang Anak diurungkan karena pertengkaran yang terjadi.
"Maafkan Ayah, Bu." Mark berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal itu, tapi nyatanya cuma bisa terlintas dalam batinnya saja. Pun Dina yang ingin meluapkan isi hati, namun justru tertahan di tenggorokannya. Lain hal dengan Yuliani yang saat ini tengah gelisah melihat kedua orang tuanya bertengkar karena kesalahan yang diperbuat."Aku memang jahat, hingga membuat ayah dan ibu bertengkar." Yuliani bermonolog.Dia memang melihat secara langsung ketika sang Ayah memarahi ibunya. Dari lubang kecil di pintu, adegan itu terlihat jelas di sorot matanya. Yuliani merebahkan tubuh, mulai melihat ke langit-langit kamar. Kembali ponsel yang ada di atas meja samping tempat tidur diraihnya, mulai berusaha untuk menghubungi pria yang berhasil menghamilinya.Panggilan yang semula tidak bisa dihubungi, kini sudah bisa dihubungi. Akan tetapi, ditolak berkali-kali. Yuliani mengirimkan pesan, tapi juga tak kunjung mendapatkan sebuah balasan.[Kamu ke mana, Mas. Kenapa pesan dan panggilanku tidak direspon? Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu.] Kalimat tersebut yang berhasil dikirim oleh Yuliani. Hingga tidak terasa wanita itu terlelap dalam tidurnya.***Yuliani enggan beranjak dari tempat tidurnya, semangat hidup yang selama ini membara sudah pupus begitu saja. Terlebih ketika Mark murka akan kehamilannya. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa selain mengunci diri di dalam kamarnya."Yuliani, kita sarapan yuk!" ajak Dina setelah menggedor pintu kamar sang Anak.Bukan menjawab, Yuliana justru menyumpal telinganya dengan bantal. Untuk hari ini, dia tidak ingin bertemu dengan keluarga karena yakin sang Ayah pasti masih dalam keadaan hati yang sama.Dina terus berusaha membujuk, tapi tidak ada tanggapan juga. Jadi, wanita tersebut kembali ke ruang makan menemui suaminya.Mereka berdua belum juga berbaikan, Mark masih gengsi untuk meminta maaf. Sedangkan Dina juga tidak ingin memulai pembicaraan terlebih dulu. Meskipun begitu, wanita itu masih melayani sang Suami seperti biasa.Dina duduk dan mengambil nasi goreng yang sudah dimasaknya, pun Mark juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua makan bersama tanpa kehadiran puteri tercinta mereka."Ke mana anak itu?" tanya Mark ketika selesai sarapan."Di kamarnya." Dina menjawab singkat."Aku mau berangkat kerja dulu, kamu jaga dia. Paksa untuk sarapan, bagaimanapun juga kasihan janin yang ada dalam perutnya." Mark berbicara seolah tidak ada yang terjadi tadi malam."Bahkan kamu gak meminta maaf padaku atas sikapmu semalam, Mas. Kenapa hatimu semakin mengeras seperti batu?" cetus Dina karena sudah tidak kuat membatin sendiri."Aku lagi malas membahas hal itu, Bu. Aku pergi dulu," kata Mark langsung menyelonong pergi begitu saja.Tidak terasa air mata berhasil lolos dari wajah Dina."Aku gak menyangka kamu akan merubah sikap seperti ini, Mas. Aku kira sifatmu itu akan kamu musnahkan seperti yang pernah dijanjikan padaku." Dina menangis sesenggukan sembari membawa piring kotor ke dapur.Selesai mencuci piring, Dina kembali ke kamar Yuliani. Berharap pintunya akan dibuka oleh putrinya."Yuliani, ini Ibu. Tolong buka pintunya, Ibu mau bicara sebentar. Kamu gak usah takut, ayahmu sudah berangkat kerja," kata Dina setengah berteriak.Tetap saja tidak ada jawaban dari Yuliani meskipun Dina menggedor pintunya beberapa kali."Kamu harus makan, Yuliani. Kasihan janin yang ada dalam perutmu." Dina terus membujuk meskipun tidak terdengar respon.Wanita itu kembali ke dapur untuk mengambil piring yang sudah ada nasi goreng, juga membawakan roti dan segelas susu di atas nampan."Semoga saja Yuliani mau keluar untuk mengambil makanan ini." Dina bermonolog.Sang Ibu memang selalu memanjakannya dari dulu, jadi hal itu biasa dilakukan ketika Yuliani sedang ngambek dan gak mau keluar dari kamar. Dina melangkahkan kaki ke kamar sang Anak, lalu meletakkan nampan yang berisi makan dan susu itu di atas meja tepat di samping pintu kamar."Ibu taruh makanannya di meja, jangan lupa makan ya!" teriak Dina.Mendengar langkah kaki yang sudah pergi, Yuliani keluar untuk mengambil sarapan tersebut. Perutnya sudah keroncongan dari tadi, tapi tidak berani keluar kamar untuk menghindari seribu pertanyaan yang mungkin diberikan oleh Dina."Maafkan aku, Ibu. Aku belum bisa menemui ibu karena belum siap untuk memberitahu siapa ayah dari janin yang aku kandung saat ini. Sebisa mungkin, aku akan meminta pertanggung jawaban sendiri pada pria yang sudah menghamili ku," gumam Yuliani sembari mengelus perutnya yang masih terlihat rata.Dia menghabiskan sarapan dan juga segelas susu hingga tidak tersisa, lalu menaruh kembali nampan tersebut di meja depan kamar. Setelah mendapatkan tenaga, Yuliani kembali mengirim pesan dan berusaha untuk menghubungi pria yang dicintainya. Akhirnya ada balasan juga dari pria tersebut, dia mengaku kalau sedang sibuk.Yuliani meradang dengan sikap pria yang selama ini dipujanya, bahkan setelah apa yang terjadi. Dia malah dengan seenak jidat mengatakan sibuk dan gak bisa diganggu."Apa aku kasih tahu lewat pesan saja ya, kalau aku sedang hamil?" pikir Yuliani saat menemukan jalan buntu.Beberapa kali dia mengetik untuk mengatakan apa yang terjadi, tapi lagi-lagi dihapus. Hingga pesan terakhir berhasil dikirim oleh wanita yang masih memakai piyama tersebut."Yuliani, kamu gak mau keluar dari kamar?" Suara Dina mengagetkan Yuliani."Setidaknya kamu jangan mengunci diri di dalam kamar. Ceritakan semua pada Ibu, siapa tahu saja kita bisa mencari solusinya bersama-sama." Dina tetap berusaha membujuk, meskipun tidak ada respon.Wanita itu mengambil nampan yang berisi piring kotor dan gelas sisa air susu. Hari ini, Dina sengaja tidak pergi bekerja karena ingin membujuk Yuliani agar menceritakan semua yang terjadi. Bahkan berharap bahwa testpack yang ditemukan di dalam kamarnya bukan milik sang Anak.Bolak-balik Dina berusaha membujuk Yuliani, tapi tidak membuahkan hasil. Padahal dia harus mengetahui semua cerita sebelum Mark pulang, tapi nyatanya tidak mudah untuk membujuk sang Anak."Kenapa aku tidak kepikiran dari tadi? Di rumah ini 'kan, masih ada kunci cadangan yang aku pegang dari setiap pintu. Kenapa aku gak paksa buka saja dengan bantuan kunci cadangan itu?" pikir Dina di tengah putus asa.Wanita itu pun melangkahkan kaki ke kamar untuk mengambil kunci cadangan yang disimpan rapi dalam lemarinya."Ini dia kunci yang akan membantuku hari ini," kata Dina ketika kunci kamar Yuliani ada di genggaman tangannya.Dengan langkah cepat, Dina segera membuka pintu. Namun, dia terkejut saat melihat tidak ada orang di dalam kamar anaknya."Di mana kamu, Yuliani?" teriak Dina.Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k